Opini Tribun Timur
Musim
Demikian pula budaya yang memengaruhi pola hidup dan perilaku masyarakatnya dapat ditentukan oleh musim.
Abdul Gafar
Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
NEGERI dan masyarakatnya berkembang sesuai musim-musim yang dihadapinya.
Demikian pula budaya yang memengaruhi pola hidup dan perilaku masyarakatnya dapat ditentukan oleh musim.
Ada masyarakat yang terbentuk perilakunya oleh lingkungna yang keras dan penuh tantangan.
Namun ada juga masyarakatnya hidup dalam pola yang sangat lembut dan lamban.
Dulu ada pameo di negeri ini alon-alon asal klakon (biar lambat asal selamat).
Tetapi hari ini, pameo tersebut tampaknya mulai bergeser dalam pola kehidupan masyarakat kita.
Sekarang, kalau bisa cepat dan selamat, mengapa harus lambat?
Dalam hal trasnportasi misalnya, sudah ada kereta cepat yang dapat mencapai ribuan kilometer perjam dengan tingkat keselamatan yang tinggi.
Perilaku kita berubah mengikuti perkembangan musim atau zaman.
Masih bicara tempo doeloe, jika berurusan dengan pihak penguasa selalu kita dihadapkan kepada persoalan yang rumit.
Filosofinya sebagai penguasa: kalau bisa cepat, ada baiknya diperlambat agar muncul negosiasi dibelakangnya.
Urusan sehari, baru dapat diselesaikan dalam beberapa hari, minggu, bulan, bahkan mungkin tahunan.
Tampaknya kondisi nyata kekinian masih ada seperti itu dipraktikkan oleh kalangan tertentu.
Perubahan manusia dalam berkehidupan mulai bergeser.
Semua harus dilakukan secara cepat, tepat, dan tanpa batas.
Kerja, kerja, dan kerja manusia kini mulai tersisihkan oleh kehadiran teknologi yang canggih.
Misalnya saja ketika transaksi keuangan lewat Anjungan Tunai Mandiri (ATM), tidak perlu lagi berhadapan langsung dengan customer service officer, melainkan langsung saja colok kartu kita ke lubang yang sudah disiapkan.
Ikuti instruksi, ketik nilai transaksi yang diinginkan, semua langsung ok.
Bahkan kemudahan terus dikembangkan, transaksi keuangan cukup di gadget kita, oke oke juga hasilnya.
Di negara yang sudah maju, kepuasan hidup manusia tidak lagi mengandalkan hubungan antarmanusia, melainkan dilayani oleh robot cerdas.
Ketika masuk ke restoran, tidak ada lagi manusia yang menyambut dengan senyum ramah.
Cukup langsung ke mesin tertentu lalu memesan apa yang diinginkan, masukkan nilai yang diinginkan, pelayanan selesai.
Kecerdasan otak manusia coba diletakkan dalam sebuah alat pengganti yang kapasitas bekerjanya tanpa mengenal waktu dan situasi.
Kecepatan, ketepatan, bekerja tanpa lelah dapat dilakukan dan diukur secara tepat pula.
Kemajuan teknologi ini akan terus bergerak sesuai perkembangan kebutuhan dan kecerdasan manusia itu sendiri.
Proses pembelajaran saja telah kita lalui lewat apa yang disebut Daring (dalam jaringan) melalui internet akibat pandemik covid-19 dan anak turunannya.
Tidak lagi dibutuhkan ruangan-ruangan kelas seperti dahulu.
Suasana tatapmuka antara pengajar dan pembelajar terjaring lewat dunia virtual.
Ruangan-ruangan kelas akan kosong untuk jangka waktu yang tidak dapat dipastikan.
Jika hari ini, kelas dibuka secara luring (luar jaringan), ada proses tatapmuka di kelas.
Suasana akan berubah tiba-tiba, kelas akan ditutup kembali karena tampaknya serangan covid-19 yang telah diperluas kembali menyerang ummat manusia, termasuk di negeri ini.
Kita mengenal dari pelajaran ilmu bumi bahwa ada 6 musim yang manusia biasa hadapi.
Ada musim semi, panas, gugur, dan dingin. Sementara yang kita rasakan di Indonesia biasanya cukup sederhana yakni musim kemarau dan musim hujan.
Musim dapat membentuk perilaku manusia yang ada di sekitarnya. Akankah ia menjadi radikal, revolusioner ataukah intoleran tergantung musimnya saja.
Musim lagi lagi menentukan langkah dan aktivitas yang akan dilakukan.
Musim ‘baru’ di negeri ini yakni rencana ‘musim penundaan pemilu 2024’ yang memilukan. Sssttt !
