Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ruang Publik LSKP

Ruang Publik LSKP #5, Agar Legislator Perempuan Tidak Lagi Sekadar Kumpulan Politisi di Parlemen

Kesadaran kritik sesama perempuan untuk memandang permasalahan perempuan dinilai masih sangat kurang.

Editor: AS Kambie
Courtesy: Andi Ahmad Yani
Narasumber Ruang Publik LSKP #5, Rabu (11/8/2021). Anggota DPR RI Andi Yuliani Paris (kanan atas), Dosen Ilmu Politik UI Sri Budi Eko Wardani (kanan bawah), serta Direktur Eksekutif Daya Riset Advokasi untuk Perempuan dan Anak Indonesia Ni Loh Gusti Madewati. 

“Hal ini, bukan hanya karena perempuan tidak tahu tentang politik, tetapi begitu banyak impossible hand,” ujar Ni Loh Gusti Madewanti.

Dia juga menyampaikan bahwa ada 4 yang perlu menjadi dasar pengukuran literasi politik yakni akses yakni peluang bagi laki-laki dan perempuan untuk mengakses sumber daya pembangunan yang adil dan setara.

Keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan yang adil dan setara.

Selanjutnya, keikutsertaan laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan adil dan setara. Terakhir, Ni Loh Gusti Madewanti menegaskan, manfaat yang dihasilkan harus dirasakan secara adil dan setara bagi laki-laki dan perempuan.

Berikutnya, Andi Yuliani Paris. Srikandi DPR RI ini juga memberikan pandangan tentang isu yang diangkat yakni terkait keadaan perempuan dalam politik dan kondisinya selama berada di parlemen.

“Saya adalah Wakil Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu. Dimana saat itu, kita mencantumkan pasal bahwa dalam penyelenggaraan, harus 30% perempuan. Tetapi banyak anggapan yang meragukan kualitas perempuan,” jelas Andi Yuliani Paris yang juga inisiator Kaukus Perempuan Politik Sulsel.

Andi Yuliani Paris mengisahkan saat penyusunan Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Menangah (RPJM).

Pada waktu itu, Andi Yuliani Paris memasukkan Indeks Pembangunan Gender. Dia mendorong organisasi sayap perempuan harus mampu melakukan Analisa terhadap sistem sosial dan ekonomi yang ada di masyarakat.

Selain itu, penting adanya dorongan untuk penggunaan dana kepada partai politik dalam melakukan pendidikan politik yang berasal dari APBN, baik formal maupun non formal.

Pada Sesi Kedua, Luna Vidya mengajak narasumber menyampaikan argumentasi secara lebih spesifik terkait hambatan dan tantangan terkait isu yang diangkat.

Sri Budi Eko Wardani menyampaikan bahwa begitu banyak tantangan dan hambatan yang dialami kaum perempuan untuk terlibat aktif dalam politik, termasuk perempuan yang sudah berada dalam rana parlemen.

DIsampaikan Sri Budi Eko Wardani bahwa selama ini politik dianggap sebagai power, merebut melalui praktik suap, korupsi dan cara lainnya.

Anggapan seperti itu, lanjut Wardani, harusnya diluruskan melalui pendidikan politik.

Dia menganggap bahwa program pendidikan politik di kebangpol itu ada, tetapi konten pembahasannya tidak ada jaminan ketercapaian pemenuhan hak perempuan.

Oleh karena itu, Ni Loh Gusti Madewanti menegaskan bahwa analisa relasi kuasa menjadi sesuatu yang harus dilakukan, terkait dengan kelas, status sosial dan status ekonomi yang dimiliki oleh laki-laki atau perempuan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved