Opini Tamsil Linrung
Ugal-ugalan Ibu Kota Negara Baru, Sudah Utangnya Menumpuk Infrastruktur Dihasilkan Pun Tak Maksimal
Ini jelas keterlaluan. Bagaimana mungkin dana penanggulangan kondisi darurat pandemi Covid-19 digunakan untuk pendanaan lain diluar peruntukannya?
Peluangnya besar, tapi itu sebanding dengan risikonya. Bila tak direncanakan dan dikelola dengan baik, risiko dipastikan akan lebih dominan ketimbang peluangnya.
Paceklik ekonomi membuat potensi risiko itu membesar.
Tak percaya? Tengok situasi berikut.
Aset ibukota lama nyatanya akan dioptimalkan pemerintah sebagai salah satu sumber merogoh cuan, demi menyuplai .
Caranya Beragam
Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan memberi sinyal, “aset DKI Jakarta tidak selalu dijual, namun juga dapat dikerjasamakan dengan pemberian waktu 30 tahun atau beberapa tahun, dan duitnya digunakan di IKN.”
Proses pengalihan aset tentu rawan karena membuka celah korupsi.
Apalagi, nilai aset DKI Jakarta begitu besar dan entah berapa yang akan dialihkan.
Kementerian Keuangan mencatat, dari total aset negara sebesar Rp11.098 triliun, sebanyak Rp1.000 triliun di antaranya berada di Jakarta. Ini berbahaya.
Apalagi, kita punya sejarah korupsi yang bikin bulu kuduk berdiri.
Ya, bahkan dana bantuan sosial bagi rakyat miskin saja ditilap oleh Menteri Sosial Juliari Batubara, salah satu dari 7 menteri terbaik Jokowi menurut survei Charta Politika.
Dulu, Presiden Jokowi mengatakan pembiayaan IKN tidak akan membebani APBN.
Belakangan, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI 4 Februari 2020 Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, dari Rp466 triliun total dana pembangunan IKN, sebanyak Rp89 triliun menggunakan APBN.
Angka itu lalu berubah lagi.
Pemerintah mengakui skema IKN Nusantara akan lebih banyak mengeruk APBN, yakni sebesar 53,3 persen dari total dana. Lalu apa jaminannya pernyataan-pernyataan ini tidak berubah lagi?