Opini Tribun Timur
Jika Seorang Dokter Diberhentikan, Apa yang Harus Dilakukan?
Setiap organisasi profesi memiliki aturan main tersendiri dalam hal pembinaan dan pengembangan karier anggota profesinya.

Hal tersebut sesuai dengan lafal sumpah dokter yang diikrarkan dengan mengatas namakan Tuhan Yang Maha Esa dan bukan kepada manusia atau kepada penguasa.
Sakralitas dari sumpah dokter menjadikan seorang dokter seolah-olah menjadi manusia yang sempurna dalam pelaksanaan tugas profesinya. Betapa tidak, dalam sumpahnya seorang dokter mengucapkan ikrar.
Antara lain: Demi Allah saya bersumpah, bahwa : Saya akan membaktikan hidup saya guna perikemanusiaan; Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran; saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.
Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya dan Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.
Pada pelanggaran kode etik profesi sanksi terberat bagi anggota profesi adalah pemberhentian secara permanen dalam keanggotaan organisasi.
Tentunya atas dasar pelanggaran berat terhadap kode etik organisasi dan atau sanksi hukum atas pelanggaran etik yang berkaitan dengan pelanggaran hukum baik hukum administrasi, perdata ataupun pidana.
Pada umumnya penjatuhan sanksi pemberhentian dalam keanggotaan melalui siding etik pelanggaran profesi menurut tatacara yang diatur oleh masing-masing organisasi profesi.
Beberapa prinsip peradilan yang berlaku dilapangan hukum yaitu antara lain: tidak membeda-bedakan orang ( asas equality before the law), tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (asas persumtion of innocent).
Kesalahan sipelaku harus berdasarkan bukti yang sah dan berdasarkan atas keyakinan hakim.
Pejabat kehakiman dalam memutus bersalah dan menjatuhkan sanksi harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut serta pasal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Dalam memutus suatu perkara pejabat kehakiman wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Peradilan pada umumnya memberikan upaya hukum banding terhadap suatu putusan bagi para pencari keadilan kecuali dinyatakan lain menurut ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah putusan pemberhentian keanggotaan dalam suatu organisasi profesi yang nota bene adalah peradilan internal organisasi?.