Pernyataan Lengkap Kuasa Hukum Korban Ayah Rudapaksa 3 Anak di Lutim, Sesalkan Kasusnya Dihentikan
Tim hukum korban atau pelapor kasus 'Ayah Rudapaksa Tiga Anak' di Luwu Timur menyesalkan sikap Polda Sulsel menghentikan penyelidikan kasus itu.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tim hukum korban atau pelapor kasus 'Ayah Rudapaksa Tiga Anak' di Luwu Timur menyesalkan sikap Polda Sulsel menghentikan penyelidikan kasus itu.
Sebelumnya, kasus tersebut telah ditutup (SP3) oleh pihak Polres Luwu Timur pada 2019.
Kasus itu kembali dhentikan setelah Polda Sulsel menggelar gelar perkara, Jumat (20/5/2022).
Baca juga: Ingat Kasus Viral Ayah Rudapaksa Tiga Anak di Luwu Timur? Polda Sulsel Tutup Kasus dengan Alasan Ini
Baca juga: Kasus Viral Ayah Rudapaksa Tiga Anak di Lutim Dihentikan Polisi, Kompolnas Setuju karena Ini
Gelar perkara khusus diikuti sejumlah instansi terkait seperti Ditkrimum (Polda Sulsel), LPSK, Kompolnas, KSP, LBH dan lain-lain.
Hasilnya, disimpulkan bahwa kasus itu tidak dapat dilanjutkan ke proses penyelidikan atau penyidikan.
Tidak ditemukan unsur atau perbuatan tindak pidana.
Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Komang Suartana, dikuatkan dengan hasil visum yang dikeluarkan Puskesmas Malili dan RS Bhayangkara.
Dimana dari hasil visum, tidak ditemukan ada luka atau kelainan pada kemaluan korban.
Kesimpulan penghentian penyelidikan itu pun direspon tim hukum korban dalam keterangan pers yang dikirim Asis Dumpa (LBH Makassar), Sabtu (21/5/2022) sore.
Berikut pernyataan resminya;
1. Kuasa hukum menyesalkan penghentian penyelidikan sebab mengesampingkan keterangan para anak korban yang secara konsisten sejak 2019, serta saling bersaksi satu sama lain terkait peristiwa kekerasan seksual yang dialami.
Dalam penanganan kasus anak korban kekerasan, pemeriksaan semestinya berangkat dari keterangan anak yang mengalami peristiwa itu. Untuk itu keterangan anak semestinya didudukkan sebagai bukti yang paling utama.
2. Dalam proses penyelidikan akses informasi penanganan perkara yang minim berdampak pada tidak adanya ruang bagi pihak korban untuk terlibat dan memantau proses.
Terjadi pembiaran laporan/ penanganan yang berlarut-larut oleh kepolisian hingga sampai pada gelar perkara.
Di samping pemberitahuan gelar perkara yang tiba-tiba. Penyidik juga tidak membuka dan menjelaskan tiap bukti yang diperoleh dari penyelidikan.
Sehingga pihak-pihak yang hadir tidak dapat secara utuh memberikan masukan terhadap hasil penyelidikan.
3. Tim kuasa hukum menilai bukti permulaan terpenuhi menyatakan ditemukannya peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana pencabulan dan/atau persebutuhan pada anak.
Penyelidikan adalah tahap awal sebagai proses penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan.
Demikian perkara layak untuk ditingkatkan ke penyidikan sebagai proses lanjutan untuk mencari serta mengumpulkan alat bukti guna membuat terang tentang tindak pidana dan tersangkanya.
Tim kuasa hukum menilai Kepolisian kembali terburu-buru menghentikan penyelidikan tanpa mencoba mendalami bukti-bukti yang diperoleh dan memaksimalkan upaya di tingkat Penyidikan termasuk melibatkan ahli yang dapat membantu membuat terang perkara.
4. Sebagai tahap awal dari serangkaian proses dalam sistem peradilan pidana, tidak ditemukannya peristiwa yang diduga tindak pidana dalam Penyelidikan menurut penyidik, tidak berarti tindak pidana tidak terjadi atau secara hukum tidak terbukti.
Kesimpulan penghentian penyelidikan tidak memberikan kepastian hukum yang sama dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas seseorang yang melakukan perbuatan pidana.
5. Sejak awal kasus ini bergulir, tim kuasa hukum senantiasa menempuh upaya yang berorientasi pada kepentingan dan perlindungan anak korban.
Tim Kuasa Hukum akan tetap pada prinsip yang sama dan berada di pihak korban dalam upaya mencari keadilan.