Kebun Raya Bogor
Ada GLOW di Kebun Raya Bogor, Greg Hambali: Sarana Anak Mengenal Lebih Jauh Aneka Flora Indonesia
"Program GLOW ini tentu bagus karena membuka ruang besar agar Kebun Raya Bogor menjadi tujuan anak-anak mengenal jauh flora Indonesia," ujarnya.
TRIBUN-TIMUR.COM - Sekolah tatap muka sudah mulai diterapkan berbagai sekolah di Indonesia.
Meski sebagian besar sekolah, baik negeri maupun swasta, masih menerapkan program tatap muka terbatas.
Sejalan dengan itu, manajemen Kebun Raya Bogor (KRB) menawarkan Konsep eduwisata baru bertajuk GLOW.
Dikutip dari rilis yang diterima tribun-timur.com, Program GLOW di Kebun Raya Bogor ditanggapi sebagai sinyal positif bagi anak-anak sekolah.
Peneliti senior Gregori ‘Greg’ Garnadi Hambali turut memberikan komentar dan pendapat tentang program GLOW tersebut.
"Program ini tentu bagus karena membuka ruang besar agar Kebun Raya Bogor menjadi tujuan anak-anak mengenal jauh flora Indonesia," ujarnya.
Menurutnya, GLOW dapat mengarahkan anak-anak untuk melakukan penelitian dan pengamatan yang lebih mendalam, terutama terhadap flora dan fauna KRB yang aktif pada malam hari.
Di KRB terdapat berbagai tanaman yang justru aktif bereproduksi pada sore hingga malam hari. Seperti, pohon petai, pohon kapuk, hingga pohon durian.
Menurutnya, program GLOW juga berkaitan dengan upaya edukasi tentang konservasi tumbuhan yang juga diterapkan oleh pengelola Kebun Raya Bogor.
“Kalau kita di sini alergi penelitian malam hari, bagaimana kita bisa lihat mengupayakan konservasinya?," ujar Greg Hambali, Jumat (8/10/2021).
"Jadi kita mesti paham proses apa yang terjadi di alam ini secara holistik, bukan sepotong-sepotong. Prosesnya malam itu berkesinambungan,” sambung Greg Hambali.
Mengamati Tumbuhan
Dia menambahkan, dengan adanya program GLOW, anak-anak yang datang dapat melihat dan mengamati tumbuhan yang aktif pada malam hari.
Sekaligus melihat tayangan video mapping tentang sejarah, konservasi dan penelitian di Kebun Raya Bogor dengan latar belakang pepohonan.
Menurut Greg Hambali, konsep ini perlu diapresiasi. Ada baiknya semua pihak datang untuk melihat langsung agar mengerti makna yang disampaikan dari program GLOW sendiri.
“Dengan program GLOW ini, akan membuat lebih banyak anak-anak tertarik datang ke Kebun Raya Bogor,” tutur pria yang dikenal sebagai Bapak Aglaonema ini.
Sementara itu, General Manager Corporate Communication & Security PT Mitra Natura Jaya Zaenal Arifin, menambahkan program GLOW menjadi terobosan KRB setelah lama vakum karena pandemi Covid.
"Program GLOW ini menjadi kesempatan bagi anak-anak untuk belajar lebih dalam tentang flora-fauna yang terjadi di lingkungannya, bukan saja di siang hari tapi juga di malam hari," lanjutnya.
“Dengan program ini pula, semoga anak-anak kita harus memperhatikan kehidupan alam sekitar. Jadi jangan alergi terhadap hal-hal yang baru,” imbuhnya.
Siapa Gregori Garnadi Hambali?
Mengenal nama Gregori Garnadi Hambali atau yang biasa disapa Greg Hambali merupakan peneliti lepas setelah berhenti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Greg adalah nama yang melekat di kalangan komunitas penggemar tanaman hias khususnya Aglaonema. Bahkan Greg dijuluki Bapak Aglaonema Indonesia.
Sudah lebih 20 tahun Gregori Garnadi Hambali melakukan penyilangan tanaman hias.
Greg merupakan pemegang Master of Science (MSc) dalam bidang Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik, Departemen Biologi Universitas Birmingham, Inggris, 1976.
Dari tangan Greg, muncul berbagai persilangan Aglaonema baru salah satunya aglaonema Pride of Sumatra.
Kemudian karya paling fenomenalnya adalah Aglaonema Harlequin yang terjual Rp 660 juta pada tahun 2006.
Dikutip dari web Lipi.go.id, dalam tulisan Gregori Garnadi Hambali : Memberi Orang Gairah Hidup, namanya dikenal mahir menyilangkan tanaman hias.
Hasil karyanya beredar ke berbagai negara, menghiasi keragaman tanaman hias yang ada di belahan dunia.
Harganya menggiurkan, meski ia sendiri tidak banyak merasakan manfaat finansial. "Tidak apa-apa. Biarin aja," ucapnya.
Sudah lebih 20 tahun Gregori Garnadi Hambali melakukan penyilangan tanaman hias.
Lelaki kelahiran Sukabumi, 19 Februari 1949 ini memiliki pengalaman seabrek dalam mengembangkan tanaman hias.
Bagaimana cara melakukan penyilangan tanaman? Berikut kutipan singkatnya;
Kerjaan saya di sini mengevaluasi tanaman tropik yang punya potensi dikembangkan untuk keperluan pengembangan holtikultura.
Dalam proses itu, kita menyilangkan macam-macam, semua yang asli dari Indonesia dan juga dari luar, kita evaluasi.
Semua yang ada dan sudah mulai menyebar, kita periksa, meskipun tanaman dari negeri lain.
Seperti kalatea, tanaman itu kan hasil Amerika Selatan, pasarnya di Amerika dan Eropa.
Itu kita kembangkan. Didatangkan dari Bangkok, lalu kita mulai silang-silangkan.
Dikawinkan dulu, diperbanyak tipenya, baru dikawinkan antarspesies. Tentu akhirnya kan ke pasar.
Orientasinya harus ke industri pengembangan tananan hias.
Sampai akhirnya saya diakses perusahaan di Florida, membantu mereka di sini mengembangkan tanaman yang kita silang-silangkan.
Lantas dimana pasar dari tanaman hasil persilangan tersebut
Amerika, juga Asia. Pasar Amerika itu, semua tanaman dilindungi dengan paten.
Sehingga orang yang mau memperbanyak harus punya lisensi. Jadi tanaman tidak mungkin banjir.
Mereka sesuaikan dengan kemampuan pasar untuk menyerap. Jadi yang beli cuma boleh menikmati keindahannya, tidak boleh memperbanyak.
Jadi bisa dikontrol produksinya, royalti juga bisa tertib dibayar. Di sini kan tidak. Lisensi atau paten tidak jalan. (*)