Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Khazanah Islam

Catatan di Kaki Langit: Kembalikan Perhatian Umat Kepada Alquran!

Agaknya, para Sahabat itu tidak merasa penting amat untuk mengulang-ulang ucapan Nabi, melainkan mereka langsung mengikuti ucapan dan perbuatan nabi

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Catatan di Kaki Langit: Kembalikan Perhatian Umat Kepada Alquran!
dok.tribun
Prof Dr M Qasim Mathar, Guru Besar UIN Alauddin

Oleh: Qasim Mathar
Cendekiawan Muslim

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kenapa sahabat-sahabat utama Nabi Muhammad saw, seperti Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, keempatnya kelak secara bergantian menjadi kepala pemerintahan menggantikan Nabi saw yang wafat, tidak dikenal sebagai penghafal hadis dalam jumlah yang sangat banyak?

Saya mencoba menjawabnya. Karena, para sahabat utama itu lebih mengutamakan memahami wahyu yang turun secara berangsur pada masa mereka, sekalipun mereka itu nyaris setiap saat berada di dekat Nabi dan selalu mendengar ucapan dan melihat langsung perbuatan Nabi.

Agaknya, para Sahabat itu tidak merasa penting amat untuk mengulang-ulang ucapan Nabi, melainkan mereka langsung mengikuti (meneladani) ucapan dan perbuatan Nabi.

Karena mereka fokus memerhatikan wahyu, mereka menjadikan wahyu Alquran justeru sebagai tolok ukur bagi ucapan dan perbuatan Nabi yang mereka teladani.

Tegasnya, wahyu Alquran menjadi pedoman pokok bagi mereka di dalam mengikuti ucapan dan perbuatan Nabi.

Berbeda dengan generasi sesudah mereka, pada sekitar tiga abad setelah masa kenabian, para pemuka dan ilmuwan muslim dikenal menghafal hadis dalam jumlah yang sangat banyak.

Bahkan, ada kesan, para penghafal hadis itu tidak menjadikan Alquran sebagai tolok ukur utama di dalam menerima dan mempraktikkan hadis.

Mungkin, karena pada zaman mereka, ilmu hadis yang sudah berkembang, justeru menjadi tolok ukur terhadap hadis.

Cara kedua generasi yang berbeda di dalam menjadikan apa sebagai tolok ukur untuk menerima atau menolak hadis, membawa efek di dalam kehidupan generasi-generasi selanjutnya.

Bagi generasi Sahabat, Alquran sudah cukup bagi mereka sebagai tolok ukur untuk menerima atau menolak hadis.

Sedang bagi generasi sesudah Sahabat, ilmu hadis adalah tolok ukur.

Sebagai efeknya, para Sahabat tentu tidak begitu saja gampang menerima hadis jika mereka merasa bahwa hadis itu tidak bersejalan, apalagi berlawanan, dengan ideal moral wahyu Alquran.

Itu pula sebabnya, generasi Sahabat dapat disebut sebagai generasi yang bebas dalam ber-Islam.

Bandingkan dengan generasi beberapa abad sesudahnya.

Mereka terkungkung oleh banyaknya hadis yang tersebar di tengah masyarakat zaman mereka.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Angngapami?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved