Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Taliban

Pantas China Langsung Lengket dengan Taliban, Ternyata Ini yang Diincar

Sebelum mengambil alih Afghanistan, kelompok Taliban mencari dana dari perdagangan opium dan heroin.

Editor: Muh. Irham
AP Photo Deutsche Welle
Pegunungan Aynak yang tandus di Afghanistan menyimpan cadangan tambang mineral yang luar biasa besar, dari tembaga, besi, dan emas. 

Sementara dunia Barat mengancam untuk tidak bekerja sama dengan Taliban, China, Rusia dan Pakistan bergegas dengan gegap gempita melakukan pendekatan untuk bikin deal-deal bisnis dengan kelompok Taliban. Hal ini semakin menambah penghinaan bagi AS dan Eropa atas jatuhnya Afghanistan.

Sebagai produsen hampir setengah dari barang-barang industri dunia, China kewalahan dengan permintaan global untuk komoditas.

Beijing, yang saat ini pun sudah menjadi investor asing terbesar di Afghanistan, tampaknya akan memimpin perlombaan untuk membantu Afghanistan membangun sistem pertambangan yang efisien. Ini, untuk memenuhi kebutuhan mineral China yang tak pernah ada cukupnya.

“Kendali Taliban atas Afghanistan datang pada puncak krisis pasokan mineral untuk masa mendatang dan China membutuhkannya,” kata Michael Tanchum, seorang rekan senior di Institut Austria untuk Kebijakan Eropa dan Keamanan. Ia menjelaskan kepada Deutsche Welle

"China sudah pasang kuda-kuda di Afghanistan untuk menambang mineral."

Salah satu raksasa pertambangan raksasa Asia asal China, Metallurgical Corporation of China (MCC), memiliki perjanjian sewa 30 tahun untuk menambang tembaga di provinsi Logar yang tandus di Afghanistan.

Beberapa analis, bagaimanapun, mempertanyakan apakah Taliban punya kompetensi dan kemauan untuk mengeksploitasi sumber daya alam negara. Mengingat, pendapatan yang mereka hasilkan selama ini, sebagian adalah dari perdagangan narkoba.

“Sumber daya ini ada di bumi pada tahun 90-an juga dan mereka [Taliban] tidak dapat mengekstraknya,” Hans-Jakob Schindler, Direktur Senior di Proyek Kontra Ekstremisme, mengatakan kepada DW.

"Kita harus tetap sangat skeptis terhadap kemampuan mereka untuk menumbuhkan ekonomi Afghanistan atau bahkan minat mereka untuk melakukannya."

Sekitar dua minggu sebelum kelompok Taliban merebut kekuasaan dalam serangan kilat yang membuat dunia terjengkang kaget, Menteri Luar Negeri Wang Yi menjamu delegasi Taliban di Beijing dan Tianjin. (Sumber: Xinhua)

Meski begitu, pejabat senior Taliban bulan lalu bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Tianjin. Dalam kesempatan itu, salah satu pentolan tertinggi Komisi Politik kelompok Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar mengatakan, dia berharap China akan "memainkan peran yang lebih besar dalam rekonstruksi dan pembangunan ekonomi [Afghanistan] di masa depan."

Pada hari Senin, ketika Taliban kembali menggunakan nama lama negara itu, Imarah Islam Afghanistan, China mengatakan siap untuk "hubungan persahabatan dan kerja sama" dengan penguasa baru. Bukan main.

Media yang dikelola pemerintah China, sementara itu, menggambarkan bagaimana Afghanistan sekarang dapat mengambil manfaat dari Belt and Road Initiative yang diusung China. Inisiatif ini yaitu rencana infrastruktur kontroversial Beijing untuk membangun rute jalan, kereta api dan laut serta infrastruktur dari Asia ke Eropa.

Tetapi kekhawatiran tentang keamanan regional tetap harus ditangani. Luberan kekerasan ke negara-negara Asia Tengah lainnya dapat membuat jaringan pipa yang memasok sebagian besar minyak dan gas China menjadi rentan.

Beijing juga khawatir negara yang dilanda perang itu bisa menjadi tempat persembunyian bagi minoritas separatis Uighur di China dan bahwa kepentingan ekonominya akan dirusak oleh kekerasan yang terus berlanjut di Afghanistan.

"Operasi penambangan [Perusahaan China] MCC terganggu oleh ketidakstabilan di negara itu karena konflik antara Taliban dan mantan pemerintah Afghanistan,"  tambah Michael Tanchum, yang juga seorang rekan non-residen di Institut Timur Tengah (MEI).

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved