Headline Tribun Timur
Keraguan yang Terlalu Berat, Nurdin Abdullah Dituntut 6 Tahun Penjara Plus Cabut Hak Politik
Pakar hukum pidana Universitas Bosowa (Unibos), Prof Dr Marwan Mas, menyebut tuntutan JPU KPK tersebut telah mencederai rasa keadilan masyarakat.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah (NA) dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam sidang lanjutan terdakwa dugaan Tipikor perizinan dan infrastruktur di Sulsel tahun anggaran 2020-2021 di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (15/11/2021). Itu tuntutan pokoknya.
NA juga dituntut tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun serta membayar uang pengganti sebanyak Rp3.187.600.000 dan 350 ribu Dollar Singapura.
JPU KPK menilai NA terbukti melanggar dua pasal sekaligus.
Pertama, Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor seperti diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kedua, Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Pakar hukum pidana Universitas Bosowa (Unibos), Prof Dr Marwan Mas, menyebut tuntutan JPU KPK tersebut telah mencederai rasa keadilan masyarakat.
Tuntutan itu, menurut Prof Marwan, sekaligus menunjukkan bahwa JPU KPK ragu pada dakwaannya sendiri.
“Nah, karena hanya dituntut 4 tahun, tuntutan minimal dari pasal tersebut, itu artinya KPK ragu pada dakwaannya, bisa terbukti tidak!” ujar Prof Marwan.
Andai JPU KPK yakin dengan dakwaannya sendiri, maka JPU KPK menuntut NA penjara 20 tahun atau hukuman seumur hidup.
Kendati disebut “tuntutan penuh keraguan” oleh pakar hukum pidana, Penasihat Hukum NA justeru menilai itu terlalu berat.
“Tuntutan enam tahun terlalu berat. Karena selama ini fakta persidangan tidak terlalu kuat untuk menjerat klien kami,” kata Penasihat Hukum NA, Irwan Irawan.
Selengkapnya, silakan baca melalui Harian Tribun Timur edisi Selasa 16 November 2021.