Makassar Recover
Wawancara Imajiner: Makassar Recover, Lakekomae?
Jangan sampai kinerja program Makassar Recover ini masuk kategori ‘selera tinggi, tapi kepuasaan rendah’
Wawancara Imajiner: Makassar Recover, Lakekomae?
Oleh: AM Sallatu
Koordinator Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Anda rupanya pendukung konsep Makassar Recover (MR), dan telah mengajukan semacam kerangka pikir untuk memperkuat pelaksanaan programnya.
Begitu kalimat pembuka wawancara berikut ini, yang lebih baik disahuti dengan senyum saja dulu.
Anda menulis opini di koran tentang Makassar Recover, yang disertai kerangka pikir untuk tujuan penerapannya, berarti anda setuju dengan konsep berpikir Makassar Recover itu?
Pertanyaan ini memuat dua substansi yang berbeda. Penerapan adalah satu hal, konsep berpikir adalah hal yang lain lagi. Apa sudah baca opini saya itu?
Ya sudah, justru itu saya ingin bertanya lebih jauh.
Kalau begitu pertanyaan Anda masih kekurangan satu substansi lagi, yaitu tentang Change Management (CM), manajemen perubahan, karya John Kotter yang saya jadikan bahan analisis dalam opini tersebut.
Wah, kalau begitu skema pertanyaan saya bisa diperluas atau dikembangkan. Tapi saya ingin mendahulukan pertanyaan Change Management. Mengapa Anda memilih teori Change Management?
Siapa pun yang berpikir atau mendengar Makassar Recover maka akan secara logis dan dapat dipastikan bahwa, dengan keberadaan kata recover, konsepnya menyasar pada akan terjadinya perubahan.
Setuju, tolong dlanjutkan!
Mulai dari Walikota sendiri, tim ahli yang mendukungnya, sampai kepada aparat yang akan menjadi implementor konsep ini, akan penuh dengan pemikiran bagaimana caranya agar bisa berhasil menciptakan perubahan. Saya sudah cermati kerangka atau bagan konsep implementasinya, dan terus terang memiliki sejumlah keraguan.
Sebentar, mengapa Anda meragukan. Wali kota kita ini, bahkan sejak sebelum menjadi Wali kota pada periode pertama, dikenal sebagai orang yang piawai dan juga bertangan dingin untuk mencatatkan kinerja program yang diimplementasikannya. Penjelasaan Anda?
Bisa jadi karena keberhasilan yang telah dicapai sebelumnya, sehingga disusun konsep Makassar Recover yang sangat besar skalanya. Demikian besar skala dan ruang lingkupnya sehingga untuk membaca bagannya pun kita bisa kesulitan, tulisannya sangat kecil. Menggunakan kaca pembesar pun masih tidak mudah.
Saya membayangkan aparat pelaksana butuh layar lebar di dinding, karena komputer pun sulit menampakkan secara utuh. Tetapi sepintas gambar bagannya ditampilkan indah dan kompak sekali.
Mengapa membaca bagannya yang jadi soal dan dipersoalkan?
Pertama, dari bagan yang berskala dan berruang lingkup besar, terlalu besar pula peluang terjadi kebocoran-kebocoran dalam pelaksanaannya. Apalagi terkesan bahwa pengorganisasian pelaksanaannya akan terpusat.
Maka yang kedua, rentang kendali menjadi sangat tidak sederhana. Kita semua paham bahwa koordinasi hanya mudah disebutkan, tetapi perwujudan nyatanya yang lebih banyak tidak membawa hasil.
Sentralisasi pengelolaan kegiatan, yang nota bene begitu banyak dimensinya, memang sulit dihindari. Pertanyaannya, sentralnya ada ditangan siapa. Kalau kita baca media, Walikota sendiri sudah menyatakan kekecewaannya bahwa untuk mendapatkan Genose pun masih sulit. Itu baru satu hal yang sangat teknikal.
Dengan demikian kita bisa membayangkan bahwa dalam perjalanan implementasi program Makassar Recover ini, akan muncul sejumlah permasalahan manajemen.
Oke, sedikit bisa memahami keraguan itu. Lalu?
Sebuah konsep yang berskala besar, di satu pihak tidak bisa hanya mengandalkan segelintir figur dengan kewenangan sentralistik sekalipun apalagi kalau semuanya terpulang pada Walikota sebagai figur puncak, dan di lain pihak, menjadi sebuah keniscayaan hadirnya suatu tim manajemen yang bisa berfungsi secara efektif dan terstruktur.
Catatannya adalah, dibutuhkan suatu struktur manajemen yang sejatinya compatible dengan skala dan ruang lingkup program Makassar Recover.
Tetapi ini kan suatu pemerintahan yang sudah memiliki manajemen, struktur dan personil yang lengkap yang sudah siap, tinggal menunggu arahan dan komando saja. Apa itu belum cukup?
Sangat lebih dari cukup, bila semua tanpa kecuali bisa memahami dengan baik konsep Makassar Recover ini dan secara fungsional bisa berfungsi.
Saya selalu mengulang-ulang bahwa hasil kajian satu dekade yang lalu, tahun 2011, nampaknya masih valid. Bahwa tantangan besar yang masih selalu dihadapi oleh Pemkot Makassar adalah sulitnya pejabat struktural pada semua OPD/SKPD untuk menciptakan working environment, sehingga kinerjanya rata-rata mengecewakan.
Baik, lalu bagaimana dengan perspektif Change Management yang Anda ajukan itu?
Saya tidak dalam posisi mengajukan, apalagi tentu sudah ada konsep manajemen ataupun Change Management yang dipersiapkan. Jadi posisi opini saya itu hanyalah semacam second opinion. Tetapi inti yang ingin saya ketengahkan adalah bahwa jangan tidak memakai konsep berpikir manajemen.
Mau dikatakan program atau proyek sekalipun, konsep berpikir manajemen itu sangat penting. Jangan lupa bahwa sejak diperkenalkannya Pilkada langsung, basis berpikir dan cara pandang para calon sangat dominan, yang kemudian disebut konsep visi-misi.
Memang ada calon yang sejak persiapan sudah didampingi oleh suatu tim (sukses) yang meramu dan merumuskan pikirannya, ada pula yang nanti setelah terpilih baru membangun tim. Walikota ini, termasuk orang yang tahu banyak mulai dari konsep sampai kepada implementasinya.
Tidak perlu diragukan mengenai hal itu. Tetapi dari garis besar konsep Makassar Recover ini saja sudah terlihat bahwa substansi yang akan disasar, bukan hal yang biasa melainkan sangat terkait dengan dampak pandemic covid19. Pengetahuan dan pengalaman masa lalu, secara konseptual dan secara praktikal, sangat terbatas bisa mendukung.
Artinya, belum ada KDH di tanah air yang bisa dikatakan jagoan menangani dan mengelola masalahanya. Disinilah pentingnya konsep manajemen.
Konsep Change Management sebenarnya bisa digunakan untuk mencermati bagaimana program MR ini mempersiapkan sistem pengelolaan, pengendalian, dan pengadministrasian upaya pencapaian hasilnya.
Dengan demikian secara konseptual jelas batasan perubahan yang diinginkan, dan bagaimana perubahan itu dapat dicapai secara lebih optimal.
Menurut pengamatan Anda, apakah yang seperti diuraikan diatas belum ada pada program Makassar Recover ini?
Jangan lupa, yang banyak diberitakan dan disosialisasikan adalah apa program Makassar Recover itu, sedang saya menyoal bagaimana konsep manajemen untuk mencapai hasilnya.
Memang pada dunia usaha privat, yang saya persoalkan adalah strategi dan taktik yang biasanya merupakan domain internal entitas dunia usaha yang bersangkutan.
Oleh karena itu, bagi saya, Pemkot Makassar bisa saja mengatakan kami sudah siap dengan konsep manajemennya, lihat saja hasilnya nanti. Tetapi itu kan, di satu pihak pencerminan manajemen yang tertutup, dan di lain pihak, tertutup pula ruang partisipasi publik.
Kalau tertutup, bagaimana saya bisa mengatakan ada konsep manajemennya atau tidak. Nyatanya, tidak kurang walikota sendiri sudah beberapa kali mengeluh di media massa, dan hanya mengeluhkan aparatnya.
Patut disadari bahwa tiga substansi pokok dalam program Makassar Recover semuanya adalah permasalahan dan kepentingan publik, bukan domain pemkot semata-mata. Itulah alasan saya menulis opini itu.
Nah sekarang mengenai penerapannya, bagaimana analisis Anda?
Hal pertama yang perlu ditegaskan, bila memang ada perspektif perubahan yang diinginkan melalui program Makassar Recover ini, wujud perubahan seperti apa yang diinginkan terjadi ke depan.
Dalam konsep berpikir Change Management, itu yang dimaksud dengan visi. Hal ini bisa menjadi substansi diskusi, apakah Makassar Recover itu adalah sebuah visi atau bukan. Saya sendiri menganggap bukan, melainkan sebuah jargon. Justru saya melihat, ada kata yang lebih patut sebagai ungkapan visi, yaitu pada kata ikutan Makassar Recover.
Tertera dalam program Makassar Recover, ada kata ecosystem. Dalam bayangan saya, dengan program Makassar Recover ini, akan terjadi perubahan ecosystem. Tetapi ini persoalan pemahaman tentang visi itu sendiri. Setiap orang bisa punya cara pandang dan pemahaman sendiri, apalagi kalau KDH yang sudah terpilih.
Tolong dielaborasi lebih jauh.
Dalam pandangan saya, ada tiga misi yang akan diemban dari visi program Makassar Recover ini, yaitu pertama, bagaimana meningkatkan imunitas kesehatan masyarakat.
Kedua, mewujudkan terciptanya adaptasi sosial di tengah masyarakat. Dan ketiga, terciptanya wujud pemulihan ekonomi. Ketiga inilah yang selanjutnya menjadi substansi pokok dalam program Makassar Recover.
Untuk penerapannya, dalam perspektif perencanaan, nampaknya menganut sistem cetak biru. Dimana nantinya akan bisa hadir dua kendala pokok.
Pertama, sistem cetak biru ini menggunakan wawasan pemecahan masalah. Dalam dunia nyata, pada saat implementasi pemecahan masalah, umumnya batasan masalah akan juga berubah, sehingga semua upaya pemecahan menjadi tidak memadai atau tidak efektif memecahkan permasalahan yang dirumuskan sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini biasanya aparat pelaksana akan kesulitan melakukan penyesuaian.
Kedua, langkah-langkah implementasi dalam cetak biru sudah ditata dan disusun lebih dahulu, hal ini bisa dicermati dari bagan program Makassar Recover.
Tata urut dan susunan yang sudah dipersiapkan sering berhadapan dengan kompleksitas implementasi yang secara nyata terjadi di lapangan.
Kekakuan yang seperti itu, jalan keluarnya adalah pemberian kewenangan teknis yang bersifat diskresi, tetapi tetap bisa mengundang masalah pengendaliannya. Bila dicermati pada bagan program Makassar Recover ini, terlihat cukup mudah dan sederhana penataannya, tetapi perlu diingat sering tidak akan semudah untuk mewujudkan dalam penerapannya. Mungkin itulah sumber keraguan saya.
Kalau begitu, kita masuk pada pertanyaan terakhir, seputar konsep berpikir. Bagaimana Anda memahami program Makassar Recover?
Tersosialisasikan bahwa ada tiga substansi program Makassar Recover, yang saya sebutkan tadi.
Mari kita coba cermati, apakah sub-program imunitas kesehatan itu sama sekali tidak ada atau tidak bisa dikaitkan, tidak bersangkut paut dengan sub-program adaptasi sosial dan sub-program pemulihan ekonomi.
Pada intinya antara satu sub-program dengan sub-program lainnya, substansi kegiatannya masing-masing pasti ada yang beririsan.
Setidaknya, dalam implementasi sejumlah kegiatan mungkin ada sumberdaya dan logistiknya yang bisa disinkronkan. Hal ini mudah dicermati dari activity trees masing-masing sub-program yang tercermin dalam bagan program MR, sejumlah OPD yang terlibat dalam sejumah substansi program yang terkait.
Artinya, program Makassar Recover ini adalah suatu kesatuan yang utuh, bukan penjumlahan dari ketiga sub-programnya. Jadi nampaknya tertinggal pemikiran integratifnya.
Saya membayangkan bila setiap OPD membentuk semacam satgas, panitia atau apalah namanya untuk mengelola pelaksanaan kegiatan sub-program di tempat kerjanya, betapa akan sangat banyak jumlahnya.
Dalam kaitan inilah yang saya maksud adanya potensi kebocoran-kebocoran dalam implementasi konsep berpikir program Makassar Recover. Hal ini kiranya perlu diingatkan karena pola pikir dan prilaku ANS termasuk di Pemkot Makassar belum terstandardisasi akuntabilitas kinerjanya. Jangan sampai kinerja program Makassar Recover ini masuk kategori ‘selera tinggi, tapi kepuasaan rendah’.
Ya tetapi kita harus berharap yang terbaik dari Program Makassar Recover ini, kan? Nah apa yang menjadi closing statement Anda?
Ya, tentu saja kita harus doakan agar bisa mencapai hasil yang terbaik. Mengapa semua hal diatas saya kemukakan, karena dalam teori pemecahan masalah, sebelum merumuskan substansi dan struktur pemecahan. Kita diminta untuk mengadakan analisis situasi, disamping analisis masalahanya sendiri.
Analisis situasi lah yang akan memberikan keyakinan tentang tingkat keberhasilan pemecahan masalahnya.
Dalam hal ini, yang saya maksud adalah tentang situasi working environment, pola pikir dan prilaku ASN dan sebagainya. Masih diawalnya saja Walikota sudah mengeluh, lewat media massa lagi.
Manajemen program Makassar Recover ini perlu terbuka, untuk mengundang partisipasi terutama pemangku kepentingannya.
Matahari mulai meninggi, ketentuan untuk tidak tidur setelah Salat Subuh sudah terpenuhi. sudah bisa istirahat tidur lagi.(*)
Parepare, 17 Mei 2021