Arfandy Idris Ungkap Dinamika APBD Sulsel: Utang Pemprov atau Gagal Bayar
Arfandy menilai, perda APBD tahun 2020 tersebut hanya dibuat dan ditetapkan sebagai pemenuhan kebutuhan aturan semata.
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Abdul Azis Alimuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Anggota DPRD Sulsel Fraksi Partai Golkar Arfandy Idris mengungkapkan pandangannya terhadap perjalanan ABPD Sulsel 2020 lalu.
Arfandy mengungkapkan, APBD Sulsel 2020 lalu telah hilang wujudnya karena tidak lagi menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan daerah.
Menurutnya, APBD Sulsel 2020 tidak lagi sesuai apa yang telah ditetapkan sebagai program dan kegiatan pemerintah daerah pada tahun 2020.
Arfandy menilai, perda APBD tahun 2020 tersebut hanya dibuat dan ditetapkan sebagai pemenuhan kebutuhan aturan semata.
"APBD Sulsel 2020 telah diubah dengan kata parsial atau refocusing dan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah atau PERKADA," kata Arfandy dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tribun, Selasa (12/10/2021) malam.
Arfandy mengungkapkan, sangat disayangkan perubahan tersebut tanpa ada koordinasi/konsultasi dengan DPRD Sulsel terhadap perubahan tersebut.
Katanya menggunakan aturan permendagri tahun 2019 tentang pedoman penyusunan APBD tahun 2020.
Namun menabrak peraturan lainnya. Seperti peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah dan peraturan lainnya.
Sehubungan hal tersebut, Arfandy mempertanyakan apakah kebijakan tersebut telah dipertimbangkan secara baik.
Telah direncanakan dengan baik dan apakah mengacu pada pencapaian RPJMD pemerintah daerah sulawesi selatan.
Dan paling ironi lagi, kata Arfandy, karena perubahan parsial yang dilakukan bukan lagi parsial tetapi perubahan perda APBD tahun 2020.
"Sehingga program yang telah ditetapkan dalam APBD 2020 diubah tanpa memperhatikan lagi indikator kinerja sesuai dengan RKPD," katanya.
Arfandy mengatakan, KUA PPAS dan RKA yang telah disepakati bersama antara DPRD dan Gubernur Sulsel. Waktu telah berlalu.
Bagi Arfandy, tahun anggaran telah berlalu, telah disetujui Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2020.
Namun demikian, Arfandy menilai, masih ada bengkalai pengelolaan keuangan daerah yang perlu mendapat perhatian dan kebijakan pemerintah untuk menyelesaikannya.
Yaitu adanya beberapa kegiatan yang diberi label sebagai kegiatan yang ada Surat Perintah Membayar (SPM) sebesar 304 M dan kegiatan yang NON SPM sebesar 123 M.
Yang tidak terbayarkan pada tahun anggaran 2020.
Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan APBD tahun 2020 dengan berbagai penyebabnya yang diberikan keterangan lisan maupun tertulis oleh pemerintah daerah Sulawesi Selatan.
Arfandy mengungkapkan, masalah-masalah itu antara lain pertama, adanya kondisi darurat dan mendesak yang harus dilaksanakan oleh seluruh pemerintahan yaitu penanganan pandemi covid 19.
"Di mana pemerintah pusat mengeluarkan PERPRES dan ditindaklanjuti dengan peraturan menteri keuangan dan peraturan menteri dalam negeri untuk melakuka Refocusing kegiatan dan anggaran APBD untuk diarahkan penaganan pandemi covid 19," katanya.
Kedua, turunnya pendapatan daerah atau realisasi pendapatan yang tidak dapat dicapai diakibatkan dari adanya kebijakan mengurangi kegiatan ekonomi masyarakat.
Untuk menghambat penularan virus covid 19 lebih meluas pada masyarakat sehingga target pendapatan daerah tidak tercapai.
Ketiga, tidak bergeraknya kegiatan ekonomi masyarakat dan fasilitasi pemerintah sehingga tidak ada interaksi masyarakat secara menyeluruh dalam memproduksi produk dan jasa.
Begitu pula menurunnya daya beli masyarakat .
Kondisi inilah yang mengakibatkan berbagai kegiatan pemerintahan dan masyarakat tidak bisa berjalan sebagaimana adanya.
Tidak berjalan padahal pemerintah daerah bersama DPRD Sulsel bersepakat APBD tahun 2020 perlu segera melakukan penyiapan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.
Dengan dana yang disepakati untuk refocusing sebesar 500 milad untuk membiayai kondisi pandemi covid 19 tahun 2020.
