Pilrek Unhas
Menyambut Pemilihan Rektor Unhas, ke Mana Guru Besar Unhas?
Terlebih lagi, Unhas menyebut sebagai kedua terbanyak guru besarnya di Indonesia dan bahkan dengan anggaran riset dan pengabdian yang jumbo.
Selain tiga sumber itu, Unhas juga mendapat uang riset dari hasil kompetisi riset atau kerjasama dengan luar negeri. Intinya uang yang diserap untuk dana riset Unhas bisa menyentuh angka Rp 100 milyar dalam setahun.
Itu baru komponen dana riset dan pengabdian masyarakat (PPM).
Bila digabungkan dengan anggaran lainnya seperti dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dana hibah, dana pembangunan sarana dan prasarana dan diantaranya bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN), Unhas pertahun dipercaya mengelola uang babon hingga di atas Rp 1 triliun. Tahun 2021 lalu mencapai Rp1,09 triliun.
Bila berpikir sederhana: dengan anggaran riset sebesar itu, dan jumlah kontribusi ke masyarakat Unhas di tahun 2020, sudahkah berbanding lurus?
Meski tentu saja mengukurnya tidak bisa per periodik itu, namun relevan bila pertanyaan itu dikaitkan dengan uang rakyat yang digunakan setiap tahunnya. Sebut lah tahun 2020 saja yang besar biaya serapannya.
Untuk konstribusi dalam perbaikan tata kelola pemerintah Sulsel yang tengah hadapi korupsi, misalnya, di mana Unhas berperan?
Di mana para guru besar Unhas yang lantang menyuarakan kritik dan perbaikannya?
Dalam case Covid-19, di mana para ilmuan guru besar Unhas?
Dalam isu korupsi di Sulsel, kemiskinan, pengangguran, perkelahian mahasiswa, banjir dan isu sosial lainnya, dimana menyumbangkan pemikirannya?
Dan masih banyak persoalan lainnya baik yang bersifat lokal maupun nasional.
Di level nasional, guru besar Unhas memang tidak kelihatan sumbangsi pikirannya, seperti dalam soal mundurnya pelaksanaan demokrasi empat tahun terakhir, ekonomi yang jalan di tempat atau stagnan, pertumbuhannya tidak kunjung meroket. Justru yang terus meroket adalah utang luar negeri kita.
Hingga terbuktinya Guru Besar Unhas itu tidak pernah dihitung oleh elit nasional, seperti sebelum-sebelumnya, tidak ada guru besar dari Unhas yang dipake atau diikutkan menyusun naskah akademik UU di negara ini. Bukti terakhir, tidak ada satupun akademisi atau guru besar dari Unhas yang dilibatkan dalam proses pemikiran, perencanaan atau penyusunan naskah akademik UU IKN tentang pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan yang disahkan DPR RI awal pekan ini.
Alih-alih mendengar berita baik, publik atau masyarakat Sulsel malah disuguhkan dengan pemberitaan guru besar Unhas dari yang jadi pemegang proyek pemerintah daerah, mereka para guru besar itu berebut jadi Kepala Dinas di Pemkot maupun di Pemprov, bangga merangkap jadi Komisaris di BUMN, sibuk berlomba jadi staf ahli Bupati, Walikota, DPRD, dan jadi anggota TGUPP Gubernur. Tak ketinggalan, guru beaar dari berlomba jadi Rektor di PTS, sampe guru besar yang tertangkap KPK.
Padahal dalam Buku Panduan IKU PT terbitan Kementerian Pendidikan, menyebutkan 13 indikator pengabdian ke masyarakat. Antara lain selain hasil risetnya dapat dipakai masyarakat, pemerintah dan kalangan pengusaha, juga para intelektual harusnya aktif dalam komunitas akademik menyuarakan opininya di media baik nasional internasional. Ditambah lagi menuliskan buku; dan aktif mendaftarkan kekayaan intelektualnya (KI).
Cemin