Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Wajah Pendidikan di Era Disrupsi

Era disrupsi mengharuskan setiap Negara mengembangkan dirinya selaras dengan masyarakat informatif. 

Editor: Suryana Anas
Dok Pribadi
Dr Hairuddin K, S.S, SKM, M.Kes Wakil Rektor IV Universitas Megarezky (Unimerz) Makassar 

Opini oleh Dr. Hairuddin K.,S.S.,S.KM.,M.Kes, Wakil Rektor IV Universitas Megarezky Makassar

A.  Pengantar: Dunia kearah Era Disrupsi

Perubahan adalah sesuatu yang bersifat niscaya. Setiap fase Perubahan sosial membawa atau mencerminkan perubahan yang sifatnya mendasar.

Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah wajah dunia memasuki era disrupsi. Mode-mode kehidupan sosial dan ekonomi secara alamiah berubah dan menciptakan tata kelola ekonomi baru.

Era disrupsi adalah sebuah era yang ditandai adanya inovasi yang menyebabkan perubahan besar dan mendasar disetiap sektor kehidupan manusia, khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Peradaban dunia telah menyaksikan revolusi teknologi yang mengubah tatanan masyarakat.

Dimulai dari revolusi mesin uap yang menyebabkan terjadinya revolusi industri dan dimulainya produksi misal barang-barang produksi.

Revolusi industri pada akhirnya menciptakan masyarakat industri. 

Fase revolusi industri dimulai diakhir abad ke-18.

Penemuan komputer menandakan masuknya peradaban kearah revolusi informasi.

Fase ini ditandai dengan massifikasi distribusi informasi melalui media komputer atau perangkat sejenis. 

Revolusi informasi menandai datangnya masyarakat berbasis informasi.

IoT, Big data, Artificial Intelligence, teknologi robot adalah beberapa contoh perkembangan lanjutan revolusi informasi. Fase revolusi informasi akhir pertengahan abad ke-20.

Kompleksitas, inovasi dan transformasi adalah ciri era-disrupsi.

Era disrupsi mengharuskan setiap Negara mengembangkan dirinya selaras dengan masyarakat informatif. 

Disrupsi pada prinsipnya adalah digitalisasi sektor-sektor strategis. Digitalisasi menjamin efektivitas dan efisiensi pembangunan sebuah negara.

Tantangan terberat era disrupsi terlatak pada budaya. Budaya digital adalah sesuatu yang relatif baru atau paling tidak kurang dikuasai atau dimanfaatkan dengan tepat. 

Digitalisasi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah hanya akan dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak produktif. 

Perubahan budaya adalah sebuah langkah yang paling tepat agar masyarakat kita mampu beradaptasi dengan era disrupsi.

Era disrupsi adalah tantangan. Era disrupsi dianggap gangguan bagi model sosial ekonomi klasik.

Kita akan memasuki era industri 5.0. Sebuah era yang ditandai oleh ditemukannya teknologi komunikasi 5G, yang akan mengakselerasi seluruh operasi bisnis barang dan jasa jauh lebih cepat dan efisien di banding teknologi komunikasi 4G.

Fase Industri 4.0 yang mengandalkan teknologi cyber physic akan digantikan oleh fase industri 5.0 yang biasa disebut era super smart society atau society 5.0.

Ciri paling utama era industri 5.0 adalah fusiantara cyber space dengan dunia nyata. Sebuah era dimana terjadi transformasi human to machine selain teknologi IoT, Artificial Intelligent, teknologi robot, big data dan block chain.

Fase industri 5.0 dengan disrupsinya mesti dijawab oleh bangsa ini dengan menggalakkan pembangunan infrastruktur digital, kolaborasi lintas platform digital harus secepatnya diwujudkan, membuat regulasi yang mempercepat transformasi agar roda perputaran barang dan jasa berjalan efektif dan efisien dan reformasi total sektor-sektor strategis semisal dunia pendidikan.

Transformasi besar-besaran disektor pendidikan harus dipercepat. Regulasi radikal dan implementasinya mesti diwujudkan sesegera mungkin. 

Dunia pendidikan kita harus berubah dan perlu dirombak total. Kebijakan Merdeka Belajar adalah salah satu contoh bagaimana dunia pendidikan harus beradaptasi dengan era disrupsi.

B.  Pendidikan di Era Disrupsi

Merevolusi dunia pendidikan di era disrupsi adalah sebuah keharusan. Problemnya, pendidikan di Indonesia, jangankan memasuki pendidikan era industri 5.0, di fase industri 4.0 pun belum terealisasi sepenuhnya. 

Penguasaan dan transformasi digital belum merata di seluruh Indonesia. Wajah pendidikan kita masih diwarnai ketimpangan antar wilayah ditanah air.

Infrastruktur digital belum sepenuhnya merata. Ketimpangan ini membuat wilayah Indonesia bagian timur tertinggal. Hal ini membuat tingkat adaptasi terhadap era disrupsi menjadi berbeda. 

Wilayah Timur Indonesia jauh tertinggal. Meskipun demikian pembangunan infrastruktur fisik setidaknya telah mendorong upaya kerah keadilan pembangunan infrastruktur digital yang menjadi syarat utama adaptasi era disrupsi.

Dunia pendidikan di Era Industri 5.0 atau era super smart society menekankan pada aspek nilai-nilai kemanusiaan yang utama seperti pendidikan karakter, moral dan keteladanan. 

