Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Catatan untuk Polisi, Bagaimana Seharusnya Berantas Preman Jalanan dan Preman Berdasi?

Polri kini menggiatkan operasi pemberantasan preman di Indonesia sejak pekan lalu. Operasi pemberantasan tindak premanisme

Editor: Edi Sumardi
HANDOVER
Para preman yang diamankan Polrestabes Makassar, di Makassar, Sulsel, Sabtu (12/6/2021). Polrestabes Makassar mengamankan 100 preman dari berbagai titik di Kota Makassar. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Polri kini menggiatkan operasi pemberantasan preman di Indonesia sejak pekan lalu.

Operasi pemberantasan tindak premanisme merupakan salah satu gebrakan Polri di era kepemimpinan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Bermula dari Tanjung Priok, Jakarta, lalu berlanjut di Kota Makassar, Sulawesi Selatan ( Sulsel ).

Di Tanjung Priok, sebanyak 49 preman ditangkap polisi sejak Kamis (10/6/2021).

Penangkapan preman di kawasan sekitar pelabuhan di Jakarta Utara itu berawal dari keluhan para sopir truk/kontainer yang kerap jadi sasaran aksi pemalakan.

Keluhan itu disampaikan langsung kepada Presiden RI, Jokowi saat berkunjung ke Tanjung Priok, Kamis pekan lalu.

Setelah berkunjung, Kepala Negara langsung menelepon Kapolri untuk meneruskan aspirasi para sopir.

Kapolri kemudian gerak cepat (gercep) dengan memerintahkan Polres Jakarta Utara menangkap para preman.

Jika di Jakarta ada 49 preman ditangkap, di Makassar lebih banyak lagi, 100 orang.

Operasi penangkapan preman di Makassar berlangsung pada Sabtu (12/6/2021).

Operasi yang dilakukan petugas gabungan jajaran Polrestabes Makassar menyasar para preman yang berkedok sebagai tukang parkir liar, pak ogah, dan para pengamen yang kerap mengganggu aktivitas serta kenyamanan warga Kota Makassar.

Mereka ditangkap di beberapa titik, yakni di Jalan Pengayoman, Jalan Boulevard, Jalan Veteran Selatan, Jalan Veteran Utara, Jalan Sultan Alauddin, Jalan Hertasning, dan Jalan Urip Sumoharjo.

Langkah Polri memberantas tindak premanisme, salah satu penyakit masyarakat di Tanah Air, diapresiasi Sekretaris Keluarga Besar Putra-Putri Polri (KBPP Polri) Sulsel, Zakir Sabara H Wata.

Namun, Zakir sekaligus Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia ( FTI UMI ) mengatakan, selama ini sebenarnya ada salah kaprah dalam upaya pemberantasan tindak premanisme dengan cara persuasif.

Misalnya, bos preman diberi pekerjaan di bidang pengamanan, namun cara itu justru menimbulkan kecemburuan di antara mereka dan berpotensi membuat masalah baru.

Selain itu, upaya Korps Bhayangkara memberantas preman tak akan efektif tanpa dukungan dari masyarakat dan jika menyangsikannya.

Masyarakat harus mendukung dan berani melaporkannya segala bentuk tindak premanisme.

Selain preman yang kerap melakukan aksi pemalakan, ada juga preman berdasi yang perlu diberantas.

Mereka inilah yang menggerogoti uang rakyat melalui proyek yang dibiayai dari APBD atau APBN dan sama-sama meresahkan rakyat.

Tindak premanisme di Indonesia muncul, salah satunya dipicu oleh masalah ketimpangan ekonomi. 

Namun, memiriskannya karena korban dan pelaku adalah masyarakat kecil.

Terkait dengan premanisme, Zakir menulis catatan untuk polisi dan masyarakat.

Selengkapnya, bisa dibaca di bawah ini.

MENGATASI FREEMAN

Langkah Polri memberantas preman perlu diacungi jempol.

Langkah ini tidak akan berhasil karena kita berpikir negatif dengan melakukan perang terhadap premanisme di Indonesia atau singkat kata anti-premanisme.

Hal ini akan berakhir sama dengan program-program anti lainnya, seperti anti-kemaksyatan, antipornografi, anti-kemiskinan dan anti-anti lainnya.

Karena cara berpikir ini membawa pikiran kita ke pikiran negatif.

Dan hasilnya adalah semakin banyak hal negatif yang akan datang ke kehidupan kita.

Maka tak heran banyak yang menyangsikan gebrakan ini, ketika polisi kehabisan tenaga untuk memberantas premanisme maka saat itu pula akan muncul lagi premanisme di Indonesia dengan skala yang lebih menghawatirkan.

Mungkin kejahatan akan lebih parah ketika saat itu.

Seperti kita ketahui tumbuhnya premanisme juga karena ada yang membutuhkan seperti jasa rentenir maupun jasa pengamanan acara.

Hal ini tentunya sangat mengkawatirkan di tengah harapan masyarakat untuk kinerja yang lebih baik ternyata banyak yang belum percaya dengan cara kerja pemerintah.

Sehingga mereka mencari jalan yang tidak biasa dalam menyelesaikan masalah.

Namun premanisme itu sendiri lebih banyak terjadi pada kalangan masyarakat kecil.

Ini dikarenakan tekanan hidup dan kebutuhan untuk hidup membuat mereka mencari pekerjaan yang tidak halal.

Jika saja pemerintah bisa menurunkan beban masyarakat dan memberikan kesempatan kerja bagi rakyatnya maka premanisme dapat ditekan walaupun tidak 100 persen karena saya yakin di setiap masyarakat manapun pasti ada penyakit ini.

Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat Indonesia maka generasi muda akan dibekali pendidikan yang cukup karena mereka mendapat pemahaman yang baik tentang kehidupan.

Coba bayangkan pengamen dan pengemis, untuk mengisi perut mereka saja mereka masih harus berpikir keras, bagaimana mungkin orang tua mampu menyekolahkan mereka yang notabene harga pendidikan semakin mahal dan tidak terjangkau bagi masyarakat kecil.

Jika anak-anak dibekali pendidikan yang cukup sehingga memiliki ketrampilan dalam berwirausaha maka mereka tidak akan hidup sebagai pengemis atau gelandangan.

Siapa sih yang mau hidup seperti itu? Coba tanya hati kecil mereka, pasti tidak.

Mereka pasti mendambakan hidup berkecukupan dan sehat.

Apalagi anak-anak kecil jika dari kecil diajari hidup dengan kekerasan ( termasuk tayangan televisi yang akhir-akhir ini cukup memprihatikan karena banyak adegan bahkan karakter yang jahat ditonjolkan ), maka mereka akan terbiasa menyelesaikan masalah dengan cara semau gue. Ingat cara berpikir orang ditentukan saat masa kanak-kanak.

Seringkali trauma di masa kecil membawa dampak yang buruk di kehidupan dewasanya.

Kesimpulan awal bahwa akar dari premanisme hampir sama dengan akar penyakit masyarakat lainnya yaitu kemiskinan dan kebodohan.

Saya berharap pemerintah bisa memberikan solusi yang jitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dan sekaligus meningkatkan pendidikan bagi generasi muda. Tidak ada lagi tawuran tetapi belajar dan belajar lagi dengan giat.

Terapi kejut berupa penangkapan "orang-orang" yang tek beridentitas dan sering meresahkan pedagang, pengusahan pedagang kecil, supir mobil memang harus perlu dilakukan.

Namun, di  samping itu, perlunya penanganan persuasif berupa pembinaan dengan menggandeng sejumlah elemen masyatakat.

Untuk mengatasi budaya premanisme yang merajalela, agaknya aparat keamanan tidak cukup dengan memberikan terapi persuasif, seperti melakukan
pembinaan dengan pendekatan orang per orang preman.

Terapi persuasif pasti tidak akan membuat preman menjadi sungkan melakukan praktik-praktik premanisme yang telanjur menjadi profesinya.

Terapi kejut model Soeharto, dengan menugaskan regu penembak misterius pada awal tahun 1980-an lalu, memang laik lagi dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi.

Misalnya, preman-preman yang telah bergelar residivis yang ketahuan kambuh (berbuat jahat lagi) bisa dilumpuhkan kakinya dengan cara ditembak, agar benar-benar kapok.

Sebab, preman-preman residivis biasanya tidak takut lagi masuk penjara berkali-kali.

Selama ini, penanganan preman sering salah kaprah dan justru memperlebar masalah yang ujung-ujungnya menimbulkan tradisi regenerasi preman.

Misalnya, tokoh preman diberi pekerjaan di bidang sekuriti seperti dijadikan satpam atau penjaga keamanan lingkungan pasar atau pertokoan.

Penanganan preman seperti ini, jelas menimbulkan iri bagi anak buahnya, sehingga mereka berlomba-lomba menjadi tokoh utama dengan cara adu kekuatan fisik.

Akibatnya, semakin lama semakin banyak bermunculan preman-preman baru yang berusia lebih muda dan lebih brutal.

Dengan demikian, cara penanganan yang salah kaprah terhadap preman harus dihentikan.

Dan, untuk itu, aparat keamanan perlu membuka akses luas untuk memeroleh informasi tentang munculnya gejala premanisme di tengah masyarakat, agar bisa segera ditindaklanjuti dan dituntaskan.

Misalnya, aparat keamanan bisa memasang iklan rutin agar masyarakat bersedia melaporkan tindakan preman yang telah menakutkan dan merugikan masyarakat.

Termasuk jika ada kasus perkelahian antarpreman, sedapat mungkin segera ditindak tegas dan diproses secara tuntas.

Perlu dingat, penyakit sosial akibat premanisme itu pada gilirannya menyebabkan keresahan masyarakat, serta bisa menghambat investasi termasuk berpengaruh bagi kunjungan wisata karena citra buruk keamanan dalam negeri.

Namun pemberantasan atau penyisiran terhadap preman jalanan belum cukup karena Polri juga harus bertindak tegas terhadap premanisme yang berdasi.

Preman berdasi ini juga sangat jahat karena menimbulkan kerugian lebih besar bagi orang lain. Ini juga membawa dampak merugikan besar bagi dunia usaha serta invetasi.

Preman berdasi itu antara lain mafia di peradilan yang menekan atau memeras korban agar lolos dai jeratan hukum.

Contoh lainnya, adalah mafia-mafia proyek yang mengatur pembagian proyek pembangunan baik menggunakan dana APBD dan dana APBN.

Adanya mafia proyek itu mengakibatkan kualitas pembangunan sangat rendah serta banyak dana pemerintah yang terhambur ke kantong preman berdasi itu sehingga bukan dinikmati oleh masyarakat luas.

Namun bagaimana pun, pernanganan preman adalah persoalan penegakan hukum.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved