Ayah Cabuli Putrinya
Fakta Baru Kasus Dugaan Pemerkosaan 3 Anak di Luwu Timur, Ada Peradangan
Maka tim supervisi meminta kepada para korban untuk melakukan pemeriksaan di dokter spesialis kandungan.
Penulis: Ivan Ismar | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUNLUTIM.COM, MALILI - Tim Mabes Polri mengungkap fakta baru kasus dugaan pemerkosaan ayah kepada anak kandungnya di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Dugaan pemerkosaan tiga anakdi bawah umur itu mencuat pasca RS melaporkan mantan suaminya, SA ke Polres Luwu Timur pada Rabu (9/10/2019).
RS melaporkan SA telah memperkosa anak kandungnya sendiri masing-masing berinisial AL (8), MR (6) dan AS (4).
Belakangan, kasus 2019 yang berstatus SP3 ini viral setelah ramai dibagikan di akun media sosial.
Baik pelapor dan terlapor ini adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Timur.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono menyampaikan laporan pelaksanaan tim supervisi dan asistensi penyelidikan pengaduan RS, atas dugaan tindak pidana pencabulan anak di bawah umur.
Rusdi mengatakan tim telah turun sejak 10 Oktober 2021, terdiri dari tim Mabes Polri dipimpin Kombes Pol Elvy Assegaf, tim Divisi Propam Polri dan Polda Sulsel.
Beberapa fakta ditemukan oleh tim disampaikan Rusdi yaitu penyidik menerima surat pengaduan dari saudara RS pada 9 Oktober 2019.

Isi surat pengaduan ini, RS melaporkan bahwa diduga telah terjadi peristiwa pidana yaitu perbuatan cabul.
Sekali lagi dalam surat pengaduan tersebut, RS melaporkan diduga telah terjadi peristiwa perbuatan cabul.
"Jadi bukan perbuatan tindak pidana perkosaan seperti yang viral di media sosial dan juga menjadi perbincangan publik," kata Rusdi di di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa (12/10/2021) malam.
Kedua, kata dia, pada 9 Oktober 2019, penyidik telah meminta visum et repertum di Puskesmas Malili dan pada 15 Oktober 2019 visum diterima yang ditandatangani dr Nurul.
Kemudian tim melakukan interview kepada dr Nurul pada 11 Oktober 2021.
Hasil interview, dr Nurul mengatakan hasil pemeriksaan tidak ada kelainan pada organ kelamin dan dubur korban.
Fakta yang ketiga, lanjut Rusdi, pada 24 Oktober 2019, penyidik meminta visum et repertum ke RS Bhayangkara Makassar, hasil dari visum keluar pada 15 November 2019 ditandantangi dr Deny Matius.
Hasilnya, pertama tidak ada kelainan pada alat kelamin dan dubur, kedua perlukaan pada tubuh lain tidak ditemukan.
Fakta keempat, pada 31 Oktober 2019, tim penyidik atau supervisi mendapat informasi pada tanggal tersebut, RS telah melakukan pemeriksaan medis terhadap ketiga anaknya di RS Vale Sorowako.
Kemudian informasi ini didalami tim supervisi dan asistensi, tim kemudian melakukan interview kepada dr Imelda (spesialis anak di RS Vale Sorowako) yang melakukan pemeriksaan pada 31 Oktober 2019.
"Kemudian tim melakukan interview pada 11 Oktober 2021 dan didapati keterangan bahwa terjadi peradangan di sekitar vagina dan dubur," katanya.
"Sehingga ketika dilihat ada peradangan pada vagina dan dubur diberikan obat antibiotik dan paracetamol dan obat nyeri," lanjutnya.
Hasil interview kata Rusdi disarankan kepada orang tua korban dan juga kepada tim supervisi agar dilakukan pemeriksaan lanjutan kepada dokter spesialis kandungan.
"Ini masukan dari dokter Imelda untuk memastikan perkara tersebut," katanya.
Yang kelima, tim melakukan interview dengan petugas P2TP2A Luwu Timur yaitu Julaeha dan Firawati yang telah melakukan asesmen dan konseling kepada RS dan ketiga anaknya.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 8, 9 dan 15 Oktober 2019, hasil kesimpulan tidak ada tanda-tanda trauma terhadap tiga korban kepada ayahnya.
Selanjutnya, untuk mengetahui ada tidaknya tindak pidana perbuatan cabul seperti yang terdapat di dalam surat aduan RS dan juga menindaklanjuti saran dokter Imelda.
Maka tim supervisi meminta kepada para korban untuk melakukan pemeriksaan di dokter spesialis kandungan.
Dimana pemeriksaan tersebut tentunya didampingi ibu korban dan juga pengacara dari LBH Makassar.
"Disepakati ibu korban, pemeriksaan tersebut akan dilaksanakan di RS Vale Sorowako, sekali lagi RS ini pilihan dari ibu korban," katanya.
"Tetapi pada 12 Oktober 2021, kesepakatan tersebut dibatalkan oleh ibu korban dan pengacaranya, dengan alasan anaknya takut trauma," lanjut Rusdi.
Brigjen Rusdi mengatakan tentunya kasus ini masih berproses.(*)