Kasus Valencya
Update Kasus Istri Terancam Penjara karena Marahi Suami yang Mabuk, Valencya Menangis di Pengadilan
Valencya, ibu di Karawang membacakan pembelaan setelah dituntut 1 tahun pidana oleh jaksa Kejari Karawang
TRIBUN-TIMUR.COM - Hujan deras di sekitar Pengadilan Negeri Kelas II A Karawang saat Valencya, ibu di Karawang membacakan pembelaan setelah dituntut 1 tahun pidana oleh jaksa Kejari Karawang.
Ruang sidang begitu hening. Hanya terdengar hujan deras yang berkelindan dengan isak tangis Valencya (45) ketika membacakan pembelaan atas tuntutan hukumannya.
"Yang terjadi selama 2 tahun ini adalah habis gelap, terbitlah teror dan kriminalisasi," kalimat awal yang diucapkan Valencya dalam sidang, Kamis (18/11/2021).
Kemudian Valencya menceritakan kisah hidupnya bersama mantan suaminya Chan Yung Ching.
Sekitar 21 tahun silam, Valencya menikah dengan Chan yang merupakan warga Taiwan. Ia berharap warga Pontianak yang menikah dengan warga negara asing (WNA) bakal menaikan taraf hidupnya. Namun, nasib berkata lain. Ketika Valencya memutuskan pergi ke Taiwan ia justru dianggap sebagai TKW.
Valencya justru menikah dengan Chan yang merupakan duda anak tiga dengan perkejaan yang tidak tetap.
"Saya menikah dengan WNA Taiwan yang ternyata duda 3 anak, pemabuk, penjudi, tukang selingkuh dan tidak punya pekerjaan tetap," katanya.
Ia juga harus harus membayar mas kawin yang merupakan pinjaman Chan dari kakaknya.
"Di negeri orang, saya menjadi buruh tani dan pabrik," katanya.
Pulang ke Indonesia, Valencya menyebutkan dia harus menjadi kepala rumah tangga, ibu, pencari nafkah harus menerima keadaan bahwa suami pemabuk, penjudi, pemain perempuan dan suka foya-foya.
Valencya mengaku sudah tidak tahan hidup dengan Chan. Dalam pembelaannya ia kemudian mengajukan perceraian, akan tetapi justru mendapatkan ancaman untuk dipidanakan.
Benar saja, ia dipidanakan dalam tiga kasus berbeda. Selain kasus atas KDRT psikis, ia juga dilaporkan atas penggelapan mobil dan pemalsuan tandatangan.
"Berbagai laporan panggilan polisi dialamatkan kepada saya. Bahkan kepada ibu saya yang berumur 80 tahun dilaporkan ke Polsek Teluk Jambe sejak september 2019 hingga hari ini.
Apakah di negeri ini wanita menuntut kebaikan demi melepas belenggu dalam perbuatan melawan hukum lantas pantas ditindas dan dikriminalisasi," katanya.
Valencya juga menganggap kalau semua bukti dan fakta telah diabaikan dalam kasusnnya tersebut.
"Apakah hukum di negara ini benar ada? Semua bukti dan fakta hukum diabaikan. Apakah ini karena saya wanita yang buta hukum? Semua rekaman CCTV, rekaman suara, kesaksian yang meringankan semua diabaikan oleh jaksa dan polisi. Hampir setiap bulan saya menerima panggilan polisi mulai dari Polsek Teluk Jambe Timur, PPA Polda Jabar dan Polres Karawang dengan kasus yang direkayasa," katanya.
Ia mengaku, sebagai wanita, diperlakukan tidak adil oleh para penegak hukum.
"Bahwa saya memprotes keras tuntutan jaksa yang tidak sesuai fakta atas saksi persidangan anak saya. Di persidangan anak saya menyatakan bahwa mama tidak pernah mengusir papa saya. Di surat tuntutan, jaksa menulis mama saya pernah mengusir papa saya. Saya jadi bertanya-tanya, ada apa ini?," katanya.
