Sejarah Becak Makassar
Daeng Tawang & Daeng Nompo: Akhir Sejarah Becak di Selatan Kota Makassar
"Saya bawa becak saat masih ada bemo, umur 14 tahun," kata Tawang merujuk awal mula dia menggayuh becak akhir dekade 1970-an.
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tarif becak di Makassar tak ubahnya sedekah. "Terserah kita berapa."
"NAKKE mami sipa'rua Daeng Tawang, anggoyang becak ri Daeng Tata," kata Daeng Nompo (63 tahun), menjawab pertanyaan sisa berapa orang penggayuh becak di sekitar Jl Daeng Tata, selatan Kota Makassar di awal tahun 2022 ini.
Ditemui di bahu Jl Dg Tata, Kelurahan Bontoduri, Kecamatan Tamalate, selatan Kota Makassar, Minggu (27/2/2022) siang, Daeng Sejak wabah Corona menjangkit, sisa ia dan Daeng Tawang (64 tahun) yang masih setia menafkahi keluarga dari angkutan tradisional bertenaga manusia itu.
Daeng Tawang dan Daeng Nompo mengaku sudah siap menjadi generasi terakhir tukang becak di selatan kota.
Daeng Tawang sudah 30 tahun tinggal di Bonto Duri.
"Saya bawa becak saat masih ada bemo, umur 14 tahun," kata Tawang merujuk awal mula dia menggayuh becak akhir dekade 1970-an.

Daeng Nompo tinggal di perumahan urban di sisi selatan komplek Hartaco.
Tawang bercerita, migrasi pebecak ke bentor dan Angkutan Online dimulai sejak 11 tahun silam.
Faktor lainnya generasi dibawahnya lebih memilih jadi supir dan rider Angkutan Online.
"Lima tahun Sebelum Corona sudah banyak pagoyang (pebecak) yang pindah ke bentor," ujar Dg Tawang di depan Setia Jaya, toko bahan bangunan di Jl Daeng Tata, Parangtambung, Makassar.
Alasan migrasi ini lebih ke motif ekonomi dan efisiensi.
Beberapa tahun terakhir Penghasilan dari menggayuh becak tak lebih dari Rp50 ribu sehari.
Daeng Tawang dan Nompo tak percaya diri lagi menetapkan tarif angkutan.
Tarif becak di Makassar tak ubahnya sedekah.
"Terserah kita berapa."
Saat Tribun bertanya sewa angkut 2 balok dan 2 seng alumunium dari Jl Dg Tata ke Jl Mannuruki, sekitar 1,7 km, jawabannya pun lirih.
"Biar online saja yang pasang tarif tetap," ujarnya.
Daeng Nompo menyebutkan kebayakan penggayuh becak sudah berusia 60-an.
Dia memilih tetap setia jadi pengayuh becak karena masih ada pelanggannya di pasar Hartaco.
Salain itu, mereka mengaku tak punya akses pembiayaan untuk mencicil bentor.
Mereka juga mengaku "tak berani" mengurus surat izin mengemudi (SIM) di kantor polisi.
Migrasi becak kayuh ke becak motor (bentor) satu dekade terakhir jadi tonggak baru modernisasi angkutan umum tertua di Makassar.
Di kawasan Bonto Duri, pemukiman urban antara Jalan Dg Tata dan Jl Andi Tonro di selatan kota, adalah konfirmasi berakhir masa jaya becak.
Selama hampir lima dekade, kawasan urban ini jadi pemukiman pebecak, supir pete-pete, pagandeng atau supir taksi.
Kebanyakan warganya berasal dari Jeneponto, Takalar dan Bantaeng.
"Sejak pemilu Jokowi menang (2014) dihitung jari becak yang parkir di Bonto Duri, ganti bentor mi semua.
Petepete diganti taksi online," ujar Sudding Daeng Nai (64).
Dg Nai tinggal di Bontoduri sejak akhir 1980-an. Sejak 2015, Daeng Nai migrasi ke jadi pebentor.
Namun sejak beralih jadi rider bentor, istrinya mulai jadi tempat mengeluh.
Sang istri bercerita, saat jadi pengayuh becak, suaminya nyaris tidak pernah sakit, dan selalu berkeringat.
Namun, sejak bawa bentor, selalumi dipijat dan mengeluh sakit. "Selalumi addureke na kunraring (selalumi mengeluh juga)."
Di Makassar, angkutan berdoda tiga dimulai sebelum kemerdekaan, awal dekade 1940-an.
Mengutip dokumen Japan Sulawesi Net, yang diunggah sejarahwan Abbas Daming di akun fanspage facebook 'Pecinta Sejarah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat', terungkap becak mulai dirakit di Makassar tahun 1944.
Abbas menulis, "Tiga roda atau becak Diciptakan oleh Tuan Shukichi Tako, (51 tahun). Ia, dari desa Ukui, prefektur Wakayama, Jepang) seorang pedagang sepeda di sekitar Jalan Sulawesi, Makassar.
"Diceritakan kala itu, para diler sepeda Makassar merakit dan menjual suku cadang sepeda yang diimpor dari pabrikan Jepang, sehingga tampaknya mudah untuk mengubahnya menjadi Becak."
Sudjar Adityadjaja (51), seorang arsitek dan pecinta sejarah Makassar, menyebut bahwa Becak Makassar diciptakan pada tahun 1937, dengan mengubah becak roti menjadi becak penumpang.
Tokoh masyarakat Sulsel, Andi Karim Beso Manggabarani (71), juga membenarkan becak sudah masuk di Makassar sejak era 1930-an.
"Saya kira betul itu karena pernah saya lihat foto becak model kotak pasa waktu itu walikota Eeiydemen sebelum Jepang mendarat berarti oranf Belanda yang ciptakan," kata Andi Beso.
Di fanspage itu juga diceritakan model becak sederhana juga sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda.
DI Majene, kota tua Mandar di Sulawesi Barat, becak disebut dengan nama RIKSHAW. Ini tahun 1911.
"Rikshaw atau angkong atau becak yang ditarik satu orang dengan penumpang biasanya dua orang adapula di Majene tahun 1911, namun bentuknya mini dan digunakan oleh orang Bule di Majene mungkin untuk permainan anak-anak mereka disana."
Dokumen ini diperoleh Abbas Daming dari Belanda, Wereldculturen, Nationaal Museum van Wereldculturen (NMVW) (transl. National Museum of World Cultures).(*)