Opini Tribun Timur
Meski Pandemi, Masyarakat Sulsel Tetap Bahagia
Pandemi yang masih melanda dunia sampai saat ini, memunculkan pertanyaan, “Apakah pandemi menyebabkan kebahagiaan seseorang berkurang?”.
Hal ini sejalan dengan perolehan indeks kepuasan hidup personal di wilayah perkotaan (73,5) yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedesaan (69,4) dan indeks kepuasan hidup sosial di wilayah pedesaan (81,79) yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perkotaan (81,44).
Selama pandemi, penduduk bekerja yang biasanya disibukkan dengan rutinitas pekerjaan setiap harinya, akhirnya dapat menciptakan quality time bersama keluarga saat WFH (work from home).
Dengan kebijakan bekerja dari rumah selama pandemi, para orang tua yang bekerja dapat lebih fleksibel dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Mereka dapat memberikan perhatian dan pendampingan yang lebih intens terhadap anak-anak, sehingga tercipta work-life balance.
Anak-anak pun merasa bahagia karena orang tua mereka dapat membersamai mereka dalam segala aktivitasnya.
Menilik dari status perkawinan, indeks kebahagiaan penduduk Sulawesi Selatan yang berstatus kawin (73,85) adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan yang berstatus belum kawin (72,3), cerai mati (69,82), dan cerai hidup (69,74).
Selain itu, penduduk laki-laki (73,78) lebih bahagia dibanding perempuan (72,58).
Semakin tinggi pendapatan rumah tangga dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh kepala rumah tangga, maka semakin tinggi pula tingkat kebahagiaannya.
Dengan perolehan indeks kebahagiaan yang masih cukup baik di tengah pandemi ini, lalu apa yang mesti kita lakukan agar dapat menjaga bahkan meningkatkan kebahagiaan kita?.
Yang pertama, usahakan untuk tidak berlebihan dalam mengakses informasi. Utamakan mengakses sumber informasi positif dan terpercaya dibanding informasi negatif.
Kedua, tetap menjaga hubungan dengan orang lain. Meski social distancing diberlakukan, kita dapat membangun koneksi melalui social media.
Ketiga, senantiasa menciptakan inovasi dalam bekerja agar tetap aktif dan produktif. Keempat, meningkatkan daya tahan tubuh dan psikis melalui pendekatan psiko-religius.
Yakni dengan tetap mengekspresikan rasa syukur dan optimisme bahwa pandemi dapat kita lalui dengan baik.
Pemberlakuan kebijakan pengetatan aktivitas ekonomi yang mungkin masih diterapkan sesuai dengan level PPKM masing-masing wilayah, menyebabkan ketidakpastian pendapatan terutama bagi masyarakat yang rentan, seperti pelaku UMKM, buruh, pedagang kecil, dan sebagainya.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan tetap memberikan bantuan terhadap masyarakat ekonomi bawah agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan pemulihan ekonomi pasca pandemi dapat terwujud.