Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Cadar dan Ekspresi Keberagamaan

Hampir di setiap kelompok yang mengaku dirinya beragama, penafsiran teks-teks suci tidak pernah lepas dari perbedaan.

Editor: Imam Wahyudi
zoom-inlihat foto Cadar dan Ekspresi Keberagamaan
ist
Syamsul Arif Galib

Syamsul Arif Galib
Pengajar Prodi Studi Agama-Agama UIN Alauddin / Founder Bersama Institute

DALAM memahami pesan-pesan “langit”, perbedaan penafsiran tentu sangat mungkin
terjadi.

Hal itu menjadikan kenapa dalam beragama, sering kita temukan perbedaan
dalam memaknai pesan pesan tersebut.

Hampir di setiap kelompok yang mengaku dirinya beragama, penafsiran teks-teks suci tidak pernah lepas dari perbedaan.

Hal itu yang sebenarnya menjadikan agama menjadi hidup dan tidak pernah lepas dari
interpretasi.

Hasil dari interpretasi yang berbeda-beda dalam memaknai agama itu
menjadikan ada warni warni dalam beragama. Perbedaan penafsiran itu pula yang
mempengaruhi munculnya perbedaan dalam mengekspresikan keberagamaan yang
diyakininya. Termasuk dalam hal menggunakan cadar.

Prof. Greg Fealy dalam tulisannya Consuming Religion: Commodified Religion and
Aspirational Pietism in Contemporary Indonesia (2008) jauh-jauh hari telah
menyebutkan bahwa peran agama dalam dunia global kontemporer saat ini mengalami
perubahan yang sangat cepat.

Kemajuan teknologi, percepatan penyebaran informasi ditambah dengan urbanisasi dan meningkatnya kemakmuran telah mengantarkan
ummat beragama pada bentuk baru dalam menujukkan ekspresi keberagamaaanya.

Hal yang sama terjadi di Indonesia. Bentuk ekspresi keberagamaan itu berubah drastis
dalam kurun 40 tahun belakangan ini.

Islam lebih mewarnai dan hadir dalam dunia sosial, politik dan kebudayaan dibanding tahun 1960 an. Salah satu hal yang kita lihat
jelas adalah dalam trend berpakaian. Saat ini, gampang menemukan masyarakat
muslim yang menggunakan cadar.

Dalam komunitas Muslim sendiri, ada perbedaan dalam melihat apakah menggunakan
cadar merupakan sebuah keharusan yang dipesankan agama atau tidak. Perbedaan itu
menjadikan tidak semua Muslim menggunakan cadar.

Ada yang menggunakannya sebagai bagian dari kepercayaannya, ada yang menggunakannya karena keadaan, ada
pula yang memilih tidak menggunakannya. Perbedaan ini seharusnya tidak menjadi
masalah jika memahami dan mau mengakui adanya persoalan penafsiran yang berbeda.

Mereka yang memahami perbedaan ini, tentu akan melihat bercadar maupun tidak
adalah bagian dari ekspresi keberagaman dalam beragama. Mereka yang tidak bercadar
tidak perlu mempermasalahkan mereka yang bercadar, sebaliknya, mereka yang
memilih bercadar pun tidak perlu mempermasalahkan mereka yang tidak bercadar.

Tidak perlu ada perasaan sedih bagi mereka yang bercadar karena mendengar ada
gunjingan atas pilihan berpakaiannya. Pun tidak perlu ada perasaan risih bagi mereka
yang tidak bercadar saat bersama dengan mereka yang bercadar.

Masalah muncul jika ada di antara mereka yang merasa bahwa ekspresi
keberagamannyalah yang paling benar. Padahal, Namanya ekspresi pasti akan berbeda-
beda. Ekpresi dan kebenaran yang kita yakini tidaklah harus dipaksakan kepada orang
yang juga telah memiliki ekspresi atau meyakini kebenaran yang diyakininya. Apalagi
jika perbedaan itu mengantarkan kita pada upaya pelabelan pada kelompok-kelompok
tertentu.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved