Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Mulawarman

Suramnya Masa Depan Kepemimpinan di Sulsel

Kita kembali kepada budaya: siri na pacce. Keyakinan yang lama hilang dalam kebiasaan sehari-hari kita. Malu untuk berbuat sesuatu yang merendahkan

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Suramnya Masa Depan Kepemimpinan di Sulsel
DOK
Mulawarman, Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin

Suramnya Masa Depan Kepemimpinan di Sulsel

Oleh: Mulawarman
Jurnalis/Alumnus Fakultas Ekonomi Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ada yang memprihatinkan di penghujung tahun 2021, dan menjelang tahun baru 2022. Publik di Sulsel dikagetkan dengan berita megakorupsi di kasus RS Batua Makassar.

Tak main-main tersangka pelakunya, yakni berjumlah hingga 13 orang, yang diduga merugikan negara mencapai Rp22 miliar.

Konon kejahatan dalam kasus RS Batua itu terjadi karena ASN yang terkesan ABS (Asal Bapak Senang) atas seorang pimpinannya yang ingin melakukan pencitraan guna membangun rumah sakit murah untuk rakyat, namun dengan cara instan.

Alih-alih memberi teladan, pemimpin malah menjerumuskan.

Para pejabat di Sulsel seperti tidak belajar dari kasus penangkapan Gubernur Nurdin Abdullah pada Februari 2021 lalu.

Kasus yang sama seperti terus berulang, yang melibatkan pejabat pemerintah, dengan sejumlah pengusaha di Sulsel. Boleh jadi dua kasus ini hanya di antara fenomena gunung es kasus korupsi di Sulsel.

Dua kasus di atas, kita coba letakan dalam konteks wacana di bidang manajemen, yakni tema yang paling usang, namun selalu dibutuhkan, dalam hal ini adalah soal kepemimpinan.

Bagaimana seorang pemimpin yang dipilih rakyat dari Pemilu kada langsung, nyatanya berani korupsi. Seperti apa prospek dan tantangan kepemimpinan di Sulsel mendatang?

Populis Paradox

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain sehingga dengan sukarela mau melaksanakan kegiatan bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Disiplin kepemimpinan berkembang dinamis, antara lain dengan munculnya wacana kepemimpinan populis. Yaitu sebuah mode kepemimpinan yang mengandalkan ‘kesan dekat’ atau membela rakyat demi kepentingan kekuasaannya.

Strategi politik berorientasi pada citra agar mendapat dukungan rakyat (Nimmo, 1976).

Perkembangan pemimpin populis mendapati momentumnya dengan marak media sosial seperti di era 4.0. Pemimpin menggunakan jaringan lembaga survei, pemimpin media, wartawan, bahkan hingga buzzer untuk menaikan popularitasnya di masyarakat. Jadilah para pemimpin polesan media ini berhasil melenggang ke panggung kekuasaan.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved