Opini Tribun Timur
Strategi Membangun Ekosistem Literasi di Sulsel
Mempeingati Hari Guru Nasional (HGN), pada 25 November 2021 yang lalu, penulis kembali menggagas Guru Bermutu di Sulawesi Selatan

Membaca buku 25 menit setiap hari selama sepekan, akan menguasai 52.500 kata, berarti dalam setahun rutin membaca buku akan menguasai 2.550.000 kata.
Artinya, seseorang yang rutin membaca buku dalam keluarga selama setahun, maka mereka telah menamatkan membaca buku baru minimal 40 judul.
Nah, salah seorang psikolog sosial terkemuka dari Amerika, James W. Pennebaker menegaskan kalau membaca dan menulis adalah irisan yang tidak bisa dipisahkan.
Menurut Pennebaker, membaca dan menulis, sesungguhnya sebuah terapi kejiwaan bagi manusia yang sangat efektif.
Jadi, menulis dalam keluarga dibutuhkan waktu minimal setiap hari 35 menit dengan menghasilkan dua halaman tulisan.
Dalam sebulan, seseorang yang rutin menulis dua halaman, akan menghasilkan 60 halaman.
Berarti untuk menulis satu judul buku baru dibutuhkan waktu tiga bulan dengan jumlah 180 halaman tulisan.
Jujur kedengarannya tidak terlalu sulit membangun budaya membaca dan menulis buku. Asal saja, dibutuhkan dua hal, pertama tekad yang kuat dan kedua komitmen yang tegas.
Hanya dengan tekad yang kuat, bisa menjadi pemicu sekaligus penguat membaca dan menulis. Sebab tanpa tekad yang kuat, seseorang takkan bisa membangun kebudayaan membaca dan menulis.
Selain dibutuhkan komitmen. Sebab hanya dengan komitmen yang kuat, seseorang bisa menjaga dan merawat konsistensi untuk melahirkan sebuah karya buku.
Sekolah Menulis
Benarlah jika Ali Syariati, kembali menegaskan kalau buku adalah makanan bagi jiwa dan pikiran. Buku juga bagaikan obat bagi penyakit yang mendera perasaan dan pikiran manusia.
Jika saja buku mengandung racun, jika buku dipalsukan akan timbul bahaya kerusakana yang sangat besar.
Karena itu, apa yang digagas Bupati Maros dan Wakil Bupati Maros Chaidir Syam dan Tina Buhari, menempatkan literasi sebagai sesuatu yang sangat penting dalam membangun karakter masyarakat Maros sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi peradaban.
Penulis, menggagas dan memprakarsai Sekolah Menulis Buku Maros Keren pertama di Sulawesi Selatan yang dilaksanakan Ikatan Pustakawan Indonesia Maros.