Rieke Diah Pitaloka Turut Hadir
Aktivis perempuan sekaligus anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka mendampingi Valencya bacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Karawang.
Valencya merupakan ibu rumah tangga yang dituntut 1 tahun penjara oleh jaksa Kejari Karawang dalam kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Valencya didakwa melanggar pasal 45 Undang-undang Penghapusan KDRT. Dalam kasus ini, Valencya melakukan kekerasan psikis pada suaminya dengan memarahi karena suaminya disebut sering mabuk-mabukan.
Di sidang pleidoi, Valencya membacakan pembelaan di kertas sebanyak 20 halaman. Seusai persidangan, Rieke Diah Pitaloka berharap agar Valencya dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan.
"Tidak hanya meminta bebaskan Valencya, tapi kami dukung pembersihan sistem peradilan Indonesia," kata Rieke Diah Pitaloka.
Ia mengaku bangga dengan pembelaan yang disampaikan Valencya di persidangan.
"Bahwa pembelaan Valencya sangat hebat dan mewakili banyak orang di Indonesia," ucap dia.
KDRT sendiri meski sudah diatur di undang-undang khusus yang memuat ketentuan pidana di dalamnya, masih harus tetap mengutamakan prinsip dalam hukum pidana.
Yakni, ultimum remedium yang menyebutkan bahwa penegakan hukum pidana sebagai jalan terakhir.
Dalam kasus Valencya, seharusnya kasus KDRT bisa selesai di mediasi, tidak berlanjut di ranah publik dalam hal ini pengadilan.
"Kita mendukung peradilan Indonesia. Masih banyak polisi baik, banyak jaksa dan hakim baik. Saya yakin Jaksa Agung hingga Kapolri ini orang-orang luar biasa yang punya komitmen terhadap tugas-tugasnya," kata Rieke Diah Pitaloka.
Dalam kasus ini, jaksa yang terlibat dalam penuntutan Valencya dicopot dari jabatan.
Aspidum Kejati Jabar hingga Jaksa Dicopot dari Jabatan
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar Dwi Hartanta akhirnya dimutasikan setelah dinilai melakukan pelanggaran dalam kasus Valencya, yang dituntut satu tahun penjara karena marahi suami mabuk.
Sebelum dimutasi, Dwi Hartanta sempat dinonaktifkan dan menjalani pemeriksaan yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejagung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, mutasi tersebut sesuai dengan keputusan Jaksa Agung per tanggal 16 November 2021.
Dalam surat Jaksa Agung, kata dia, Dwi Hartanta dimutasikan sebagai Jaksa fungsional di Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan di Jakarta.
"(Sebagai) anggota satuan tugas khusus penyusunan kebijakan strategis," ujar Leonard, dalam keterangannya, Kamis (18/11/2021).
Saat ini, posisi Aspidum Kejati Jabar sementara diisi oleh Riyono sebagai Pelaksana Tugas (Plt). Riyono sendiri pejabat definitip Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar.
"(Plt) sampai dengan adanya pejabat definitif yang diangkat oleh Jaksa Agung," katanya.
"Mutasi ini merupakan bentuk pelaksanaan mutasi diagonal yang dilaksanakan dalam rangka proses pemeriksaan fungsional Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung," tambahnya.
Sebelumnya, Chan Yu Ching melaporkan istrinya Valencya atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) psikis. Valencya kemudian dituntut Jaksa dengan hukuman satu tahun penjara.
Dalam kasus ini, Kejagung menemukan dugaan pelanggaran hingga melakukan eksaminasi khusus. Selain Aspidum Kejati Jabar, 9 jaksa yang menangani perkara Valencya turut dicopot.
Pelanggaran yang dilakukan yakni ketidakpekaan Jaksa dalam penanganan kasus, tidak mengikuti pedoman dalam penuntutan, tak menjalani pedoman perintah harian Jaksa Agung hingga pembacaan tuntutan yang ditunda selama empat kali.
"Penanganan perkara terdakwa Valencya alias Nancy Lim dan juga terdakwa Chan Yu Ching akan dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, karena hal ini telah menarik perhatian masyarakat dan pimpinan Kejaksaan Agung," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak melalui siaran langsung di kanal YouTube Kejaksaan RI, Senin (15/11/2021).
