Perjanjian Bongaya
Gegara Perjanjian Bongaya, 2 Kerajaan Besar di Sulawesi Ini Runtuh, Isinya Monopoli VOC di Makassar
Inilah Isi Perjanjian Bongaya yang Jadi Alat Berlakunya Monopoli VOC di Bumi Makassar, Dua Kerajaan di Sulawesi Ini Tumbang Karena Berani Menentangnya
Arung Palakka menerima permintaan dari VOC dengan alasan ingin membalas kekalahannya atas Gowa-Tallo dan merebut kembali kemerdekaan Bone.
Akhirnya, Kesultanan Gowa harus menghadapi dua kekuatan tersebut sekitar tahun 1660.
Ketika tidak sanggup lagi melawan, Kesultanan Gowa sepakat untuk menandatangani isi Perjanjian Bongaya.
Meskipun disebut perjanjian damai, kenyataannya perjanjian Bongaya menjadi alat pengesah monopoli perdagangan VOC di Makassar.
Isinya tidak jauh dari penguatan pengaruh VOC di Makassar, yang termasuk juga memaksa Makassar mengaku monopoli VOC.
Saat itu Makassar dikuasai oleh Kesultanan Gowa.
Kemudian Makassar dipersempit hingga sampai Gowa saja, dan Gowa dibuat tertutup bagi orang asing selain VOC.
Perjanjian Bongaya juga mengatur Kerajaan Gowa untuk membayar ganti rugi atas peperangan yang telah terjadi sebelumnya,
kemudian benteng-benteng yang ada harus dihancurkan semua kecuali Benteng Rotterdam.
Sebagai pihak yang membantu VOC bertempur melawan Kesultanan Gowa, Arung Palakka juga mendapatkan keuntungan dari perjanjian ini.
Disepakati bahwa Sultan Hasanuddin harus mengakui Arung Palakka sebagai Raja Bone.
Perlawanan sempat dilancarkan kembali oleh Sultan Hasanuddin, tapi VOC kembali bisa mengalahkannya.
Memakan Korban
Pada 12 Juni 1669, Benteng Somba Opu jatuh ke tangan Belanda.
Sementara Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.