Keindonesiaan
Mengenang Petisi DM-Unhas
TIDAK banyak yang mengingat, bahwa 48 tahun lalu, 10 Januari 1974, Peringatan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) sebagai lahirnya Angkatan, ‘66
TIDAK banyak yang mengingat, bahwa 48 tahun lalu, 10 Januari 1974, Peringatan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) sebagai lahirnya Angkatan, ‘66, dilakukan Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (DM-UH).
Dengan sebuah PETISI, sebagai wujud kepedulian mahasiswa Unhas terhadap nasib bangsa.
Momentum itu patut kita kenang. Petisi tersebut diucapkan dalam satu rapat terbuka, 10 Januari 1974 di Pusat
Kegiatan Mahasiswa (sekarang Gedung Tamarunanga) Jl Sunu Ujung Pandang.
Petisi yang mengingatkan pemerintah agar melakukan koreksi dan perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama menghapus KORUPSI, ditandatangani Drs Med Syafri Guricci (Ketua Umum) dan Kadir Adam (Sekjen).
Naskah petisi dibuat 9 Januari 1994 sore/malam di J Penghibur, dikediaman Soekarno M.Diah (Ketua I) oleh pengurus DM-Unhas (Syafri Guricci, Anwar Arifin (Ketua III), Faizal Attamimi, Kadir Adam, Noer Namry Noor, Soekarno M.Diah, Alfian Noor (Bendum), Syahrir Makkuradde,,dll).
Sebelum petisi itu dibacakan, Noer Namry Noor (Ketua II), diberikan kesempatan menyampaikan orasi yang disambut meriah peserta rapat.
Untuk mematangkan suasana, maka mulai 01 Januari 1974, dilakukan beberapa kali diskusi yang dimulai Senat Mahasiswa (Sema) FISIP0L (Jl.Ratulanggi 93) yang diketuai M.Akib Halede,.BA.
Kemudian disusul Sema Ekonomi, Hukum, Teknik, Kedokteran, dan seterusnya.
Para narasumber yang tampil dalam forum itu, antara lain Drs.Halide, Drs.Sam Poli, Laica Marsuki, Faizal Attamimi,
Anwar Arifin, Alfian Noor dan Syafri Guricci.
Agar rencana aksi mahasiwa itu tidak diketahui para intelgen, maka rapat-rapat dilakukan di atas mobil sedan milik S.M.Diah.
Pada umumnya mobil tersebut dikemudikan pemiliknya yang memuat para pengurus DM-Unhas yang biasanya memilih berputar-putar dalam kota/keluar kota.
Lima hari sesudah petisi DM-UH tersebut, di Jakarta meletus Peristiwa 15 Januari 1974, yang oleh pemerintah dinamakan Malari (Malapetaka 15 Januari), karena menimbulkan sejumlah kerusuhan di Jakarta.
Tokoh utama gerakan tersebut adalah Hariman Siregar (Ketua DM-UI). Gerakan itu oleh pemerintah dikategorikan perbuatan makar, sehingga tokoh-tokohnya diciduk, diadili dan dipenjarakan.
Hariman sendiri mendapat hukuman beberapa tahun. Juga para pemimpin gerakan mahasiswa di Ujung Pandang, terutama dari kalangan DM-UH, juga di interogasi Laksus dan Kejaksaan selama berminggu-minggu.
Sebagian mereka sempat menginap dipenjara, padahal gerakan mahasiswa di Ujung Pandang tidak persis sama misi gerakan DM-UI.
Gerakan mahasiswa 1974, yang menjadikan rezim Soeharto sebagai sasaran mengalami kegagalan.
Juga gerakan mahasiswa tahun 1978 dan 1990-an. Mahasiswa kembali ke kampus dengan prinsip.
Waktulah akan menjadi hakim kebenaran gerakan mahasiswa itu.
Kini masa itu telah lewat 48 tahun lalu. Presiden Soeharto yang menjadi sasaran gerakan maha- siswa yang dinilai menyuburkan KORUPSI, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) kini telah runtuh oleh gerakan mahasiwa 1998, setelah rezim itu berkuasa selama 32 tahun.
Namun Soeharto berhasil lengser, tapi KKN, terus subur, bahkan semakin berkembag dari pusat hingga ke desa. Lalu apa lagi yang harus kita lakukan?(*).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/anwar-arifin-andipate_20151215_202758.jpg)