Puslitbang CPCD Unhas
Arkeologi Konflik Membuktikan Konflik Sejak Masa Lampau karena Penguasaan Sumber Daya
Arkeologi konflik dapat memberikan kisah konflik yang sebenarnya berdasarkan data dan bukti bukan dibangun berdasarkan narasi pemegang kekuasaan.
Andi Ahmad Yani
Sekretaris Puslitbang CPCD Unhas
Melaporkan dari Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Konflik menjadi bagian dari sejarah manusia.
Perseteruan dua orang dalam satu kelompok atau konflik antar kelompok selalu saja terjadi di hampir setiap sudut bumi ini.
Kecanggihan teknologi dan leburnya batas-batas negara tidak berarti bahwa pola-pola konflik pada masa lampau tidak berulang.
Pola umum konflik seringkali diadaptasi dalam bentuk tertentu yang terinspirasi dari kejadian masa lampau. Untuk itu perlu untuk kita selalu belajar sebab dan jenis konflik serta berbagai faktor yang mempengaruhinya, khususnya pada konflik pada masa lalu.
Salah satu kajian konflik yang melakukan investigasi kejadian masa lalu adalah arkeologi konflik yang bertujuan untuk memahami konflik dan kekerasan berdasarkan data jejak hasil investigasi arkeologis.
Untuk membahas kajian Pusat Studi Perdamaian Konflik dan Demokrasi (Center for Peace, Conflict and Democracy/CPCD) Universitas Hasanuddin atau Puslitbang CPCD Unhas dan SDGs Center Universitas Hasanuddin menyelenggarakan webinar Peace & Democracy Colloquium seri 4 dengan narasumber dosen Departemen Arkeologi Universitasa Hasanuddin dan juga peneliti CPCD Unhas Nur Ihsan SS MHum dengan mengangkat tema “Arkeologi Konflik: Apa Yang Bisa Kita Pelajari Dari Konflik di Masa Lalu”.
Diskusi dilaksanakan secara daring pada hari Jumat, 17 September 2021, pukul 16:00-17:45 WITA dan dimoderatori dosen psikologi Universitas Hasanuddin dan peneliti CPCD Unhas oleh Elvita Bellani SPsi MSc.
Dalam presentasinya Ihsan memberikan contoh hasil eskavasi situs kuno di Afrika yang kemudian mampu menjelaskan bahwa konflik terjadi sejak ribuan tahun lampau dimana terjadi konflik yang melibatkan kelompok manusia pemburu dan pengumpul.
Menurut Nur Ihsan, hasil penelitian arkeologi konflik ini mengindikasikan bahwa konflik sejak masa lampau terjadi umumnya karena penguasaan sumber daya.
Lebih lanjut Nur Ihsan menyampaikan bahwa arkeologi konflik merupakan salah satu bagian kajian dari ilmu arkeologi yang awalnya dikenal sebagai arkeologi medan perang.
Arkeologi konflik sangat penting untuk menguji kebenaran kisah-kisah sejarah yang sangat dipengaruhi oleh kekuasaan.
Sehingga seringkali kisah-kisah sebenarnya direduksi dan diceritakan untuk mendukung kepentingan kelompok pemenang.
Dicontokan Nur Ihsan, reduksi sejarah pada narasi perang kolonialisasi pendatang di benua Amerika pada masyarakat asli suku Indian selalu menunjukkan kisah heroisme kemenangan pasukan Amerika Serikat.
Salah satu contohnya adalah kisah the battle of the Little Bighorn pada 1876 yang dilukiskan kemenangan pihak Amerika Serikat pada masa tersebut.
Kisah heroic ini kemudian terbantahkan setelah dilakukan penelitian arkeologi konflik yang justru membuktikan kisah sebaliknya dimana pasukan suku Indian dapat mengalahkan pasukan Amerika Serikat yang memiliki senjata yang lebih modern.
Kemudian Nur Ihsan kemudian menyampaikan tiga hal pentingnya membahas konflik masa lalu. Pertama, memahami konflik masa lalu dapat mengobati trauma (trauma healing) baik korban atau pun pelaku dan semua yang terlibat.
Salah satu proses penting dalam pengobatan trauma adalah pengakuan kekerasan yang pernah terjadi.
Arkeologi konflik dapat memberikan kisah konflik yang sebenarnya berdasarkan data dan bukti bukan dibangun berdasarkan narasi pemegang kekuasaan.
Manfaat kedua dari penggalian konflik masa lalu adalah berkontribusi dalam edukasi publik agar tindakan kekerasan yang pernah terjadi pada masa lalu tidak lagi terjadi pada masa depan. Salah satu kejadian penting adalah pembersihan etnis yang dilakukan oleh kelompok Nazi di Jerman.
Terakhir, Nur Ihsan menyampaikan bahwa arkeologi konflik juga bermanfaat untuk menjadi inspirasi untuk industry kreatif, misalnya untuk aplikasi permainan berbasis komputer, film dan animasi serta kary-karya kreatif lainnya. Arkeologi konflik dapat mengurai bukti-bukti yang menguatkan pembuat karya kreatif untuk memvisualisasikan kejadian konflik masa lampau.
Pada akhir pemaparannya, Nur Ihsan memberikan tiga komponen penting yang dapat dipelajari dari arkeologi konflik. Yang pertama adalah kita bisa mempelajari dan memahami sifat dasar manusia.
Sifat dasar yang terkait dengan kerjasama atau konflik yang dilakukan sejak ribuan tahun lalu sampai saat ini. Komponen kedua adalah kita bisa memahami lanskap kontemporer baik territorial maupun identitas.(*)