Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Success Story Haji Wagus Hidayat

Gegara Banyak yang Takut Jadi Pilot di Papua, Perantau Bugis Pun Sekolah Pilot dan Bikin Maskapai

Presiden Direktur SAM Air, Haji Wagus Hidayat (45) mengikuti jejak kakak wanitanya yang bergelut di dunia aviasi.

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
Haji Wagus Hidayat dan pesawat miliknya. 

Laporan jurnalis Tribun Timur, Thamzil Thahir

TRIBUN-TIMUR.COM - Presiden Direktur SAM Air, Haji Wagus Hidayat (45) mengikuti jejak kakak wanitanya yang bergelut di dunia aviasi.

Sang kakak jadi pramugari di Trigana Air, sementara Haji Dayat pernah bekerja sebagai ground handling di bandara di Puncak Jaya dan Wamena, Papua.

Hampir satu dekade, dia belajar seluk beluk mengurus maskapai.

Di samping itu, dia juga merintis usaha jadi pedagang.

“Saya jualan bahan pokok, beras, rokok, dan bensin botolan di Wamena dan Puncak Jaya. Karena selalu mau berteman, kami jaga hubungan baik dengan anak muda sana, dan kini banyak yang sudah jadi pejabat anggota DPRD bahkan sudah ada yang jadi kepala daerah,” kata dia kepada Tribun-Timur.com.

Dia mengenang, karena motivasi ingin maju, tahun 2015, Haji Hidayat pun belajar jadi pilot.

Ia memilih Genesa Flight Academy di Jakarta Timur.

“Saat itu ada kasus penembakan pesawat di Puncak Jaya. Tak ada orang yang berani jadi pilot, akhirnya saya sekolah pilot,” ujar pria dengan tinggi badan 178 cm ini.

Haji Wagus Hidayat Gagal Jadi Mahasiswa Ekonomi Unhas, tapi Sukses di Bisnis Maskapai

Di masa itu, setidaknya memang ada empat insiden penembakan di wilayah pegunungan tengah oleh kelompok kriminal bersenjata.

Pada 20 Januari, Rofiq seorang pekerja swasta tewas ditembak di bagian kepala.

Tanggakl 11 Maret 2012, helikopter Mi-17 milik TNI juga ditembaki saat hendak mendarat di Bandara Mulia.

Pesawat Susi Air yang mengangkut aparat keamanan pengawal pemungutan suara ulang (PSU) di Distrik Lumo, Kabupaten Puncak Jaya, Jumat (16/6/2012), juga terkena peluru saat terbang dari Bandara Lumo ke Mulia dan terkena di bagian roda.

Momentum inilah yang kemudian, membuat Haji Wagus serius menggeluti bisnis maskapai.

Selain bahan bakar, dan ground handling, gaji pilot adalah salah satu komponen biaya terbesar dari jenis usaha jasa ini.

Karena rangkaian insiden inilah, pemerintah beberapa kali melansir larangan terbang.

Di tahun 2017, dia melihat ada peluang.

Enggang Air Services, perusahaan maskapai milik Oesman Sapta Oddang, pun dilirik.

Dari maskapai inilah, dia merintis SAM Air.

SAM sendiri adalah akronim dari Semuwa Aviasi Mandiri.

Semuwa juga adalah akronim dari kelompok usahanya; Sentani, Mulia, Wamena (Semuwa).

“Banyak orang bilang itu semua, bisnis, hehehe,” ujarnya berkelakar.

Tentang penamaan Semuwa ini, adalah akronim dari titik rintisan usahanya sejak awal dekade 1990-an.

Dia lahir di Wamena, berbisnis di Mulia, ibukota Kabupaten Puncak dan Puncak Jaya, dan Sentani adalah kota dimana dia dibesarkan.

“Sentani ini adalah rumahnya orangtua. Saya SD, SMP di sini. Dulu, orang dari Sarmi, dari Jayapura kalau mau ke wilayah lain, naik taksi semuanya mampir di Toko Hidayat, Sentani ini, semacam terminal-lah,” ujarnya mengenang nama toko grosir rintisan ibunya di Sentani.

Pria Bugis Bersandal Jepit Itu Ternyata Pemilik 6 Pesawat Terbang, The Next Susi Pudjiastuti

Kini, sejak di-launching pada September 2019, perusahaan dengan kepanjangan Sentani, Mulia, Wamena (Semuwa).

Kini, Semuwa Group sudah menjadi kelompok usaha.

Mulai dari jualan kebutuhan pokok, bisnis jasa cuci mobil, konstruksi, media, dan kuliner.

“Ini yang urus istri.”

Kini PT SAM Air sudah mempekerjakan 70 karyawan dan 20 diantaranya anak Papua.

Kebanyakan posisi itu adalah pilot, mekanik, ground handling, marketing, dan adminsitasi.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved