Tribun Kampus
IMMIM-UMI Bahas Hijrah dari Anomali Sosial Menuju New Sosial
Di Eropa atau barat secara umum, menghina presiden dianggap bukan sesuatu yang luar biasa.
Penulis: Rudi Salam | Editor: Hasriyani Latif
Tetapi syarat-syaratnya, adalah ilmu agama, sehingga bisa berbeda dalam implementasinya.
"Ada yang menjadikan Ilmu agama sama dengan agama, sehingga ada orang yang berbeda ilmu agamanya dengan dia, maka dia menganggap orang yang lain itu salah. Padahal keberagaamaan/praktek beragama yang berbeda. Inilah salah satu sebab, sehingga terjadi anomali sosial," imbuhnya.
Untuk mengatasinya, menurut tokoh yang pernah menjadi dosen di UMI ini, semua pihak harus melibatkan diri mulai dari ulama, pemerintah, tokoh pendidikan, dan banyak lagi.
"Untuk mengatasinya, tidak bisa cuma ulama, ustaz, IMMIM atau UMI, tetapi semua harus terlibat dalam mengkaunter anomali, sebab anomali itu, adalah kezhaliman, atau ketiadaan keadilan sosial," kuncinya.
Sementara itu, Prof Tahir Kasnawi menjelaskan anomali dari tinjauan Sosiologi.
Dikatakannya, fenomena yang dijalani saat ini, adalah fenomena sosial yang harus diantisipasi dengan baik, agar kita bisa masuk ke New Normal Sosial.
Ia mengutip pernyataan Ibnu Khaldun, Tokoh Sosiologi Muslim, yang menyatakan anomali sosial, adalah sesuatu kondisi yang sulit dihindari karena sebagai proses pada waktunya .
Di tengah masyarakat ada persoalan yang tidak bisa diprediksi kejadiannya besok atau lusa.
Dia merupakan penyimpangan dari keteraturan sosial.
"Prediksi susah, karena ada anomali sosial menuju New Normal sosial, kita mengkonteskan dalam kehidupan bangsa. Kita menerima fakta, dari kelompok masyarakat tertentu," bebernya.
Dalam Tipologi Sosial, kata Prof Tahir, terbagi ke dalam masyarakat tradisional dan modern.
Ini Diikat oleh sentimen bersama, itulah masyarakat tradisional.
Sedangkan masyarakat modern, disatukan oleh kesamaan elemen-elemen, ada proses urbanisasi dan modernisasi yang selalu berkembang dari masa ke masa, termasuk teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dikemukakan Alfin Toffler.
"Secara perlahan, merubah komunitas yang diikat oleh elemen geografi dan menuju masyarakat society.Secara merdeka namun terikat dalam kehidupan masyarakat modern. Oleh karena itu, masih ada nilai agama yang terjadi penafsiran yang berbeda," tuturnya.
Kegiatan ini juga berlangsung secara interaktif. Peserta mengajukan sejumlah pertanyaan perihal fenomena mutakhir. Dan semuanya tampak mengikuti dengan baik.
Hadir dalam kegiatan ini, Ketua Umum DPP IMMIM Prof Ahmad Sewang, Ketua Dewan syura IMMIM AGH Muhammad Ahmad, Ketua Umum Yasdic IMMIM HM Ridwan Abdullah dan WR IV UMI KH Zain Irwanto, muballigh, pengurus ormas Islam, akademisi dan deretan pejabat terkait.(*)