Live Jiwa Sulsel Seri #4
Ada 2 Ribuan Lebih Desa di Sulsel, Hanya 180 Masuk Kategori Desa Wisata, Kok Bisa?
Desa wisata ini, lanjut Devo, faktornya banyak sekali, mulai dari secara administrasi desa itu harus memiliki pengakuan dari pemerintahnya juga.
Penulis: Darullah | Editor: Muhammad Fadhly Ali
TRIBUNTIMUR.COM, MAKASSAR – program live Tribun Timur Jiwa Sulsel Seri #4 kembali hadir, Senin (31/1/2022).
Hadir sebagai narasumber Sekdis Pariwisata Pemprov Sulsel, Devo Khaddafi.
Beberapa pertanyaan dilayangkan ke Devo, salah satunya pembentukan desa wisata, apakah memungkinkan semua desa yang ada di Sulsel untuk diangkat menjadi desa wisata?
Devo mejelaskan, untuk menjadi desa wisata tidak mudah, tentunya ada indikatornya.
Desa wisata itu bukan karna desa itu punya satu objek wisata, maka bisa dikategorikan menjadi desa wisata.
“Kalau hanya itu saja, itu bukan desa wisata, tapi hanya objek wisata saja,” ujarnya Senin malam.
“Jadi beda antara objek wisata dan desa wisata,” katanya.
Desa wisata ini, lanjut Devo, faktornya banyak sekali, mulai dari secara administrasi desa itu harus memiliki pengakuan dari pemerintahnya juga.
"Kemudaian secara fisik saranana ke daeraha sudah tertata dengan baik, aksesnya sudah harus oke, dan keterlibatan masyarakatnya juga ada,” jelasnya.
“Sekarang ini untuk Sulsel saja, desa wisatanya baru sekitar 180 desa saja dari 2 ribu lebih desa yang ada di Sulsel,” bebernya.
Apakah jumlah desa wisata itu memungkinkan untuk bertambah?
“Kalau bertambahnya pasti bertambah. Cuman seberapa cepat kita melakukan penciptaan desa wisata itu, sepenuhnya murni bukan hanya dari pemerintah saja tapi masyarakatnya harus mulai ambil peran,” paparnya.
Dari sekian banyak potensi wisata di Sulsel, bagaimana mapingnya. Sejauh mana mapingnya yang dilakukan Dinas Pariwisata Sulsel?
“Kalau kita bicara mapingnya berarti kita bicara kepariwisataan secara keseluhan, bukan hanya dinas saja. Tapi bagaimana keterlibatan teman-teman industri juga, karena yang menjual barang ini keluar bukan Dinas Pariwisata tapi teman-teman industri melalui penjualan paket dll,” terangnya.
Bagaimana melakukan maping, kata Devo, biasanya melalui rapat koordinasi untuk menentukan itu.
"Kita juga sudah membagi, Sulsel ini ada utaranya, ada tengahnya dan ada selatannya. Nah dari situlah kita maping lagi kalau untuk ke utara seumpamanya yang menjadi sentranya adalah Toraja dengan Tana Toraja dan sekitarnya," katanya.
“Itu kita sudah pikirkan, kalau kita di sini berapa lama kita naik mobil baru dia capek, berarti yang pertama harus membuat satu tempat persinggahan, seperti di derah Barru misalnya,” imbuhnya.
Barru harus didorong masuk, supaya orang yang berwisata ke Toraja bisa singgah di situ baru lanjut berjalan lagi.
“Sehingga sesampainya di Toraja mereka tidak ada capeknya karna mereka berhenti-berhenti untuk menikmati objek wisata sepanjang jalan menuju ke Toraja,” pungkasnya.
“Sama halnya menuju Bira, di sana kita tau yang menjadi jualannya adalah wisata pantai dan laut, tentu saja kita harus persiapkan sarana dan prasarananya untuk bagaimana menuju kesananya bagus,” tandasnya.
Makanya Jeneponto kita dorong menjadi wisata new episentrum, kata Devo, supaya menunjang daya tarik menuju kesana.
“Karena jarak ke Bira dari Makassar sekitar 4 jam, kan akan jauh lebih enak kalau dalam perjalannannya singgah d Jeneponto, atau dia singgah di Bantaeng sarapan atau makan, jadi belum terasa capek mereka sudah sampai di Pantai Bira Bulukumba,” tambahnya.
“Jadi kita dorong bagaimana wisatawan dalam perjalanan menuju tempat wisatanya tidak merasa capek dan bahkan dalam perjalanannya banyak sekali yang bisa dia lihat,” tutupnya.(Tribun-Timur.com)
Laporan jurnalis TribunBarru.com, Darullah, @uull.dg.marala.