Opini Tribun Timur
Cakap Digitalisasi dengan Toleransi Beragama
Di Indonesia kehidupan beragama sangat dinamis apalagi didukung dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin maju yang dikenal era digitalisasi.
Lakum diinukum wa liya diin’ atau Untukmu agamamu dan untukku agamaku’.
Dalam beragama, jika seseorang memaksakan tidak boleh, maka apalagi juga mengganggu, tentu tidak dibenarkan.
Dipersilahkan seseorang memilih agama dan kepercayaannya masing-masing.
Manakala sikap dan pandangan itu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh pemeluk agama, maka sebenarnya tidak akan terjadi masalah.
Mereka yang beragama Islam beribadah ke masjid, mereka yang kristen ke gereja, dan demikian pula lainnya.
Agama juga menganjurkan agar umatnya menjadi yang terbaik, yaitu saling mengenal, memahami, menghargai, mengasihi, dan bahkan juga saling bertolong-menolong di dalam kebaikan.
Umpanya semua umat beragama, apapun agamanya, mampu menunjukkan perilaku terbaik sebagaimana perintah ajaran agamanya, maka sebenarnya tidak akan terjadi persoalan terkait agama orang lain dalam menjalani hidup sehari-hari begitupun aktivitas kita di era digitalisasi seperti intraksi di dunia maya konsep ini lah yang mesti diaplikasikan.
Menjadi Indonesia, sebagai warga negara digital adalah menyadari bahwa setiap kita merupakan bagian dari negara majemuk, multikulturalis, sekaligus demokratis.
Ramah, sopan santun, dan jujur. Sebagai warga negara Indonesia yang menyenangi era digital, tiap individu semestinya memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Maka nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan berpikir dan bertindak dalam membuat konten – konten digital,
Kita semua adalah manusia, sekalipun saat berada di dunia digital.
Pengguna internet berasal dari berbagai negara yang memiliki berbagai perbedaan. Berbagai fitur di internet memungkinkan kita berlaku etis atau tidak etis.
Bijak berkomunikasi di ruang digital bisa dilakukan dengan berhati-hati dalam mengunggah dan berbagi konten digital, menghargai perasaan dan memperlakukan pengguna ruang digital lain secara baik, mengendalikan emosi, menerapkan kesantunan.
Oleh karena itu pembuatan konten agama untuk disebarkan mestinya memuat kesejukan dan nilai-nilai toleran, karena Indonesia sendiri terdiri dari masyarakat majemuk berbagai latar agama, suku, dan budaya.
Konten agama mestinya patuh pada etika, berisi pesan moral yang inklusif, tidak provokatif, tidak mengandung unsur kebencian, hoaks, pornografi, radikalisme dan tidak intoleran, dalam membuat konten berbau agama yang toleran hendaknya juga tidak menyinggung polemik dan persoalan yang menyangkut SARA.
Rumuskan visi misi penyampaian pesan keagamaan yang memegang teguh pada landasan etik dan moral, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.