AGH Sanusi Baco Wafat
BREAKING NEWS: INNALILLAHI, AGH Sanusi Baco Meninggal, Ketua MUI Sulsel Wafat di RS Makassar
INNALILLAHI, AGH Sanusi Baco Ketua MUI Sulsel meninggal dunia d RS Priamaya eks Awal Bros Makassar pukul 20.00 wita
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kepala Balitbang Agama Makassar, Dr Saprillah Syahrir MA mengkonfirmasikan Ketua Majelis Ulama Indonesia MUI Sulsel AGH Sanusi Baco meninggal dunia, Sabtu (15/5/2021) malam.
"Innalillahi wainnailaihi raji'un, " kata Dr Pepi sapaannya.
AGH Sanusi Baco meninggal dunia di RS Primaya eks Awal Bros Jl Urip Sumoharjo, Makassar, pukul 20.08 wita.
Saprillah Syahrir tak percaya saat mendapat kabar duka ini, pasalnya saat Idul Fitri 1422 H lalu, Saprillah duduk di samping Gurutta menunaikan Salat id di Masjid Raya Makassar.
Kabar duka ini menyebar dengan cepat. AGH Sanusi Baco wafat di Makassar, di hari ketiga Lebaran Idul Fitri 1442 H.
Jenazah almarhum disemayamkan di rumah duka Jl Kelapa 3 Makassar.
Profil Almarhum, Sabahat Gusdur dan Usia 84 Tahun
AGH KH Sanusi Baco, sosoknya dikenal sebagai ulama kharismatik. Lantas saja banyak yang menyeganinya.
Pemberian gelar Anre Gurutta atau Anregurutta disingkat AG, adalah sebuah istilah gelar bagi Ulama Sulawesi Selatan.
Istilah ini tidak dipakai secara umum kepada seseorang yang dianggap sebagai ulama tetapi hanya dipakai kepada Ulama/ustadz dalam lingkup pesantren itupun hanya dalam bentuk panggilan kepada guru bukan dalam bentuk penulisan nama gelar.
Pemberian gelar Anregurutta bukanlah pemberian Gelar akademik, melainkan pengakuan yang timbul dari masyarakat, atas ketinggian ilmu, pengabdian dan jasanya dalam dakwah keislaman.
Sanusi Baco merupakan lelaki kelahiran Maros, 4 April 1937.
Sejak kecil ia akrab disapa Sanusi.
Ia merupakan putra kedua dari enam bersaudara.
Ayahnya Baco bekerja sebagai mandor.
Tumbuh pada masa penjajahan, Sanusi merawat kuda tentara Jepang di Maros.
Semasa remaja ia menghabiskan waktunya untuk mendalami agama di pondok pesantren Darud Da'wah wal Irsyad (DDI) Mangkoso, Barru.
Ia kemudian hijrah ke Makassar setelah menamatkan Aliyah dan menerapkan ilmu agamanya sebagai seorang guru dibeberapa tempat.
Alumni Universitas Muslim Indonesia ini berhasil meraih gelar sarjana muda (BA).
Ia yang juga pendiri PMII Sulsel mendapat beasiswa kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir dari Departemen Agama Republik Indonesia.
Saat perjalanannya menuju Mesir ia bertemu dengan Gusdur.
Sejak pertemuannya tersbeutlah ia kemudian berniat untuk bergelut di Nahdatul Ulama.
Usai mengenyam dipendidikan di Mesir ia kembali ke Makassar dan mengajar di beberapa kampus di Makassar, diantaranya, Universitas Muslim Indonesia dan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Al-Gazali (sekarang UIM).
Selain itu, ia kerap melakukan dakwah.
Hingga saat ini, ia menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia Sulsel.
Sahabat Karib Gus Dur
Seperti dilansir nahdlatululama.id, putra kedua dari enam bersaudara dari seorang ayah bernama Baco. Ketika beranjak muda, namanya dinisbatkan kepada ayahnya menjadi Sanusi Baco. Pada zaman Jepang, Sanusi kecil men-jadi perawat kuda tentara Jepang di Maros.
Sementara ayahnya adalah seorang mandor. Setelah merasa cukup dengan belajar kepada beberapa guru ngaji di desanya, Gurutta Sanusi Baco kemudian mondok di Darud Da’wah wal Irsyad (DDI) Ambo Dalle selama delapan tahun. Setelah lulus aliyah pada tahun 1958, Gurutta Sanusi Baco hijrah ke Makassar dan mengajar ngaji di beberapa tempat.
Saat itulah, Gurutta Sanusi Baco mendapat kesempatan meraih beasiswa dari Departemen Agama untuk kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Di negeri piramid itu, Gurutta Sanusi Baco mulai bersahabat dengan Gus Dur dan Gus Mus (KH Musthofa Bisri).
“Saya adalah teman seperjalanan Gus Dur ketika naik kapal menuju Kairo untuk kuliah di sana. Perjalanannya satu bulan dua hari. Membosankan sekali. Untung ada Gus Dur yang selalu bercerita menghibur,” kata Gurutta Sanusi Baco mengenang Gus Dur.
Pada tahun 1967, Gurutta Sanusi Baco berniat untuk melanjutkan kuliah S-2 di Al-Azhar. Namun ter-paksa ditarik pulang ke tanah air oleh pemerintah Indonesia karena Gurutta Sanusi Baco mendaftar sebagai tentara sukarela untuk berperang melawan Israel.
Persahabatannya dengan Gusdur terus berlanjut, baik saat kuliah di Al-Azhar maupun setelah pulang dari Mesir. Di Al-Azhar bersama Gusdur, dirinya menjadi pengurus Mahasiswa yang berada di Al-Alzhar.
Hanya saja kebersamaan mereka di Al-Azhar tidak berlangsung lama, karena Sanusi Baco harus kembali ke Indonesia, begitu dia berhasil meraih gelar sarjana. Keinginannya untuk melanjutkan ke S2 batal, karena dia minta kembali ke Indonesia setelah dirinya mendaftarkan diri untuk menjadi pasukan melawan tentara Israel.
“Gusdur itu moderat dan terbuka, suka membaca dan hampir waktunya dihabiskan untuk membaca,” ujarnya.
Persahabatannya dengan Gus Dur membuat Gurutta Sanusi Baco bertekad untuk berkhidmah di NU. Setelah kembali ke Makassar, aktifitasnya adalah mengajar di Universitas Muslim Indonesia (UMI) dan mulai diminta mengajar ngaji serta ceramah di berbagai daerah. Tak lama kemudian, Gurutta Sanusi Baco diangkat sebagai dosen negeri di Fakultas Syariah IAIN Sultan Hasanuddin Makasar. “Waktu itu Gus Dur sempat datang ke Makassar. Saya menjemputnya di bandara dengan sepeda motor vespa. Ternyata vespanya mogok, akhirnya saya naik vespa dan Gus Dur yang mendorongnya. Setelah bisa jalan baru kami berkeliling kota Makassar,” kenang ayah dari delapan anak ini.
Data diri:
Nama: Anregurutta KH Sanusi Baco
Lahir: Maros, 4 April 1937
Ayah: Baco
Ibu:
Istri: Dra. Hj. Aminah (Alm)
Anak: 8 Orang
Pendidikan:
Pondok pesantren Darud Da'wah wal Irsyad (DDI) Mangkoso, Barru. S1 Universitas Al-Azhar Kairo –MesirJabatan sekarang:
BA Univesitas Muslim Indonesia Ketua Umum MUI sulsel Rais Syuriah PWNU Sulawesi Selatan Ketua yayasan masjid raya Makassar.