Seniman Makassar Meninggal
Catatan In Memoriam Safrullah 'Roell' Sanre: 'Jangan Bilang dari Saya!'
Ia menjadi saksi dan mendengar aksi ‘heroik’ sejumlah seniornya menjadi aktor dalam pergolakan mahasiswa yang menandai lahirnya istilah Aktivis 66.
Oleh
Rusman Madjulekka
Wartawan Senior/Penulis Buku
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Banyak tahu, tapi tak ingin ditahu. Itulah keunikan yang saya tangkap dari seorang pria bernama Andi Safrullah Sanre. Orang-orang biasa memanggilnya ‘RoeLl Sanre’ atau ‘Kak Roell’ bagi yang lebih muda.
Pertama kali saya bertemu saat Kak Roell bertandang ke kantor redaksi suratkabar kampus ‘Identitas’ Universitas Hasanuddin (Unhas) di kampus Tamalanrea, Makassar.
Orangnya cepat akrab. Siapa saja di ruangan itu diajaknya diskusi ringan, membincangkan topik headline media saat itu. Hubungan saya dengan Kak Roell kian akrab karena rekan satu angkatan saya di jurusan komunikasi FISIP Unhas, belakangan menjadi istrinya.

“Man…kau kenal si ini, si itu? (sambil menyebut nama) lalu apa hubungannya dengan si dia, kenapa bisa, gimana ceritanya?,” tanyanya dari balik handphone.
Instingnya sebagai mantan jurnalis investigasi masih terasa getarannya. Itulah kalimat yang seringkali saya dengar darinya.
Termasuk saat Kak Roell menceritakan telah membeli tanah kaplingan tak jauh dari pantai Galesong. Sudah masuk kabupaten Takalar.
“Saya pakai uang tabungan dari beberapa tahun dikumpul honor menulis, narasumber, juri lomba dan lain-lain. Bisa jadi warisan buat anak-anak. Bukan ji dari hasil korupsi…hehe,” ujarnya tersenyum sekaligus cepat mengklarifikasi.
Namun anehnya di setiap akhir obrolan kerapkali ia menitip pesan: Jangan bilang dari saya!
Hal unik serupa juga kembali saya rasakan saat Kak Roell menceritakan masa lalunya.
Ia lahir di Makassar, Sulawesi Selatan pada 5 Oktober 1954 dan tumbuh dewasa sebagai aktivis di Bandung, Jawa Barat.
Merantau ke Jawa setelah lulus dari SMA Negeri 2 Makassar pada 1974, Roell Sanre lantas melanjutkan kuliah di Fakultas Desain dan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pada saat itu belum lama meletusnya Peristiwa Malapetaka Limabelas Januari, Peristiwa Malari.
Ia menjadi saksi dan mendengar aksi ‘heroik’ sejumlah seniornya menjadi aktor dalam pergolakan mahasiswa yang menandai lahirnya istilah Aktivis 66.
Salah satu nama yang ia ingat ketika itu Rahman Tolleng.
“Mungkin karena sama-sama anak seberang dari kampung (istilah bagi mahasiswa perantau dari Sulawesi Selatan). Maklum sebagai mahasiswa baru masa itu belum banyak senior yang dikenal,” kenang Roell Sanre saat ngobrol ringan, suatu sore, di kedai kopi milik warga Tionghoa, depan Stadion Mattoanging, kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Lokasinya pun tak jauh dari rumahnya.