Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mukjam Ramadan

WALITUKAMMILU; Ajakan Kesempurnaan Ibadah Umat Muhammad di Bulan Ramadan

KAMPUNG Namirah, Jumat, 8 Dzulhijjah 10 Hijriyah (632 Masehi) adalah momen mengharukan sekaligus menyempurnakan dalam sejarah Islam.

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
TRIBUN TIMUR/THAMZIL THAHIR
Ilustrasi 

Thamzil Thahir

Editor In Chief Tribun Timur

KAMPUNG Namirah, Jumat, 8 Dzulhijjah 10 Hijriyah (632 Masehi) adalah momen mengharukan sekaligus menyempurnakan dalam sejarah Islam.

Mengharukan; sebab di kampung lembah bukit sebelah timur Gunung Arafah --sekitar 19,6 km tenggara Mekkah-- itulah Rasulullah SAW, menyampaikan "pidato haji terakhirnya".

Setelah momen ini, 89 hari kemudian, Senin 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriyah (633 Masehi), Rasulullah Muhammad SAW, wafat di bilik rumahnya, Madinah, di usia 63 tahun 4 hari.

Menyempurnakan; sebab di momen ini pulalah penggalan ayat 3 Surah AlMaidah diwahyukan Allah SWT, sebagai ayat terakhir Alquran -mukjizat paling utama Muhammad- diturunkan ke Bumi ؛{ اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا }::.. pada hari ini, telah Kusempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan Aku telah meridhai Islam sebagai agamamu..::

Di penggalan ayat terakhir Al Quran inilah dua kosa kata yang bermakna "tuntas (تمت)" dan "sempurna (كمل)" itu disandingkan sekalimat, seayat, dan sesurah sekaligus.

Dan kata Kusempurnakan (أكملت) dan Kutuntaskan (وأتممت), memang "sepertinya" hanya disiapkan Allah SWT menjadi kosa kalimat pamungkas dalam meng-AKHIRI- kerasulan Muhammad sebagai perantara agama keselamatan dunia-akhirat (Islam).

Dua bentuk kosa kata "paripurna" itu hanya digunakan di ayat ke-3 Almaidah; tidak pada 6.221 ayat lain.

Sejatinya, penyandingan bentuk lain dari kata; kamil (كمل) dan tamat (تمت), juga digunakan di tahun ke-2 Hijriyah, 9 tahun sebelumnya.

Penggunaannnya di ayat 185 dan 187 surah Al Baqarah; perintah puasa Ramadan.

Di ayat 185, frasa kamil dipakai dalam bentuk kata yang lebih kompleks walitukammil (ولتكمّلواْ)؛ agar kalian menyempurnakan (hitungan 30 hari puasa Ramadan) kalian.
وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ الـلَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ
:: dan agar disempurnakan bilangan (puasa Ramadan) dan hendaklah agar diagungkan Allah sebagaimana Ia telah memberi petunjuk kepada kalian."

Seperti Akmaltu (اكملت)، kata walitukammil (ولتكمّلواْ) juga masing-masing hanya sekali digunakan Allah.

Maridan; Hanya Sakit Sejati yang Berhak Dapat Keringanan Puasa

Bentu bacaan walitukammil (dengan tasydid) di mim dibolehkan.

Kiraat tanpa tasydid juga dibenarkan.

Sedangkan bentuk lain kata tamat (تمت), yakni utimmu (أَتِمُّوا۟) digunakan Allah di ayat 187 Al Baqarah, untuk menegaskan konteks penyempurnaan bilangan puasa Ramadan siang hingga malam; tsumma utimmu shiyama ila llail (ثمً اتمّوا الصيام الى اليل).

Pun, seperti kata atmamtu (وأتممت), walitukammilu (ولتكمّلواْ) dan akmaltu (اكملت), kata utimmu (اتمّوا) juga tak pernah digunakan di ayat lain dalam Alquran, sekalipun.

Diksi-diksi yang bermakna kesempurnaan dan ketuntasan itu, memang disiapkan Allah SWT di momen-momen khusus.

Dan, penggunaan diksi-diksi khas di momen-momen khas ini adalah salah segelintir mukjizat Al Quran dan "mukjizat" Ramadan.

SAHIDA: Karena Ramadan Bukan untuk Orang Arab (saja)

Diski-diksi ini ibarat ajakan kongkret dan paripurna Allah SWT untuk umat Muhammad SAW untuk menyempurnakan ibadah, amal baik, dengan memanfaatkan momen bulan Ramadan.

Wallahu a'lam bi shawab.

Seperti uraian si serial Muljam Ramadan 11 (walitukabbiru), kata walitukammilu juga bentuk keinginan Allah melihat hamba-Nya taat mengikuti semua ketentuan bulan Ramadan, agar mereka menjadi manusia taqwa yang bersyukur.

Oleh Abu Hayyan Algarnaty (654 H - 745 H),, ahli nahwu, qiraat sekaligus mufassir ternama kelahiran Andalusia, mengungkapkan; penggalan kalimat walitukmilul iddata dan walitukabbirul Allah, tak bisa diurai secara harfiah dan lughawi saja;

Tak ada I'rabnya, itu kalimat dari Allah yang diturunkan khusus di bulan Ramadan.

Dalam master piece 8 jilidnya; al Bahrul Muhit, Abu Hayyan, hanya mengumpakan penggunaan kalimat itu, seperti batang kayu yang masih bertunas meski sudah berbuah lebat dan manis.(*)

Ambon, 24 April 2021

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved