Kolom Teropong
Kolom Teropong Abdul Gafar: Divaksin!
pandemi covid-19 telah membuat kalang kabut banyak negara, termasuk kita di Indonesia
Kolom Teropong Abdul Gafar, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
MAKASSAR - Serangan pandemik covid-19 telah membuat kalang kabut banyak negara, termasuk kita di Indonesia.
Berbagai aturan yang melarang dan membolehkan kita ‘wajib’mematuhinya. Ada pesan mama “ jaga 3 M : memakai daster (eh, maksudnya masker), mencuci tangan dan menjaga jarak”.
Kemudian muncul kasus yang telah menjerat seseorang hingga ditempatkan dibalik jeruji besi karena dianggap telah membuat ‘kerumunan’.
Entah berapa ribu, ratusan ribu atau jutaan orang terinfeksi covid-19 akibat kerumunan tersebut.
Banyak negara telah melakukan penelitian bagaimana menanggulangi keganasan covid-19 yang sudah merengggut banyak nyawa. Para ilmuan dan ahli menunjukkan ‘kebolehan’ mereka mengembangkan antivirus yang berkemampuan tinggi mematikan virus covid-19.
Sementara upaya itu dilakukan, muncul lagi virus baru yang konon lebih cepat persebaran dan daya rusaknya dibanding covid-19.
Musibah, tantangan sekaligus peluang bisnis terikut didalamnya. Lagi-lagi kita dibuat tersentak dan resah menghadapinya.
Ternyata menurut berita, sudah ada juga di Indonesia. Waspada dan waspadalah !
Agar persebaran virus covid-19 dapat dibendung, maka pemerintah telah membeli jutaan kemasan vaksin anticovid-19 dari negeri Cina.
Banyak jenis vaksin yang sudah dihasilkan oleh berbagai negara, namun Cina mendapat kehormatan yang luar biasa dari negeri ini sehingga vaksinnya yang digunakan.
Vaksinasi menggunakan buatan Cina telah dinasionalkan keseluruh penjuru negeri. Pemerintah melalui seluruh jajarannya telah divaksin.
Presiden, para menteri dan pejabat lainnya di pusat dan daerah beramai-ramai dipertontonkan di media massa telah divaksin.
Walaupun gerakan vaksinasi itu telah menyebar namun keraguan dari masyarakat masih tetap ada. Berbagai tanggapan ‘miring’ tentang akibat yang mungkin dapat ditimbulkan pada seseorang yang telah divaksin.
‘Kemiringan’ ini diperkuat lagi oleh komentar dokter yang meragukan keefektifan vaksin tersebut. Informasi ini bertebaran di dunia maya.
Bahkan pernah muncul salah seorang anggota parlemen yang menyuarakan antivaksin covid-19.
Dia rela melawan agar tidak divaksin. Bahkan ada teman penulis yang tidak percaya akan keberadaan virus covid-19 ini.
Di sinilah tugas pemerintah dan jajarannya untuk melakukan edukasi secara cepat dan tepat ke seluruh masyarakat agar dapat menerima vaksin tersebut.
Berbagai informasi dan imbauan lewat berbagai macam saluran telah dimanfaatkan oleh pemerintah. Aturan, larangan, dan ancaman telah diberlakukan bagi pelanggarnya.
Beberapa daerah memberlakukan ganjaran minimal sanksi fisik berupa push-up di daerah operasi. Pembatasan jam operasional bagi tempat-tempat tertentu untuk berkegiatan.
Di Makassar, beberapa waktu lalu didirikan posko-posko di tempat yang potensial mendatangkan orang dalam jumlah yang tidak terbatas.
Keangkeran bertambah karena di posko tersebut dijaga oleh aparat berseragam.
Penulis sempat ditegur karena melintas di depan posko tanpa menggunakan masker, padahal sendirian di dalam mobil.
Rupanya ada anggapan bahwa virus covid-19 bertebaran di udara bebas sehingga diharuskan menggunakan masker ketika berada di luar rumah atau di jalan.
Lebih serius lagi, masih ada tempat ibadah yang memasang tanda kali untuk menentukan jarak antarjamaah yang dibolehkan.
Sebagai seorang muslim, penulis sendiri menghindari masjid yang memasang tanda seperti itu. Dahulu ada masjid yang penulis selalu datangi setiap shalat jumat.
Tetapi kini, dengan berlakunya jarak, sudah setahun penulis tidak lagi shalat di masjid tersebut. Bahkan ada masjid kampus yang sengaja memasang pesan “tidak` ada shalat jumat”. Kewajiban Jumatan digugurkan karena adanya ketakutan terhadap virus covid-19.
Vaksih telah dilakukan di beberapa kampus. Ada teman yang memamerkan sertifikatnya “sudah divaksin !”