Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

17 Tahun Tribun Timur

Catatan 17 Tahun Tribun Timur: Digital Pandemic

SATU dasawarsa terakhir, tantangan industri dan jasa dibahasakan dengan digital disruption. Dan hampir setahun ini, tantangan itu kita juluki digital

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
Pemimpin Redaksi Tribun Timur, Thamzil Thahir 

Thamzil Thahir

Pemimpin Redaksi Tribun Timur

SATU dasawarsa terakhir, tantangan industri dan jasa dibahasakan dengan digital disruption.

Dan hampir setahun ini, tantangan itu kita juluki digital pandemic.

Digital disruption adalah tentang reaksi atas informasi.

Sementara digital pandemi adalah (konfirmasi) aksi.

Digital disruption adalah malaikat pengubah.

Namun digital pandemic pembunuh kejam nan sadis.

Seorang pemilik jaringan hotel di Makassar dan Palu, Juli 2020 lalu, mengeluh tentang digital pandemic.

“Virus corona sudah membunuh. Turis dengan larangan bepergian dan tak datangnya turis ke hotel. Tapi Zoom Meeting dan Google Meet datang memutilasi kami.”

Karena aplikasi Zoom, ruang meeting di hotel tak berguna.

Padahal kayak dia, pendapatan dan operasional hotel diraup dari Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).

Mengapa kejam?

Ya, karena digital disruption hanya menghantam infrastruktur dan cara berpikir.

Sementara digital pandemic membunuh dan menghilangkan nyawa manusia.

Pandemi menebar teror maut.

Di masa digital disruption, perubahan masih bisa pelan-perlahan. Respon mesti digital mindset.

Namun di masa digital pandemic, perubahan itu adalah alih tindakan dengan “paksaan”.

Kalau siswa tak mau belajar via aplikasi Zoom Meeting, maka siap-siap tak naik kelas.

Kalau tak mau work from home, maka bersiaplah gaji tak dibayar.

Siaplah di-PHK.

Di masa digital disruption, semua lelaku harus beradaptasi dengan gadget plus internet.

Jika ogah dan bersikukuh menolak maka kamu tergilas.

Kamu "terdisrupsi”.

Hukum digital disruption begitu lugas juga simpel.

Aktivitas konvensional harus bisa diunduh di toko aplikasi Play Store atau Apple Store bawaan telepon genggam.

Go digital membuat konversi waktu menjadi uang begitu cepat.

Kalau tak mau “go digital’, kau akan menganggur dan selanjutnya, pasti mati perlahan.

Waktu mangkal tukang ojek akan lebih lama di pos atau pengkolan jalan, jika ogah bermigrasi ke Grab atau GoJek.

Outlet jasa jual tiket kapal dan pesawat dimatikan aplikasi booking tiket.

Ini seperti warung internet dipenggal oleh smartphone.

Go Digital menjadikan konsumen dan produsen lebih taktis dalam berpikir dan bertindak.

Uang dan jasa pengantar jadi penghubung utama toko langganan dan pelanggannya.

Produsen bilang; “Biarkan pembeli memilih dan mencari kita di handphone-nya.”

Konsumen berujar: “biarkan ojol yang antre di warung bakmi atau nasi goreng.”

Fenomena ini jugalah yang juga mewarnai aktivitas jurnalis dan industri medianya.

Saat sebagian dari kami baru beradaptasi dengan dampak digital disruption dari social media, pandemi itu datang.

Aktivitas jurnalistik yang banyak di lapangan, dipaksa go digital.

Digital pandemic membuat kami dan narasumber ‘berjarak’ tapi justru lebih ‘enak’.

Wawancara tatap muka berganti video streaming.

Rekaman suara berganti jadi video vlog.

Digital pandemi memaksa “less mobility”.

Saat nyaris semua dari rumah, tanpa harus ke kantor, ke sekolah atau ke rumah ibadah, dan ke lokasi wisata, kami datang dengan ‘akselerasi digital. Itulah ‘more technology'.

Virtual meeting, virtual interview, dan weekly newswebilog bukan kemauan kami melaikan keharusan; “on-demand service”.

Virus corona membuat pengelolaan sumber daya manusia lebih fleksi.

Interview, meeting online dan digital marketing, cukup dalam genggaman.

Saat kami terbit dalam format surat kabar 9 Februari 2004 lalu, digital disruption dan digital pandemi, bahkan belum jadi kosa kata.

Namun, di tahun ke-10 Tribun Timur, itu 2014 lalu, kami ber’-jurnalistik’ dengan nge-twit, dan pasang status di Facebook.

Di tahun ke-15, kami menggenapkan 1 juta subscribers di channel YouTube, dan menyongsong 500 ribu followers di akun Instagram.

Dan di tahun ke-17 ini, digital ‘journalism’ activities mengakselerasi aset digital kami menjadi hampir 5 juta audiens.

Di Facebook Tribun Timur Berita Online kami diikuti 946K followers.

Video live streaming dan video views hariannya tembus 2,5 juta.

Di channel YouTube, Tribun Timur, pelanggan kami menembus 2,74 juta.

Di akun ‘showcaseInstagram dan news ‘linkback’ Twitter sudah mencapai 200K dan 184K.

Dari digital asset real time dan terukur inilah kami terus coba menjaga kepercayaan publik.

Terima kasih audiens.

Terima kasih digital disruption.

Terima kasih digital pandemic.

Terima kasih perubahan.(*)

Tulisan ini sebelumnya diterbitkan di harian Tribun Timur edisi, Selasa, 9 Februari 2021, tepat pada hari ulang tahun ke-17 Tribun Timur.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved