AGH Sanusi Baco Wafat
Gurutta KH Sanusi Baco Pernah Komandan Pleton Mahasiswa RI-Kairo saat Perang Arab vs Israel 1967
Ternyata Gurutta KH Sanusi Baco Pernah Komandan Pleton Mahasiswa RI-Kairo saat Perang Arab vs Israel 1967
Ini berarti bahwa orang-orang yang senantiasa mengejek dan menghina ulama, akan mendapat murka Allah dalam beberapa aspek hidupnya.
Dalam sebuah Hadis Qudsi, Allah menjelaskan bahwa meninggalnya ulama membuat ilmu pengetahuan, khususnya agama) itu dicabut dan hilang sedemikian rupa.
Allah menarik ilmu-ilmu Nya dengan mewafatkan ulama-ulama. Demikian penjelasan Syeikh Amin al-Kurdi dalam karya Tanwir al-Qulub.
Syeikh Amin al-Kurdi bahkan memasukkan pencabutan ilmu pengetahuan dalam tanda-tanda datangnya Hari Kiamat.
Keteladan dan sosok santri-kyai dalam diri Anregurutta Sanusi, bukan hanya usapan jempol belaka, tetapi memang dominan bahkan telah terinternalisasi dalam dirinya.
Dari segi pakaian, karakter beliau yang kuat adalah sarung, baju koko di dalam sarung, dan dipadu dengan jas gelap, plus peci hitam agak miring.
Ini merupakan trademark beliau ketika mengisi acara di lorong-lorong kecil, di pesantren, lingkungan madrasah, universitas, hingga di kantor pemerintah (dari Camat, Bupati, Walikota). Penampilan fisiknya tetap sederhana seperti itu tapi tetap elegan.
Trademark ini (sarung, koko, jas dan peci) kemudian sangat didukung oleh karakter lokal beliau yang sangat kuat.
Ceramah-ceramahnya sering dihiasi dengan bahasa Bugis yang halus serta cengkok dan logat Bugis-Makassar, yang kadang mengundang tawa dan meresap ke dalam sanubari umat.
Kelokalan ini menjadi penting, mengingat banyak ulama yang tidak mampu mempertahankan kelokalannya karena berbagai hal.
Sosok Anregurutta Sanusi memang kuat dalam beberapa karakter utama. Beliau menunjukkan kelas dan otoritasnya sebagai seorang mufassir dan faqih.
Kefaqihannya terbukti dalam penganugerahan Doktor Honoris Causa dalam bidang fikih dari UIN Alauddin Makassar.
Beliau juga hadir sebagai seorang dai dan muballigh yang selalu konsisten dan tidak terpengaruh sedikit pun dengan godaan popularitas.
Tidak kalah pentingnya, beliau juga hadir sebagai sufi yang kemudian turut mempopulerkan kembali tarekat al-Muhammadiyah, sebuah tarekat yang diwarisi oleh ulama-ulama besar para anregurutta di Sulawesi.
Selain itu, beliau senantiasa menjaga karakter, muruah dan marwah keulamaan berjumlah dua belas karakter seperti yang dinarasikan oleh Imam al-Ghazali dalam magnum opus-nya Ihya’ ‘Ulum al-Din.
Beberapa di antaranya: tidak mencari dunia dengan ilmu agama; tetap tekun mencari ilmu; menjaga jarak dengan penguasa; tidak berfatwa serampangan; dan sebagainya. Karakter seperti inilah yang beliau selalu jaga, sehingga santri kemudian meneladani dengan riang.
Kini, ulama paku bumi itu telah pergi, meninggalkan sejuta kenangan dan keteladanan dalam diri para santri dan kyai di bumi Sulawesi. Kita doakan beliau mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT.
Setelah beliau, akan lahir jutaan santri dan kyai yang akan meneruskan kiprahnya. Sulawesi Selatan saat ini masih memiliki Anregurutta KH. Ali Yafie yang 10 tahun lebih sepuh dari almarhum.
Di samping itu, masih ada Anregurutta Baharuddin HS (Ketua MUI Makassar), Prof. Quraish Shihab, Prof. Nasaruddin Umar. Kita doakan beliau semua sehat walafiat sehingga dapat selalu berkiprah bersama umat.(*)