Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sidang Nurdin Abdullah

Penampakan Surat Tuntutan KPK untuk Gubernur Sulsel Nonaktif Nurdin Abdullah, Isinya 500 Halaman

Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah akan menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ( Pengadilan Tipikor )

Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Edi Sumardi
TRIBUN TIMUR/MUHAMMAD ABDIWAN
Jaksa KPK, Dody Silalahi memperlihatkan surat tuntutan KPK kepada Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah yang akan dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ( Pengadilan Tipikor ), Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Makassar, Sulawesi Selatan ( Sulsel ), Senin (15/11/2021) siang ini. 

Supaya dapat dikerjakan oleh perusahaan milik Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin, yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Perbuatan yang dilakukan dengan cara-cara antara lain sebagai berikut:

Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Atau kedua, perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun.

Dan kedua, bahwa perbuatan Terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya berjumlah Rp6,5 miliar dan SGD200 ribu.

Haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya, dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas terdakwa selaku Gubernur Sulawesi Selatan periode tahun 2018 sampai dengan 2023.

Yang merupakan Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.(*)

Sumber: Tribun Timur
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved