Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Andi Ina Kartika Sari dan Prospek Politisi Perempuan di Sulsel

publik nasional mengenal politisi perempuan asal Sulsel seperti Marwah Daud Ibrahim, Mubha Kahar Muang, Oelfah Syahrullah, dan Ulla Nuchrawaty

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Andi Ina Kartika Sari dan Prospek Politisi Perempuan di Sulsel
DOK
Mulawarman, Alumnus Fakultas Ekonomi Unhas

Oleh Mulawarman
Jurnalis, Alumni Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika Sari sepanjang pekan ini menjadi buah bibir.

Informasinya viral di WAG kalau kedudukannya sebagai Ketua Karang Taruna Sulsel periode 2021-2026, “dikudeta” oleh Hermansyah. Berbagai polemik muncul ke permukaan.

Mulai dari siapa aktor di belakang kudeta, pertarungan kepentingan politik di internal Golkar, hingga prospek politisi perempuan di Sulsel.

Sejumlah aktivis dan politisi senior pun ikut berkomentar.

Polemik semacam ITU bagus sebagai dinamika politik dan demokrasi.

Namun yang buruk adalah perilaku politisi yang mengambil jalan pintas, merampas jabatan orang lain dengan cara-cara yang tidak bermartabat, tidak prosedural yang seharusnya dilakukan oleh seorang petarung sejati yang berlaga di arena.

Seseorang yang mengambil jabatan orang lain secara diam-diam dengan menyalahi prosedur dapat disebut pencuri.
Sejatinya, demokrasi substantif adalah tujuan utama yang ingin dicapai oleh aktor-aktor politik yang memegang teguh prinsip dan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Bukankah budaya kita di Sulsel mengenal nilai siri, pesse, lempu, dan ada tongeng yang menjadi pilar martabat manusia yang mulia?

Saya ingin menyoroti kasus Andi Ina Kartika Sari dalam konteks prospek pengarusutamaan politik perempuan di Sulsel khususnya dan politik demokrasi secara keseluruhan. Pengarusutamaan politik perempuan berarti pengarusutamaan ide dan kiprah perempuan di dunia politik.

Bukan Sekadar Karang Taruna
Terlalu remeh kalau harus menanggapi laku politik yang tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi.

Karena seperti menjadi pemakluman bahwa di sistem demokrasi sering kali menyisakan residu, antara lain dengan munculnya aktor-aktor yang selalu mencoba mencari celah dan jalan pintas demi kepentingannya.

Pasalnya, para aktor ini seringkali berlindung di balik titik lemah AD/ART organisasi, kebebasan berorganisasi, dan berpendapat serta berekspresi yang dijamin dalam sistem demokrasi.

Meski dalam praktiknya perilaku mereka kadang merusak atau mengganggu kebebasan orang lain dan merusak demokrasi.

Karena fenomena residu demokrasi itu kerap terjadi, maka saya tidak terlalu anggap penting. Yang namanya residu, dia tidak akan bertahan lama, akan terhempas sendiri oleh angin yang menerpa.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved