DKPP RI
Kala Ketua DKPP Prof Muhammad Andaikan Pemilu Seperti Permainan Sepakbola
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP RI Prof Muhammad mengandaikan peran penyelenggara pemilihan umum seperti wasit dalam sepak bola.
Orang bisa terima hasil pemilu termasuk proses, kalau penyelenggara bisa yakinkan tentang pertanggungjawaban tentang tugas itu. Semua orang bisa menilai kerja-kerja KPU.
Tetapi KPU, Bawaslu harus bisa meyakinkan publik bahwa mereka bekerja atas nama Undang-undang.
Saya bekerja atas dasar regulasi, saya bekerja atas nama kode etik, itulahlah akuntabilitas.
Sehingga kalau komitmen dan keteguhan itu sudah bisa diwujudkan, yang kalah akan terima, baik itu caleg yang kalah, capres yang kalah, calon gubernur yang kalah.
Karena dia melihat bagaimana komisioner KPU dan Bawaslu bisa mempersembahkan akuntabilitas dalam kelola tugas dan tanggung jawabanya.
Contohnya begini pertandingan sepak bola, kalau wasitnya tegas, yang salah diberi sanksi, derajat sanksi sesuai kesalahan, yang tidak salah diberi, maka kesebelasan kalah, itu terima dengan lapang dada.
Bahkan sebelum korona bertukar kostum, cipika cipiki, padahal dia kalah, kok dia mereka nyaman walaupun kalah, karena dia menemukan, melihat, merasakan kepemimpinan wasit yang fair.
Sehingga walaupun kalah tapi terhormat, tidak merasa terhormat karena bertanding diawasi wasit netral. Sebaliknya kalau wasit berpihak, untungkan sebelasan sepihak, yang kalah walaupun satu bola, dia tidak menerima, kejar wasit, karena dia kalah karena wasit curang.
Nah sama juga dengan pemilu kita. Kalau KPU, Bawaslu, DKPP bisa yakinkan publik bahwa bekerja atas nama undang-undang dalam prinsip kemandirian, walaupun saya tidak menang pemilu, saya terima, saya akui lawan menang karena KPU fair.
Baca juga: DKPP Pecat Komisioner KPU Jeneponto Ekawaty Dewi

6. Manusia bisa berbuat jahat, apalagi dalam sistem pemilihan kita sangat terbuka. Nah bagaimana sistem pemilihan kita bisa tekan sifat jahat itu?
Nah sistem pemilu ini benar-benar bisa dipastikan buka ruang untuk diawasi publik, jadi partisipasi publik harus dibuka.
Salah satu ciri pemilu berkualitas, berintegritas, kalau dibuka ruang di mana ada partisipasi publik, masyarakat bisa awasi kerja-kerja KPU.
Nah itu yang memungkinkan pemilu ini membuat sistem pemilu ini bisa sampai pada taraf berkualitas. Bahkan dalam persepektif DKPP bukan hanya berkualitas tapi berintegritas. Kalau publik bisa awasi, karena sejatinya pemilihan bukan hajatnya KPU, Bawaslu, DKPP, parpol, tapi hajat masyarakat, politik ada, ekonomi ada.
Syaratnya ada pengawasan dari masyarakat, kalau dibuka maka pemilihan kita sudah maju, pemilu partisipatif.
7. Fenomena saat ini masyarakat cenderung feodalistik dalam memilih, tokoh masuk parlemen atau eksekutif tidak bisa berbuat banyak. Bagaimana anda melihat itu?