Tujuan pendidikan 5.0 tidak lain menjawab disrupsi yang dihasilkan oleh era industri 4.0. Pendidikan harus berorientasi untuk menciptakan generasi abad 21 yang memiliki 4 jenis kecakapan 4C yakni : creativity, critical thinking, communication dan collaboration) .Pendidikan 5.0 bertujuan memberikan kepada peserta didik 6 literasi dasar yakni literasi numeric, literasi sains, literasi informasi, literasi finansial, literasi budaya dan literasi kewarganegaraan. Mewujudkan tujuan pendidikan 5.0 juga tidak bisa dilepaskan darikualitas pendidik.

Pendidik adalah sosok yang sangat sentral bagi trans formasi dan menjawab segala tantangan era disrupsi. Pendidik di era pendidikan 5.0 tidak lagi menjadi satu-satunya subyek pengetahuan. 

Pendidik lebih berposisi sebagai fasilitator dan mitra pembelajaran yang harus memiliki kemampuan inovatif dan dinamis dalam proses pembelajaran.

Pendidik diharuskan memiliki kemampuan penguasaan teknologi digital khususnya revolusi digital era 4.0 seperti IoT, Artificial Intelligent, Big data dan teknologi robot. 

Penguasaan seperti ini membutuhkan kecakapan literasi, meliputi : 

 1) literasi data yakni sebuah kemampuan membaca, mengklasifikasi, menganalisis dan aplikasi informasi dalam rupa big data.

2) literasi teknologi yang mengharuskan pendidik menguasai hardware perangkat digital, memahami berbagai bentuk aplikasi teknologi digital semisal artificial intelligence, coding, machine learning, biotech dan sebagainya. 

3) Literasi manusia yang mengharuskan pendidik menguasai komunikasi, kolaborasi, kecakapan moral dan karakter.

Pendidik di era pendidikan 5.0 memiliki tantangan yang tidak ringan.

Di tengah keterbatasan infrastruktur teknologi para guru diharapkan untuk memenuhi kecakapan pendidik abad 21 seperti penguasaan digital literasi, yang besar kemungkinan sulit diwujudkan.

Ketimpangan pembangunan wilayah menjadi simpul masalah mentransformasi guru diseluruh Indonesia untuk sampai ditingkat pendidik 5.0.

Keterampilan berupa soft skill seperti komunikasi, kolaborasi dan kepemimpinan mungkin saja dapat diwujudkan.

Namun penguasan yang berkaitan dengan digitalisasi akan sangat sulit diwujudkan bila ketimpangan pembangunan khususnya pembangunan infrastruktur digital masih terjadi.

Ketimpangan pembangunan infrastruktur menghasilkan kesenjangan digital.

Pemerintah harus membantu dunia pendidikan dengan membuat regulasi dan pembiayaan percepatan pembangunan infrastruktur digital khususnya diwilayah yang minim infrastruktur digitalnya. 

Pemerintah harus memprioritaskan penanganan kesenjangan digital jika ingin dunia pendidikan kita bertransformasi kearah era pendidikan 5.0.

Kesenjangan digital tidak berada ditangan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan namun merupakan tugas Kementrian Komunikasi dan Informasi.

Kementrian Komunikasi dan Informasi mencanangkan 4 strategi yakni: Penguatan infrastruktur digital, adopsi teknologi pendukung, pengembangan talenta digital dan pembentukan hukum yang tepat untuk melengkapi regulasi primer.

Pemerintah melalui Kominfo merencanakan peluncuran High-Throughput Satelit SATRIA-1. Satelit multifungsi yang berguna untuk melengkapi jaringan kabel serat optik.

Satelit ini akan menambah luas jangkauan infrastruktur digital khususnya internet.

Munculnya pandemi covid-19 seperti pertanda datangnya masa dimana percepatan pembangunan infrastruktur digital menjadi niscaya. 

Pendidikan di era pandemi beserta problematikanya tidak lain juga disebabkan kesenjangan digital, contohnya pembelajaran online yang bermasalah.

Era pandemi adalah disrupsi alamiah. 

Sebuah disrupsi yang memaksa dunia pendidikan untuk beradaptasi dengan pembelajaran yang sepenuhnya digital sedariawal.

Kehidupan new normal adalah pertanda bahwa konten pembelajaran digital akan semakin diterapkan dalam dunia pendidikan.

Mau tak mau, pendidik dan peserta didik harus meningkatkan kapasitasnya agar mampu menjawab tantangan pendidikan berbasis digital ini.

Transformasi digital yang menjadi trend pendidikan adalah sesuatu yang tak terhindarkan.

Seluruh komponen bangsa diharapkan dapat mendukung proses percepatan transformasi digital disetiap sector kehidupan berbangsa.

Pendidikan sebagai salah satu pilar kemajuan bangsa harus direvolusi agar bisa beradaptasi dengan trend global.

Transformasi digital dunia pendidikan harus meninggalkan system pendidikan konservatif. Memasuki era pendidikan 5.0 mensyaratkan perlawanan terhadap segala jenis konservatisme pendidikan

Konservatisme pendidikan tidak hanya berkaitan dengan system namun juga transformasi sumber daya manusia khususnya pendidik. 

Diharapkan transformasi SDM pendidik kearah pendidikan 5.0 dapat segera terwujud dan merata di semua wilayah.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Manuver KPU RI

 

Taubat Politik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved