Klakson
Makassar 414
Kota yang dulunya dibangun di tepi pantai ini pada periode raja Gowa ke-9 bergelar Tomaparisi Kallonna (1510-1546) berkembang dari waktu.
Oleh: Abdul Karim
Majelis Demokrasi dan Humaniora
Di kawasan tengah dan timur negeri ini, barangkali tak ada kota menandingi Makassar.
Kota yang dulunya dibangun di tepi pantai ini pada periode raja Gowa ke-9 bergelar Tomaparisi Kallonna (1510-1546) berkembang dari waktu.
Konon, sang raja lah penggerak awal transformasi kota ini. Dibawah panji kebesaran kerajaan Gowa kala itu, sang raja memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pesisir.
Lalu mendirikan sebuah benteng di muara Sungai Jeneberang. Ekonomipun bergerak di tepi pesisir panjang itu.
Tak heran kiranya, pada abad 16, Makassar menjadi pusat perdagangan global yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Dijaman itu, kota yang kini berusia empat abad lebih tampil sebagai kota kaya.
Dijaman kini pun, kota ini tetaplah sebagai kota kaya. Ia menjadi salah satu pasar dunia yang menggiurkan kaum kaya dan diimpikan kaum papa.
Segala hal, dijual dan terjual di kota ini. Dengan itulah, migrasi dari pedalaman Sulawesi bergelombang disetiap zaman. Kota ini terbuka 24 jam menerima kaum migran dari segala arah.
Itulah karenanya, Kota ini sangat inklusif. Ia tegak tanpa tanda tembok pembatas yang istimewa.
Di empat arah mata angin tak ada penanda batas kota yang megah. Kemegahan kota terpajang saat kita merangsek masuk kedalamnya.
Barang, jasa, hingga harga diri terjual di kota ini. Yang halal dan yang haram tak lagi menjadi perdebatan sengit dalam sebuah transaksi.
Sebab yang inti adalah gerak kota ini nyata sebagai gerak ekonomi. Pasar--dalam arti transaksi--meluas disegala penjuru.
Dibibir jalan utama kota, hingga lorong/gang sempit nan kumuh semua berubah menjadi ruang pasar yang berarti uang.