Arah Baru Peta Politik Sulsel
Catatan Rakorwil Nasdem Sulsel, Membumikan Restorasi Mewaspadai Gerombolan Oportunis
Jangan menjadikan politik hanya sebagai alat mencari keuntungan. Harus secara benar dan tepat menjadikan partai sebagai alat untuk kemakmuran rakyat
Catatan Rakorwil Nasdem Sulsel, Membumikan Restorasi Mewaspadai Gerombolan Oportunis
Oleh
Mulawarman
Pemerihati Sosial Politik/Jurnalis Senior/Alumnus Universitas Hasanuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Baru saja Rakorwil Nasdem Sulsel selesai. Digelar Senin (29/3/2021) malam kemarin.
Bukan pepesan kosong jika ada yang menyebut Rakorwil Nasdem Sulsel ini semakin menandai arah baru peta politik Sulsel.
Informasi yang sempat digadang-gadang Sekretaris Nasdem Sulsel Syaharuddin alrif, sebagai kejutan akhirnya terbuka juga ke publik.
Kejutan itu, deklarasi penetapan sejumlah elite lokal dan artis yang bergabung ke partai Nasdem Sulsel.

Bila selama ini publik mengenal Nasdem sebagai satu-satunya partai baru yang relatif progresif mendulang perolehan suaranya, maka dengan publisitas itu menjadi penanda politik, bahwa laku politik itu tidak boleh berhenti.
Melainkan harus terus bertranformasi, menjadi kekuatan yang lebih akseleratif dan adaptif. Tidak boleh berhenti lakukan inovasi. Lebih lagi dengan adanya tambahan amunisi baru dengan bergabungnya sejumlah tokoh dan publik figur.
Bersamaan dengan deklarasi kekuatan baru, Rakorwil Nasdem Sulsel juga melahirkan 10 rekomendasi.
Secara garis besar, Rakorwil Nasdem Sulsel merekomendasikan untuk tetap menyelenggarakan struktur dan infrastruktur partai yang rapi, menciptakan kader partai yang militan, membangun soliditas kader dari level paling bawah hingga ke atas, mendorong sinergi antara kader-kader yang bertugas di eksekutif dan legislatif, memotivasi para kader untuk aktif dalam berbagai program pembangunan, dan memantapkan konsolidasi dan kordinasi menjelang Pemilu 2024.
Apa yang dapat diharapkan publik dengan manuver politik Nasdem Sulsel itu?
Dan apa yang dapat dibaca dalam konteks perubahan politik di Sulsel secara keseluruhan. Tulisan ini akan membahas dua hal itu.
Membumikan Restorasi
Sudah menjadi kebiasaan, moment deklarasi atau Rakorwil suatu partai hanya menjadi ajang showforce atau unjuk gigi.
Tanpa diikuti oleh pemikiran dan tindakan nyata bagi masyarakat di akar rumput. Lebih lagi sering hanya menjadi ajang pesta para elit.
Hingar bingar, lalu kemudian sepi, tanpa ada langkah yang berarti bagi masyarakat yang jelas-jelas merupakan pemilik sah suara sebenarnya partai dalam setiap pemilu.
Sebagai partai politik, Nasdem Sulsel tentu saja sah-sah saja melakukan manuver politik, dengan memberikan kejutan kepada para kompetitornya sesama partai.
Lebih lagi kepada para elite partai petahana yang telah lebih dulu mengakar di Sulsel.
Moment deklarasi dukungan bergabung dari sejumlah elit dan artis ke publik, di siarkan secara langsung melalui jaringan media lokal dan nasional, tentu saja dapat dibaca sebagai bentuk eksposure politik yang bertujuan membangun image bahwa Nasdem Sulsel berkomitmen kuat menjadi pemenang pemilu.
“Meski kami baru, tapi kami selalu terdepan,” kira-kira message politik yang ingin disampaikan melalui manuver politik Nasdem sulsel itu.
Terbukti kerja-kerja politiknya. Bila pada Pemilu 2014, nasdem hanya mampu menempatkan 2 kadernya di DPR Pusat, maka pada Pemilu 2019 kemarin, jumlahnya berhasil dinaikan jadi 4 kader. Perolehan suara itu menyamai partai gaek seperti Golkar (4).
Bahkan PDI saja cuma 3 kader, dan Gerindra hanya 2 Kader. Di DPRD Provinsi Nasdem membukukan kemenangan yang cukup prestisius dengan keberhasilannya menempatkan 12 kader pada Pemilu 2019.
Padahal sebelumnya hanya 4 kader di DPRD Provinsi.
Total hingga kini ada 105 kader yang berhasil ditempatkan sebagai legislatif.
Belum lagi dengan para eksekutif yang diusung Nasdem dan menang di Pilkada kemarin. Ditambah dengan komitmennya mengadakan armada ambulan yang disebut sebagai penyedia armada terbanyak, hingga 260 ambulans kesehatan. 1 anggota dprd
Apa artinya bagi masyarakat? Jelas ini menjadi PR serius Nasdem ke depan.
Pasalnya, manuver politiknya tidak akan berarti apa-apa, atau dukungan kekuatan para elite baru itu hanya akan jadi gimmick di permukaan, bila masyarakat sendiri tidak merasakan manfaat dengan eksistensinya.
Karena itu, upaya membaca Rakorwil Nasdem Sulsel harus mampu melampaui dari sekadar pesan politik Rakorwil itu: showforce, atau sekadar perolehan nomerik Pemilu.
Karena yang menjadi tantangan pasca Rakorwil Nasdem Sulsel adalah bagaimana membumikan spirit restorasi ke dalam kehidupan yang nyata di masyarakat Sulsel.
Capaian Nasdem Sulsel dalam lima tahun terakhir ini boleh jadi menandai spirit restorasi itu mulai berkembang di tanah Sulsel.
Sejumlah perbaikan, pemulihan, ke arah kemajuan dirasakan nyata oleh masyarakat di sulsel, yang dilakukan oleh para kadernya, baik di eksekutif maupun legislatif. Tidak berlebihan bila pada moment Pemilu, partainya semakin dipercaya rakyat.
Namun, Nasdem Sulsel tidak boleh lengah, karena mudah sekali masyarakat berpindah pilihan, bila nyata-nyata partai yang didukungnya tidak lagi memperjuangkan aspirasi rakyat.
Karena pada akhirnya masyarakat akan menghukum, tidak lagi memilih bila komitmen kerakyatannya hanya lips service. Lihat saja partai politik dan elit petahana yang banyak tumbang di sulsel, padahal mereka sebelumnya sudah lama berkiprah.
Dari dan Untuk
Nasdem tetap perlu waspadai. Ancaman politik yang berpotensi menggerus elektabilitas partai. Terutama dari perilaku elite atau kader politik yang cenderung tidak menjaga marwah partai.
Mereka hanya menjadi penumpang gelap atau kutu loncat. Ikut saat kapal sedang berlayar, loncat saat sedang akan karam.
Menjadi agen yang menjatuhkan suara partai apakah karena terlibat korupsi atau skandal etik. Atau hanya menggunakan partai sebagai alat transaksi kepentingan politiknya.
Sosiolog politic, Max Weber (1919) pernah membedakan dalam konsepnya yang terkenal politik sebagai sebuah pekerjaan (politic as vocation). Yaitu ada dua orang yang hidup dari politik (from politics) dan orang yang hidup untuk politik (for politics).
Dua karakter politisi ini dibedakan pada caranya berpolitik. Namun tetap sama dalam hal menjadikan politik sebagai instrumen dari masing-masing tujuannya.
Yang pertama menjadikan politik sebagai sarana menaikan taraf hidupnya. Ia menghidupi kebutuhan sehari-harinya dengan bekerja dari partai politik. Ia mengambil apa yang ada dari partai.
Sementara yang kedua, ia menjadikan politik untuk aktualisasi cita-cita dan pengabdiannya.
Pikiran, tenaga, dan bahkan materinya dikerahkan untuk rakyat, melalui perannya dalam penguatan partai politik.
Ia memberi apa yang dimiliki untuk partai. Kiprahnya di politik dimaknainya sebagai calling alias panggilan hati, karena ingin mengabdi.
Yang pertama umumnya adalah kumpulan para politisi oportunis, atau para pengangguran politik yang mencari kerja di partai.
Sementara yang kedua, umumnya mereka para politisi yang telah selesai dengan urusan ekonominya. Mereka tidak lagi disibukan urusan mencari uang, karena sebelum masuk partai dia sudah kaya. Di partai dia justru membagikan kesejahteraannya. Bukan justru hidup atau mengambil uang dari partai.
Partai politik, tidak hanya Nasdem. Bila diisi oleh orang-orang atau kader yang oportunis, atau tempat berkumpulnya gerombolan pengangguran politik, maka hanya tinggal menunggu waktu. Ditinggalkan oleh rakyat. Tidak lagi akan dipercaya, apalagi dipilih.
Saya kira, ketua DPW Nasdem Rusdi Masse, sudah tepat mengingatkan para kadernya untuk berkomitmen dengan partai.
Yaitu dengan sungguh-sungguh dalam berpolitik. Jangan menjadikan politik hanya sebagai alat mencari keuntungan. Harus secara benar dan tepat menjadikan partai sebagai alat untuk kemakmuran rakyat. Menjembatani aspirasi masyarakat dan mengagregasi seluruh kepentingan golongan.
Untuk itu, agenda ke depan tidak hanya memaksimalisasi peran dan fungsi partai sebagai pengawal kesejahteraan masyarakat, namun juga adalah menjaga partai dari para gerombolan pengangguran politik, yang menumpang hidup dari partai.
Sebaliknya, memberikan edukasi, memberikan jalan serta memberikan teladan tentang politik yang sebenarnya.
Dari politik dari ke politik untuk. Mustahil mengharapkan 10 rekomendasi Rakorwil Nasdem Sulsel itu ke para kader yang hidupnya hanya menjadikan politik dari, bukan politik untuk. Tabe.(*)