Arfandy Idris Ungkap Dinamika APBD Sulsel: Utang Pemprov atau Gagal Bayar
Arfandy menilai, perda APBD tahun 2020 tersebut hanya dibuat dan ditetapkan sebagai pemenuhan kebutuhan aturan semata.
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Abdul Azis Alimuddin
Yaitu adanya beberapa kegiatan yang diberi label sebagai kegiatan yang ada Surat Perintah Membayar (SPM) sebesar 304 M dan kegiatan yang NON SPM sebesar 123 M.
Yang tidak terbayarkan pada tahun anggaran 2020.
Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan APBD tahun 2020 dengan berbagai penyebabnya yang diberikan keterangan lisan maupun tertulis oleh pemerintah daerah Sulawesi Selatan.
Arfandy mengungkapkan, masalah-masalah itu antara lain pertama, adanya kondisi darurat dan mendesak yang harus dilaksanakan oleh seluruh pemerintahan yaitu penanganan pandemi covid 19.
"Di mana pemerintah pusat mengeluarkan PERPRES dan ditindaklanjuti dengan peraturan menteri keuangan dan peraturan menteri dalam negeri untuk melakuka Refocusing kegiatan dan anggaran APBD untuk diarahkan penaganan pandemi covid 19," katanya.
Kedua, turunnya pendapatan daerah atau realisasi pendapatan yang tidak dapat dicapai diakibatkan dari adanya kebijakan mengurangi kegiatan ekonomi masyarakat.
Untuk menghambat penularan virus covid 19 lebih meluas pada masyarakat sehingga target pendapatan daerah tidak tercapai.
Ketiga, tidak bergeraknya kegiatan ekonomi masyarakat dan fasilitasi pemerintah sehingga tidak ada interaksi masyarakat secara menyeluruh dalam memproduksi produk dan jasa.
Begitu pula menurunnya daya beli masyarakat .
Kondisi inilah yang mengakibatkan berbagai kegiatan pemerintahan dan masyarakat tidak bisa berjalan sebagaimana adanya.
Tidak berjalan padahal pemerintah daerah bersama DPRD Sulsel bersepakat APBD tahun 2020 perlu segera melakukan penyiapan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.
Dengan dana yang disepakati untuk refocusing sebesar 500 milad untuk membiayai kondisi pandemi covid 19 tahun 2020.
"Tetapi sangat disayangkan karena pemerintah daerah tidak pernah transparan menyampaikan kegiatan dan anggaran apa saja direfocusing, sehingga bisa menutupi kebutuhan anggaran tersebut," katanya.
Bahkan, kata Arfandy, seolah-olah segala sesuatunya menjadi kewenangan pemerintah daerah mengubah, memotong dan menempatkan anggaran dengan melakukan perubahan parsial.
Bahkan sampai 7 kali.