"Tetapi sangat disayangkan karena pemerintah daerah tidak pernah transparan menyampaikan kegiatan dan anggaran apa saja direfocusing, sehingga bisa menutupi kebutuhan anggaran tersebut," katanya.
Bahkan, kata Arfandy, seolah-olah segala sesuatunya menjadi kewenangan pemerintah daerah mengubah, memotong dan menempatkan anggaran dengan melakukan perubahan parsial.
Bahkan sampai 7 kali.
Bahkan setelah dilakukan penetapan perubahan APBD tahun 2020 masih melakukan perubahan parsial.
Sehingga Badan Pemeriksa Keuangan menemukan ada anggaran sebesar 303 M tapi tidak ada dokumen persetujuan DPRD Sulsel.
Seakan akan DPRD sebagai mitra pemerintah daerah diabaikan fungsinya. Yaitu pengawasan dan anggaran.
"Sehingga adanya kondisi urang atau dapat disebut gagal bayar pemerintah daerah pada pihak ketiga yang telah menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan dokumen pekerjaan," kata Arfandy.
Arfandy melanjutkan, dengan kata tidak ada anggaran pada akhir tahun anggaran 2020.
Kondisi inilah membuktikan pula bahwa pemerintah daerah tidak cermat dalam menyusun perencanaan.
Menurutnya, hal itu perlu menjadi perhatian bagi plt gubernur agar mengevaluasi kinerja tim keuangan pemerintah daerah.
Apa yang dilakukan tim keuangan ini sangat merugikan untuk pelaksanaan pembangunan daerah.
Karena menjadi beban utang pemerintah daerah dan akan mengganggu program yang termuat pada APBD tahun 2021.
Sangat disayangkan bahwa dalam RKPD dan KUA PPAS tahun 2021 tidak ada kebijakan terkait bayar utang tersebut.
Padahal diketahui pemerintah daerah ada tunggakan utang atau gagal bayar sehingga menambah keyakinan bahwa memang tim keuangan ini tidak cermat dalam mengelola keuangan daerah dan berpotensi menjadi masalah baru dalam tahun anggaran 2021.
Metode atau cara membayar utang tersebut tidak diketahui, mungkin sudah terbayar.
Namun demikian perlu adanya akuntabilatas dan transparansinya bagaimana mendapatkan porsi anggaran, ditempatkan nomenklatur apa, besaran utang dan lainnya.
"Hal ini kami patut pertanyakan karena dalam dokumen APBD tahun 2021 tidak ada tercantum anggaran bayar utang atau mungkin ada namun dalam nomenklatur yang berbeda sehingga tidak diketahuinya," kata Arfandy.
Arfandy mengatakan, APBD Tahun 2021 baru saja ditetapkan namun belum berjalan.
Bahkan pada bulan januari telah dilakukan perubahan parsial yang tidak diketahui kenapa sampai dilakukan parsial kenapa tidak dilakukan perbaikan, merubah lebih awal sesuai dengan kebutihan sebelum penetapan apbd tahun 2021.
Kondisi ini berlanjut sampai perubahan parsial sebanyak 3 kali. Kondisi Ini lagi menandakan bahwa tim keuangan pemerintah daerah propinsi tidak cermat dalam pengelolaan keuangan daerah.
Apalagi perubahan parsial tersebut tanpa dilandasi aturan. Seperti siapa yang memerintahkan apa saja kegiatan yang di parsialkan.
Belum lagi kalau dibicarakan sampai pada perubahan anggaran tahun 2021 lebih parah lagi karena pemerintah daerah tidak konsisten dalam memberikan keterangan dan data dalam dokumen seperti memberi keterangan bahwa pendapatan daerah akan mengalami penurunan karena beberapa sumber pendapatan tidak mencapai target, namun disisi lain bisa menambah pendapatan.
Semakin banyak hal yang masih perlu dipertanyakan, namun perlu tindakan ke hati hatian dalam pengelolaan keuangan daerah.
Perlu kami mengingatkan mempersiapkan seluruh dokumen wajib seperti RKPD perubahan tahun 2021 dan dokumen lainnya.
Mudah mudahan kondisi ini kita ketahui bersama supaya bisa kita renungkan secara baik untuk memperbaikinya.
Tetapi kalau kita semua mengganggap apa yang kita lakukan sudah BENAR maka silahkan dilanjutkan.
"Kami menyarankan kepada TAPD sulawesi selatan agar kembali memperhatikan secara cermat prinsip prinsip dalam penyusunan perencanaan APBD pada tahun tahun berikutnya sesuai dengan peraturan perundang undangan yang ada sehingga dapat keluar dari permasalahan bukannya menyelesaikan masalah bahkan menambah masalah dikemudian hari," ujar Arfandy.(*)