Awal Mula Kasus
Kisruh rumah tangga terjadi di Karawang. Kali ini kisruh yang menimpa seorang ibu rumah tangga, Valencya (45) yang harus berhadapan dengan meja hijau.
Ia tak menyangka kalau teguran sebagaimana layaknya istri ketika suami pulang harus berujung pada hukum.
Tak tanggung-tanggung, ia dituntut satu tahun penjara. Valencya merasa keberatan karena ia memarahi suami yang sudah lama tak pulang bahkan saat pulang dalam kondisi mabuk.
Valencya (45) dituntut satu tahun penjara lantaran memarahi suami yang sering mabuk dan jarang pulang. Jaksa menyebut jika tindakan Valencya sudah terbuksi sah melakukan KDRT secara psikis.
Mendengar hal tersebut, tangis Valencya pun pecah. Hal ini terungkap dalam sidang di Pengadilan Negeri Karawang, Kamis (11/11/2021).
Jaksa menuntut terdakwa Valencya melanggar Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 5 huruf Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
"Memutuskan terdakwa terbukti secara sah melakukan KDRT psikis dan menjatuhkan pidana penjara satu tahun," kata JPU dalam persidangan.
JPU membacakan sejumlah barang bukti yang disita pelapor yakni satu lembar akta perkawinan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pontianak, satu lembar surat keterangan dokter, dan enam lembar print out hasil percapakan whatsapp terdakwa Valencya.
Lalu, barang bukti dari terdakwa Valencya yakni dua buah flash disik yang berisikan rekaman CCTV di tokonya.
"Barang bukti telah disita secara sah menurut hakim karena itu dapat digunakan untuk memperkuat pembuktian," kata JPU.
Dalam persidangan itu terdakwa Valencya sempat menangis tak terima karena tuntutan tersebut dinilainya tidak adil.
Sebab, dia memarahi suaminya karena kerap pulang dalam keadaan mabuk.
"Saya marah kan karena dia pulang mabuk, sudah gitu jarang pulang juga kan," ujar Valencya dalam persidangan itu.
"Saya bukan bunuh orang. Masa suami pulang mabok saya harus sambut dengan senyum manis," kata Valencya.
Hakim ketua sempat meminta terdakwa tenang dan menjawab tutuntan itu melalui pledoi atau pembelaan pada sidang berikutnya.
"Ibu bisa tenang gak?, nanti ada kesempatan untuk pembelaan dalam pledoi. Ini tuntutan bukan putusan," kata Hakim Ketua.
Air mata Valencya kembali jatuh saat berjalan keluar ruang sidang didampingi penasihat hukum dan keluarga.
"Dituntut sampai satu tahun, aneh saksi-saksi kita diabaikan semuanya diabaikan biar viral aja pak," tutur terdakwa Valencya sambil berjalan keluar ruang sidang.
Ia tak habis pikir sampai dituntut satu tahun penjara oleh jaksa penutut umum.
Menurutnya, tindakannya memarahi suami bukan tanpa alasan, sebab ia kesal suaminya pulang selalu dalam keadaan mabuk, bahkan suaminya juga sempat enam bulan tidak pulang ke rumah.
"Suami mabuk-mabukan istri marah malah dipidanakan. Ini perhatikan para istri, ibu-ibu se- Indonesia hati-hati tidak boleh marahi suami kalau suaminya pulang mabuk-mabukan. Harus duduk manis nyambut dengan baik, marah sedikit bisa dipenjara," ucap terdakwa Valencya sambil menangis.
"Ini saya punya dua anak di rumah sebagai ayah sebagai ibu, dituntut setahun. Saksi ahli harus dihadirkan katanya engga hadir ternyata ada, banyak kebohongan dihukum ini," kata Valencya lagi.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Hujan Deras Iringi Perlawanan Valencya pada Jaksa dan Polisi di Sidang Kasus Suami Mabuk-mabukan,