Wawancara Ketua KPU
Ketua KPU Menjawab soal Kertas Suara Tercoblos dari China, Dilobi Peserta Pemilu, Jadi Timses Capres
Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) Republik Indonesia (RI), Ilham Saputra mengakui pernah ada orang yang mencoba melobinya terkait Pemilu
Itu juga kan untuk menjaga komisioner KPU maupun Bawaslu tetap lurus, dan menjaga etiknya sebagai penyelenggara pemilu.
Jadi kanal-kanal untuk membuat orang tidak berbuat seperti itu sudah ada, ada pengawasan.
Bahkan ada teman-teman NGO, masyarakat sipil, yang sudah melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja kita dalam menjalankan tahapan pemilu.
Ada anggapan suara bisa direkayasa lewat oknum KPU. Secara teknis, mungkin tidak?
Sebetulnya secara administrasi itu berjenjang. Dari TPS ke Kecamatan, nanti kan dilihat formulir yang di TPS dibawa ke Kecamatan, oh ini.
Kemudian dari Kecamatan ke Kabupaten. Dari Kabupaten ke Provinsi.
Provinsi ke KPU RI. Dalam proses itu tentu ada pengawasan, kemudian kita menghadirkan saksi dan menghadirkan jika diperlukan orang yang melakukan rekapitulasi di tingkat bawah.
Seharusnya itu tidak terjadi, tetapi kita tidak menutup mata bahwa memang masih ada juga penyelenggara pemilu yang melakukan tindakan seperti itu.
Tetapi dalam pengalaman 2019 itu kita laporkan kepada etik, bahkan kita laporkan bisa menjadi tindak pidana pemilu karena melakukan manipulasi suara.
Secara teknis berarti memungkinkan?
Sebenarnya kalau nakal ya berbahaya.
Makanya saya bilang tadi di dada setiap penyelenggara pemilu itu harus ada sikap integritas bahwa anda penyelenggara pemilu disumpah sama Tuhan maka tidak boleh melakukan tindak manipulasi seperti itu.
Secara teknis juga, apakah mungkin komisioner KPU di tingkat pusat ini memberikan upaya untuk menguntungkan kandidat di Pilpres?
Nggak bisa.
Karena undang-undang itu kalau kita tidak memperlakukan sama pada para kandidat, para calon, para partai politik dan mungkin juga pada masyarakat, itu melanggar.
Nggak boleh, dia bisa dilaporkan ke etik dan dilaporkan ke pidana. Jadi sebenarnya aturannya sudah ada, maka ikutilah peraturan perundang-undangan yang ada.
Ada sinyalemen di masyarakat, setelah tak menjadi komisioner di KPU, kemudian ikut menjadi tim sukses dari calon presiden. Artinya ada hubungan sebelumnya. Apa logika itu masuk?
Nggak semuanya seperti itu ya.
Nggak lantas kemudian ketika dia berhenti menjadi penyelenggara Pemilu kemudian dia berafilisiasi pada partai politik atau calon tertentu bisa disinyalir bahwa ketika dia menjadi penyelenggara membantu yang bersangkutan.
Nggak bisa gitu juga, kan harus ada buktinya.
Mungkin setelah selesai menjadi penyelenggara pemilu dia diajak segala macam kemudian cocok dengan partai atau calon tersebut ya silakan saja.
Selama dia bergabung bukan ketika menjadi penyelenggara pemilu.
Andai nanti Anda sudah tidak jadi penyelenggara pemilu, adakah ke arah sana?
Wah saya belum ke situ lah.(tribun network/vincentius jyestha)