Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Inspirasi Ramadan Hamdan Juhannis

Bumi Kebermaknaan (15): Orkestrasi Keikhlasan, Ikhlas Menerima dan Ikhlas Memberi

Membangun budaya ikhlas menerima sama dengan memperkuat budaya keikhlasan pemberi untuk selalu berbagi, karena kebiasaan berbaginya terhargai.

Editor: AS Kambie
dok.tribun
Prof Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin 

Oleh:
Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Rencananya mau berpindah topik dari keikhlasan, tapi begitu berharganya respon dari beberapa sahabat, akhirnya saya mencoba mengangkat  respon tersebut yang sayang untuk dilewatkan sebagai bahan perenungan bersama.

Ada sahabat Sosiolog yang menanggapi bahwa pembahasan keikhlasan bukan sekadar terpusat pada motif si pemberi tetapi juga sikap si penerima.

Menurutku ini adalah penalaran yang sangat cerdas.

Selama ini kita hanya lebih terpusat pada pertanyaan, "Apakah Anda ikhlas memberi?"

Tapi selalu terabaikan pertanyaan yang tidak kalah pentingnya, "Apakah Anda ikhlas menerima?"

Menurut sahabat tersebut, mengabaikan perhatian untuk membangun keikhlasan menerima, sama dengan mencegah perilaku keikhlasan itu menemukan bentuk terbaik.

Membangun budaya ikhlas untuk menerima pemberian, sama dengan membangun sikap selalu bersyukur terhadap nikmat.

Membangun budaya ikhlas menerima sama dengan memperkuat budaya keikhlasan pemberi untuk selalu berbagi, karena kebiasaan berbaginya terhargai.

Membangun budaya iklhas untuk menerima pemberian sekaligus juga menunjukkan sikap tidak tergantung pada pemberian karena si penerima tidak akan menggantungkan kehidupannya pada pemberian karena dengan keikhlasan itu, si penerima pemberian tidak mematok harapan tertentu dari pemberian.

Intinya, budaya ikhlas menerima mencegah kita memiliki "mental pengemis".

Jadi Istilah sahabat tersebut orkestrasi keikhlasan itu terwujud dari berpadunya sikap positif si pemberi dan si penerima.

Respon berikutnya tentang keikhlasan yang sering terabaikan adalah sejatinya orientasi keikhlasan dalam konteks modern adalah  memunculnya akuntabilitas publik.

Seorang Profesor senior merespon coretan saya bahwa belum tentu si penyumbang meminta namanya dicontreng itu tidak ikhlas, tetapi justeru untuk mendukung pertanggungjawaban publik.

Peluang terjadi pelaporan tidak akuntabel kalau sekiranya tidak disampaikan pada admin yang mengatur sumbangan itu.

Yang berikutnya, Profesor senior itu secara jitu menunjuk bahwa meminta agar nama seseorang dicontreng sebagai penyumbang adalah cara terbaik untuk mencegah ruang dosa jariah untuk berkembang, mengantisipasi agar publik medsos tidak salah paham bahwa ada namanya tertulis, tapi tidak menyumbang.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Rakyat Terluka

 

Firasat Demokrasi

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved