Tips Kesehatan
Rentan Stres Selama Pandemi Covid-19, Simak Cara Efektif Mencegah dan Mengatasinya
Setiap orang memiliki kemampuan intrapersonal yang sering kali tidak digunakan, sehingga mudah terkena stres.
Penulis: Rudi Salam | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Stres merupakan reaksi tubuh yang muncul saat seseorang menghadapi ancaman, tekanan, atau suatu perubahan.
Stres juga dapat terjadi karena situasi atau pikiran yang membuat seseorang merasa putus asa, gugup, marah, atau bersemangat.
Di Masa pandemi covid-19 seperti saat ini, banyak orang yang rentan stres.
Lantas, bagaimana mencegah dan mengatasi stres?
Psikolog dari Universitas Negeri Makassar (UNM), Sitti Murdiana menjelaskan bahwa ada tiga cara mencegah dan mengatasi stres.
Pertama adalah mengembangkan intrapersonal strategis.
Dikatakan, ketika mendengar pemberitaan Covid-19 di sekitar, seseorang akan menimbulkan ketegaran tersendiri.
Setiap orang, kata Sitti Murdiana, memiliki kemampuan intrapersonal yang sering kali tidak digunakan, sehingga mudah terkena stres.
“Intrapersonal sebenarnya merupakan proses mental yang terjadi di dalam diri terkait proses psikologis dan kemudian digunakan untuk menghadapi lingkungan sosial, ini dari dalam,” jelasnya dalam Webinar Seri #6 Sinergi Atasi Covid-19 dengan tema 'Mengelola Stress di Masa Pandemi' oleh Kalla Group.
Webinar ini ditayangkan secara langsung melalui Youtube Kalla Group dan juga Tribun Timur, Sabtu (14/8/2021).
“Kegelisahan tidak bisa dibiarkan saja, karena ini menimbulkan tekanan di kemudian waktu, karena tidak mendapatkan jawaban kenapa mengalami kegelisahan,” sambungnya.
Untuk mengembangkan intrapersonal diperlukan menyadari efek stres.
Kemudian mengenali sumber stres, memilih cara menghadapi stres dengan fight or flight.
“Keputusan memilih cara menghadapi stres ini perlu didasari keputusan bijak, karena kalau tidak bisa menimbulkan stres baru,” katanya.
Selanjutnya, mengembangkan intrapersonal juga harus dengan mengakui stres yang dialami.
Kedua, cara mencegah dan mengatasi stres adalah mengembangkan interpersonal.
Interpersonal adalah proses yang terkait dengan lingkungan sosial atau di luar dengan diri seseorang.
“Pada saat stres, terkadang dibutuhkan lingkungan sosial untuk meredahkan stres yang dialami,” katanya.
Ada lima point untuk mengembangkan interpersonal strategi.
Yakni asertif atau mengakui adanya ketidaknyamanan, adanya ketidaksetujuam dan kebutuhan.
“Kita bersikap asertif, sehingga orang lain tahu dia mau sendiri, tidak mau diganggu,” kayanya.
Kemudian ada resolusi konflik, dimana masalah harus diselesaikan satu per satu.
Lalu ada jaringan dukungan sosial yang mampu membuat seseorang semangat menghadapi masalah.
Komunikasi dan manajemen waktu yang baik juga diperlukan untuk mengembangkan interpersonal strategi.
Ketiga, cara mencegah dan mengatasi stres adalah mengaplikasikan model intervensi.
Model intervensi sangat banyak dan populer di lingkungan sekitar.
“Kita olahraga, kita melakukan relaksi nafas, ini baru kita aplikasikan setelah mengembangkan intrapersonal dan interpersonal,” katanya.
Tujuannya adalah agar dalam mengaplikasi model intervensi bisa lebih efektif dalam mengatasi stres.
Dirinya mencontohkan model intervensi seperti zikir, fokus di satu titik yang membuat lebih tenang.
Kemudian berbicara dengan diri sendiri atau mempresentasikan perasaan, menuliskan apa yang dirasakan.
Selanjutnya ada music therapy, yakni mendengarkan musik yang bisa menenangkan diri.
“Musik di sini adalah musik yang kita sukai, apapun genrenya,” katanya.
Penyebab Stres
Sitti Murdiana menjelaskan bahwa stres dipengaruhi oleh dua hal, yakni faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik ini berkaitan dengan kerentanan seseorang mengalami stres.
Menurutnya, stres juga bagus jika sekali-kali, sebab bisa menggerakkan orang ke hal-hal positif.
“Hanya saja kalau ternyata disikapi dengan negarif, ini yang menjadi masalah,” jelasnya.
Stres disebabkan karena faktor genetik, kata dia karena seseorang yang memiliki kerentanan stres, hal-hal kecil saja bisa menimbulkan stres besar.
“Kalau secara genetik ibunya rentan terhadap stres, kemungkinan ada generasi selanjutnya yang kerentanan yang sama dengan ibunya,” katanya.
“Apalagi sering menyaksikan stres ibu atau orang tuanya, maka dia bisa mencopy perilakunya,” sambungnya.
Faktor kedua yang membuat stres adalah faktor lingkungan.
Menurut Sitti Murdiana, faktor lingkungan ini tidak bisa dihindari seseorang.
Dirinya mencontoh seperti dengan kondisi sekarang yakni pandemi Covid-19.
“Awalnya kan kita hidup normal, tapi ketika pandemi datang, stres datang, kita tidak bisa ke mal, tidak bisa nongkrong di cafe, harus pakai masker dan seterusnya,” jelasnya.
Pandemi tersebut pun mendesak untuk mengubah perilaku seseorang.
Sehingga, lingkungan tersebut menimbulkan stres yang membutuhkan energi yang besar untuk bisa mengatasinya.
“Meskipun kita sebelumnya mampu menghadapi stres yang kita hadapi, tapi ketika lingkungan berubah cepat, maka kita membutuhkan mekanisme tertentu,” tuturnya.
Sehingga, kata dia, kondisi lingkungan juga akan menentukan cara mengembangkan strategi-stategi tertentu untuk menghadapi stres.(*)