Inspirasi Ramadhan 2022 Hamdan Juhannis
Indra Keberagamaan 13: Kuatkan Jati Diri Kemanusian Agar Tidak Lelah Jiwa
KH D Zawawi Imron menunjuk puisi Iqbal bahwa tugas manusia memaksimalkan fungsi kekhalifaannya
Purik tangkisi' gullikku (Kemudi sudah terpasang)
Ulebbirenggi telleng natowalie (Lebih baik tenggelam dari pada surut langkah).
Semangat, vitalitas seperti itu kalau didorong oleh Doa, ada optimisme dalam berikhtiar dan kalau gagal siap untuk tidak kecewa dan berusaha lagi.
Wallahu A'lamu bishshawab."
Demikian respon KH D Zawawi Imron.
Jadi penggambaran yang dilakukan oleh beliau adalah tipe yang menggabungkan antara ikhtiar dan penyerahan diri.
Tipe ini tidak tertarik mengutak-atik seperti apa takdir itu harus dipahami.
KH D Zawawi Imron menunjuk puisi Iqbal bahwa tugas manusia memaksimalkan fungsi kekhalifaannya, memastikan tanggung jawabnya untuk mengelola ragam ciptaan Tuhan dengan perangkat kreasi yang dimilikinya.
Perangkat kekuatan manusia inilah yang menjelajah dengan cara berikhtiar semaksimal mungkin.
Ikhtiar ini diperkuat oleh perangkat lain, "tawakkal" yang dijabarkan oleh KH D Zawawi Imron sebagai doa.
Tujuannya apa? Terwujudnya prinsip kemaslahatan, khususnya kemaslahatan jiwa, yaitu penyandaran.
Jiwa manusia harus diselamatkan karena roh kehidupan ada pada jiwa, yang disebut KH D Zawawi Imron, " tidak mudah kecewa ", atau istilah anak muda sekarang, lelah jiwa.
Doa inilah yang mengalirkan optimisme sekaligus sebagai pengendali.
Keyakinan tentang takdir Tuhan seperti ini yang bisa dianggap paling tepat bagi penguatan jati diri kemanusian, tidak terlalu progresif tapi tidak juga regresif, tidak membawa uphoria tapi tidak juga dysphoria.
Inilah prinsip keberagamaan yang patut menjadi arus utama, prinsip jalan tengah (washatiyah) atau lebih lumrahnya disebut: keberagamaan yang moderat.
Berada di tengah-tengah itu selalu baik, asal jangan di tengah-tengah antara dua orang, di mana hati Anda terpaut pada keduanya.
Jangan bilang itu juga takdir, karena di luar dari pembahasan saya!(*)