Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Wisata di Bone

Wisata Budaya di Bukit Cempalagi, Bukti Kecintaan Arung Palakka untuk Rakyat Bone

Tepatnya di bukit Dusun Cempalagi, Desa Mallari, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, Sulsel.

Penulis: Kasdar Kasau | Editor: Saldy Irawan
tribun-timur/kasdar
Attudukeng'e (hentakan kaki) Arung Palakka di pantai Dusun Cempalagi, Desa Mallari, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel). (foto-kasdar).   

TRIBUNBONE.COM, AWANGPONE - Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki wisata alam yang memiliki nilai sejarah.

Tepatnya di Bukit Cempalagi, Desa Mallari, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, Sulsel.

Lokasinya sekira 24 Kilometer (km) dari pusat kota Watampone.

Dapat ditempuh kendaraan roda dua dengan waktu sekira 24 menit.

Jika menggunakan kendaraan roda empat dapat ditempuh dengan waktu sekira 27 menit.

Kondisi jalan mulus beraspal hingga pertigaan masuk ke Dusun Cempalagi.

Wisata alam ini sangat unik, sebab terdapat jejak Raja Bone ke-15 Arung Palakka bernama La Tenri Tatta To Unru To Risompae Petta Malampe E Gemme'na.

Sebelum memasuki area ini terdapat palang besi, pengunjung akan disambut penjaga wisata.

Wisatawan dikenakan biaya karcis sebesar Rp5 ribu per orang baik anak maupun dewasa.

Ini sudah termasuk biaya parkir kendaraan baik roda dua maupun roda empat.

Ada dua jalan setapak ditunjukkan oleh penjaga wisata.

Belok kanan ada Attudukenge (Hentakan kaki) Arung Palakka.

Belok kiri kita akan menemukan goa Assingkerukeng (simpul) akar pohon Arung Palakka yang kini telah membatu.

Ini adalah simbol dan ikrar La Tenri Tatta sebelum bertolak ke Buton Sulawesi Tenggara.

Ada bekas kaki Arung Palakka di atas batu pantai Cempalagi.

Kemudian diatas tapak kaki itulah ada goa Assingkerukeng (simpul) akar pohon Arung Palakka.

Dalam goa ini pula ada singgasana Arung Palakka.

Dari Goa tersebut La Tenri Tatta berjanji untuk membebaskan rakyat Bone dari penjajahan.

Ia meninggalkan bekas kaki kanan kemudian bertolak ke Buton.

Arung Palakka tinggal di perantauan dari tahun 1660 hingga 1663 selama tiga tahun.

Lalu keluar dari Goa Janci (Janji) kita berpindah untuk menyusuri goa mimpi bekas tempat tinggal Arung Palakka.

Dari mulut goa kita akan menuruni anak tangga dengan kemiringan 70 derajat.

Hanya orang dewasa yang bisa masuk ke goa ini, sebab jalannya sempit namun luas di dalam.

Persiapkan penerangan sebab di dalam sangat gelap.

Di dalam goa terbentuk stalaktit dan stalakmit alami.

Ada beberapa ornamen yang dipercaya masyarakat Bone sebagai peninggalan Arung Palakka.

Tak jauh melangkah, kita akan menemukan bekas sumur Arung Palakka.

Kemudian ada bekas tempat tidur La Tenri Tatta.

Berjalan ke tengah goa terdapat posi bola (tengah rumah) di sampingnya ada gula merah dan kelapa muda yang sudah membatu.

Lanjut, dipercaya ada juga buaya telah membatu.

Kemudian perjalanan menyusuri goa setidaknya kita akan menemukan batu mirip perempuan menyusui.

Ada mushollah, gendang, tempat bedak, kepala kerbau, ular sendok, lumbung padi, sawah dan tempat payung.

Nah tibalah kita di ujung goa yang tembus ke Attudukenge (hentakan kaki) Arung Palakka.

Namun masih berjalan kaki sekira 100 meter dari mulut goa.

Attudukenge telah dibuatkan tembok sekeliling sehingga mirip sumur.

Air di bekas kaki Arung Palakka tawar meski tepat berada di pantai.

Air laut disini akan pasang saat siang, surut pada pagi dan sore hari.

Jika surut, akan menawarkan pasir putih yang eksotis.

Pemerintah Kabupaten Bone melalui Dinas Pariwisata menamakan tempat ini wisata budaya.

Namun kini sepi pengunjung di tengah pandemi Covid-19.

"Dulu akhir pekan akan ramai pengunjung, tapi sudah berkurang," kata pemandu wisata, Supriadi. (*)

Laporan Kontributor TribunBone.com - Kasdar.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved