Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kain Sutera

Proses Ulat Sutera Bisa Jadi Kain yang Indah

Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil sutera unggulan di Indonesia.

Editor: Hasriyani Latif
Tribun Timur/Hardiansyah Abdi Gunawan
Pemilik Toko Akil Amin Sutra, Yunus Hatta, di Kampung Sutera, Desa Pakkanna, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan memperlihatkan koleksi kain suteranya, Selasa (8/2/2022). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Sutera merupakan salah satu jenis kain yang banyak diminati.

Strukturnya yang kuat, lembut, dan mengkilap, membuat tampilan kain begitu eksklusif.

Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil sutera unggulan di Indonesia.

Hingga saat ini sutera masih menjadi kain unggulan Kabupaten Wajo dengan motif yang khas.

Sutera merupakan kain yang mahal, bukan hanya karena kualitasnya.

Baca juga: Sederet Manfaat Pakai Sarung Bantal Berbahan Sutera untuk Kecantikan, Tak Hanya Cegah Keriput

Baca juga: Cara Bedakan Kain Sutera Asli dengan KW, Perhatikan 7 Ciri Ini

Itu karena bahan bakunya adalah benang yang dibuat dari kepompong ulat sutera.

Dilansir dari World History Encyclopedia, tenunan sutra pertama yang pertama ditemukan di situs Qianshanyang juga Zhenjiang China, dan diperkirakan dibuat pada tahun 2.700 Sebelum Masehi.

Sutera dibawa ke negeri barat untuk dijual, namun selama ribuan tahun bangsa Tiongkok merahasiakan asal muasal kain indah tersebut.

Berikut adalah proses pengolahan ulat sutera hingga menjadi benang sutera, yaitu:

1. Telur

Tahap pertama dari pembuatan benang sutra adalah bertelurnya ngengat sutra (Bombyx mori) yang berwarna putih dan berpola coklat.

Dilansir dari Sciencing, ngengat sutera tidak makan atau minum pada akhir siklus hidupnya melainkan akan kawin, bertelur, dan mati.

Ngengat betina akan bertelur dalam jumlah besar, yaitu sekitar 200 hingga 400 butir telur.

Ngengat betina akan menaruh dan merekatkan telurnya di atas daun murbey.

Telur ngengat kemudian diinkubasi hingga 12 hari hingga menetas.

2. Larva

Larva yang baru menetas kemudian dipindahkan dengan hati-hari dari ruang inkubasi ke ruang pemeliharaan.

Pada saat larva ulat sutera hanya berukuran 4 mili meter, namun mereka akan terus diberi makan daun murbei.

Ulat sutera sangatlah rakus, mereka makan dalam jumlah besar sehingga tubuhnyapun mulai membesar.

Tubuh mereka terus membesar, membuat kulit mereka mengelupas dan digantikan kulit yang baru.

Proses ganti kulit ini bisa terjadi hingga empat kali hingga larva tumbuh menjadi ular sutera seukuran kurang lebih 8 cm.

3. Kepompong

Setelah cukup makan, ulat kemudian akan membentuk kepompong atau pupa dengan cara memutar tubuhnya.

Dilansir dari Biology Discussion, kepompong sutra terbuat dari lilitan benang yang tidak terputus sepanjang 300 meter dan dililitkan dengan gerakan kepala yang konstan dari satu sisi ke sisi lain sekitar 65 kali per menit.

Lurah Nunukan Barat Sudiasih (kemeja batik) bersama penyuluh budi daya ulat sutra Nunukan Sundari menunjukkan kepompong ulat sutra hasil KTH Floresta.
Lurah Nunukan Barat Sudiasih (kemeja batik) bersama penyuluh budi daya ulat sutra Nunukan Sundari menunjukkan kepompong ulat sutra hasil KTH Floresta. (Kompas.com/ahmad zulfiqor)

Kepompong sutera kemudian terbentuk sebagai kapsul berwarna putih.

Kepompong sutera kemudian dipanen sebelum ulat sutera berubah menjadi ngengat dan memecah kepompongnya.

Panen dilakukan kurang lebih sekitar satu minggu sejak kepompong dibuat.

4. Pembuatan benang

Kepompong sutera kemudan direndam dan direbus dengan air panas.

Setelah direbus, kepompong akan dicari ujung seratnya dan mulai diurai.

Setelah diurai, serat tersebut kemudian akan dipintal dengan cara dipelintil menjadi satu helai benang sutera.

Benang kemudian digulung layaknya benang biasa dan juga ditenun menjadi kain sutra yang indah.

(Kompas.com/Silmi Nurul Utami)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved