Opini Tribun Timur
Kampus Dilematis Makassar PPKM Level 3
Dalam masalah pengendalian pandemi Covid-19, Makassar kembali menerapakan Status Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan level 3.
Oleh: Aspiannor Masrie
Dosen Ilmu Hubungan Internasional Fisip Unhas
Dalam masalah pengendalian pandemi Covid-19, Makassar kembali menerapakan Status Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan level 3.
Hal ini sesuai dengan Instruksi Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 11 tahun 2022 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat guna mengoptimalkan posko penanganan Corona Virus Disease.
Dimana, pemberlakuan PPKM tersebut dimulai tanggal 15 - 28 Februari 2022, berdasarkan perkembangan kasus yang ada dan tingkat vaksinasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar.
Makassar sebagai pintu gerbang masuk dan aktivitas utama di Sulawesi Selatan, berdasarkan data satgas covid merupakan daerah penyumbang terbanyak kasus baru (omicron) sebanyak 337 kasus .
Sehingga, Pemerintah Kota Makassar perlu melakuan evaluasi dengan mengunakan indikator yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan ditambah dengan capaian total vaksinasi dosis kedua dan vaksinasi lansia di atas 60 tahun dosis pertama dalam memutus rantai perkembangan omicron.
Disamping itu, dalam hal pembatasan kegiatan masyarakat perlu kontrol yang lebih ketat dalam memperlakukan ketentuan-kegiatan perkantoran yang dilaksanakan dengan kapasitas WFO 50%.
Demikian pula dengan restoran/rumah makan, kafe, pusat perbelanjaan, gym, dan bioskop yang hanya dapat dibuka dari pukul 10.00 - 21.00 wita dengan kapasitas 50%.
Namun, dengan dimulai ajaran baru untuk mahasiswa di berbagai kampus, menimbulkan dilematis dalam pemberlakukan PPKM.
Dimana, sudah kanyak kampus di Kota Makassar menerapkan perkuliahan luring (tatap muka) dan ada pula kampus yang menerapakan sistem luring dan darling.
Realitas ini, tentunya menjadi perhatian seluruh stakeholder pemangku kepentingan, mengigat sebagian besar mahasiswa berasal dari luar Kota Makassar yang bisa menyebabkan terbentuknya klaster baru dalam menyebaran omicron di Kota Makassar.
Dengan kata lain, dilematis terebut dikarenakan kampus memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan perkuliahan, akan tetapi pengawasannya berada di Pemerintah Kota.
Sehingga, sering terjadi miss komunikasi dalam penangannya karena kurangnya koordinasi.
KAMPUS
Menurut data tahun 2021, tercatat jumlah kampus di Kota Makassar berjumlah 110 kampus, terdiri dari universitas, institute, sekolah tinggi, akademi, dan politeknik baik neneri maupun swasta dengan ribuan jumlah mahasiswanya.
Sebagai contoh-misalnya; Universitas Hasanuddin (UNHAS), jumlah mahasiswanya diperkirakan sekitar 21.554 orang. Universitas Negeri Makassar (UNM) diperkirakan mahasiswanya berjumlah sekitar 26.068 orang.
Universitas Muslim Indonesia (UMI), diperkirakan mahasiswanya berjumlah sekitar 21.152 orang.
Dimana, sebagian dari mahasiswa yang berkuliah di Kota Makassar bukan merupakan penduduk Kota Makassar itu sendiri.
Sehingga, dalam masalah pandemi ini tentunya memerlukan perhatian khusus.
Terutama kampus yang menerapkan kebijakan perkuliahan secara luring (tatap muka) dan kebijakan yang menerapakan perkuliahan perpaduan antara luring dengan darling.
Realitas ini disebabkan: Pertama, mahasiswa dari luar Makassar sebagian besar memilih tingal di tempat yang padat pnduduknya di sekitar kampus.
Sehingga, memungkinkan mereka berkumpul pada waktu-waktu tertentu terutama pada waktu jam makan, mereka berkumpul di tempat makan (warung) tanpa mengindahkan protokol kesehatan.
Kedua, belum ada rekam jejak terhadap mahasiswa dari daerah.
Apakah mereka sudah divaksin 1, 2, dan 3 ataupun ada dari keluarganya yang pernah terkena omicron sebelumnya.
Ketiga, kepadatan mahasiswa di ruang perkuliahan dengan jarak yang tidak memadai diantara mereka pada waktu perkuliahan berlangsung.
Sehingga, rawan akan menyebaran omricon. Dimana, penyebaran omricon lebih cepat dibandingkan dengan penyebaran dari varian delta.
Keempat, pasca perkuliah mahasiswa biasanya berkumpul pada tempat tertentu.
Hal ini agak sulit dalam pengawasannya.
Kelima, masih ada kampus yang tidak memiliki satgas covid, kalau pun ada apakah kampus telah memberlakukan 3T (Tracing, Testing, Treatment) terhadap mahasiswa, dosen, dan pegawai lainnya.
Melihat realitas di atas, penerapan praktik 3T sangat sulit dilaksanakan terhadap mahasiswa yang berasal dari luar Kota Makassar.
Padahal penerapan praktik 3T sama pentingnya dengan penerapan perilaku 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak).
Kedua hal tersebut adalah upaya untuk memutus mata rantai penularan Covid. Menurut Managing Director IPSOS Indonesia, Soeprapto Tan mengemukakan bahwa masih ada 29 persen masyarakat yang tidak paham mengenai 3T.
Sebaliknya ada 99 persen masyarakat mengaku paham terhadap 3M, termasuk di Makassar.
Artinya, masih ada masyarakat yang menganggap perilaku 3M dan 3T adalah dua hal yang terpisah. Padahal dakam realitasnya keduanya merupakan satu kesatuan guna memutus mata rantai penularan Covid-19.
KOORDINASI
Koordinasi merupakan penyatuan, integrasi, sinkronisasi dari stakeholder pemangku kepentingan. Sehingga memberikan kesatuan tindakan dalam mengejar tujuan bersama.
Menurut Mooney dan Reelay, koordinasi adalah pengaturan yang teratur dari upaya kelompok untuk memberikan kesatuan tindakan dalam mengejar tujuan bersama.
Dimana, kata koordinasi sangat mudah diucapkan, namun dalam realitasnya sangat sulit diterapkan.
Realiatas ini disebabkan masih adanya ego dari setiap pemangku kepentingan.
Dengan kata lain, Pemkot Makassar akan mengalami kesulitan dalam berkoordinasi dengan pihak kampus yang memiliki otonomi (kewenangan) dalam membuat kebijakan dalam sistem perkuliahan yang diterapkan dalam kondisi pemberlakukan PPKM.
Walaupun di kampus memiliki satgas dalam penanganan Covid.
Akan tetapi ketika mahasiswa berada diluar kampus, maka mahasiswa lebih bayak berinterasi dengan masyarakat sekitar tempat tingalnya, terutama di sekitar kampus.
Sehingga, menjadi tangungjawab Pemerintah Kota Makassar, melalui kelurahan dimana mereka bertempat tingal.
Makassar yang memiliki Program Makassar Recover, selama ini sangat efektif dalam menyebaran covid di tengah masyarakat.
Dimana, di setiap keluarahan Program Makassar Recover memiliki posko Covid dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat bisa menjadi pionir dalam mengsosisialisasikan 3T dikalangan mahasiswa.
Realitas ini disebabkan penerapan praktik 3T masih perlu ditingkatkan pemahamannya dikalangan mahasiswa, mengingat mahasiswa lebih mengenal 3M yang dikampanyekan terlebih dahulu.
Pemerintah Kota Makassar bekerjasama dengan pihak kampus perlu duduk bersama dan tidak jalan sendiri-sendiri guna memperkuat upaya perubahan perilaku di masyarakat, terutama dikalangan mahasiswa dengan kampanye 3M dan 3T dengan melakukan deteksi awal penyebaran omicron.(*)