Inspirasi Ramadan Hamdan Juhannis
Bumi Kebermaknaan (14): Isi Amplop dan Baju Sederhana Ustad Kondang
Konon, setelah kasus baju gamis itu, ustad kondang itu semakin tenar dan pesantrennya berdiri kokoh di kampung halamannya.
Oleh:
Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sekali lagi tentang keikhlasan.
Seorang ustad kondang pulang ke kampungnya dengan momentum Lebaran.
Di kampungnya, dia ditunggu untuk memberikan tablig akbar.
Masyarakat kampung sangat menunggu acara itu karena menjadi waktu terbaik untuk bertemu langsung ustad kondang tersebut yang meskipun dari kampung mereka tapi selama ini bisanya dilihat di televisi dan di media sosial.
Sampailah pada "hari H" acara tersebut.
Seluruh warga kampung tumpah ruah mengikuti acara yang dilaksanakan di alun-alun kampung dengan tenda besar yang sederhana.
Saat selesai acara, ketua panitia datang berjabat tangan dan memberikan amplop pada ustad kondang tersebut.
Pak Ustad langsung menolak amplop itu sambil menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mengharap pemberian dari acara ini.
Pak ustad sepenuhnya meniatkan untuk persembahan buat kampung halamannya.
Namun ketua panitia yang juga tokoh masyarakat dengan memohon sekali amplop itu diterima.
Dia meyakinkan bahwa nilainya tidak seberapa dibanding honor yang sering ustad terima, tapi semua berdasar dari ketulusan warga.
Mereka berlomba-lomba menyetor berapa saja dari penghasilannya supaya bisa mendapat berkah untuk Pak Ustad.
Dia juga meyakinkan bahwa isi amplop itu sangat bersih, patungan dari masyarakat kecil yang pekerjaannya petani, penyabit rumput, pedagang kecil, dan penjual eceran.
Ustad Kondang tersebut dengan berat hati menerima amplop itu.