Khazanah Islam
Tata Cara Shalat Jenazah - Lengkap Hukum, Rukun Shalat Jenazah, dan Syarat Menyalatkan Jenazah
Banyak pertanyaan yang muncul terkait shalat jenazah diantaranya cara shalat jenazah atau tata cara shalat jenazah, doa shalat jenazah, hukumnya.
F. Syarat Shalat Jenazah
Agar shalat jenazah yang dilakukan menjadi sah hukumnya, para ulama telah menetapkan ada beberapa syarat sah sebagaimana berikut ini :
1. Semua Syarat Sah Shalat
Syarat yang pertama sebenarnya gabungan dari semua syarat sah yang berlaku untuk semua shalat, kecuali masalah masuk waktu.
Di antara syarat sah shalat yang telah disepakati para ulama adalah :
- Muslim
- Suci dari Najis pada Badan, Pakaian dan TempatSuci dari Hadats Kecil dan Besar
- Menutup Aurat
- Menghadap ke Kiblat
2. Jenazahnya Beragama Islam
Para ulama secara umum berpendapat bahwa hanya jenazah yang beragama Islam saja yang sah untuk dishalatkan. Sedangkan jenazah yang bukan muslim, bukan hanya tidak sah bila dishalatkan, tetapi hukumnya haram dan terlarang.
Dasar dari larangan untuk menshalatkan jenazah yang bukan muslim adalah firman Allah SWT :
وَلاَ تُصَلِّ عَلَ
كَفَرُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُواْ وَهُمْ فَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS. At-Taubah : 84)
Adapun jenazah muslim tetapi bermasalah, seperti ahli bid'ah, orang bunuh diri dan sejenisnya, para ulama berbeda pendapat tentang hal ini, apakah dishalatkan jenazahnya atau tidak serta berbeda latar belakangnya.
3. Jenazah Suci dari Najis
Jenazah yang akan dishalatkan itu harus terlebih dahulu dibersihkan dari segala bentuk najis, baik najis berupa benda cair atau pun benda padat.
Dan hal ini dilakukan sebelum jenazah itu dimandikan secara syar'i.
4. Jenazah Sudah Dimandikan
Para ulama mengatakan bahwa syarat agar jenazah sah dishalatkan adalah bahwa jenazah itu sudah dimandikan sebelumnya, sehingga segala najis dan kotoran sudah tidak ada lagi.
Meski pun para ulama umumnya sepakat bahwa tujuan mandi janabah bukan semata-mata untuk menghilangkan najis, melainkan bahwa tujuannya untuk mengangkat hadats besar yang terjadi pada jenazah.
Hal itu karena mazhab Asy-Syafi'iyah memandang bahwa di antara enam penyebab hadats besar, salah satunya adalah meninggalnya seseorang. Oleh karena itu, agar jenazah terangkat dari hadats besarnya, harus dimandikan. Dan setelah itu baru boleh dishalatkan.
Namun lain keadaannya dengan orang yang mati syahid, dimana ketentuan orang mati syahid ini memang tidak perlu dimandikan. Dan tentunya juga tidak perlu dikafani. Jenazah itu cukup dishalatkan saja tanpa harus dimandikan sebelumnya.
Hal itu sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW kepada para syuhada' Uhud, dimana beliau bersabda :
ادْفِنُوهُمْ بِدِمَائِهِمْ
Kuburkan mereka dengan darah mereka (HR. Bukhari)
5. Aurat Jenazah Tertutup
Para ulama juga mensyaratkan agar jenazah sah dishalatkan dalm keadaan auratnya tertutup, sebagaimana orang yang masih hidup.
6. Jenazah Diletakkan di Depan
Jenazah yang dishalatkan harus berada di depan orang yang menshalatkannya. Sehingga orang-orang yang menshalatkan jenazah itu berposisi menghadap kepadanya.
7. Berbagai Perbedaan Pendapat
Ada beberapa syarat yang diajukan oleh satu mazhab, namun tidak disepakati oleh jumhur ulama.
Antara lain :
a. Harus Diletakkan di Atas Tanah
Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah berbeda pandangan dengan mazhab Al-Hanafiyah dalam hal syarat bahwa jenazah harus diletakkan di atas tanah.
Pendapat mazhab Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa jenazah yang dishalatkan itu harus diletakkan di atas tanah. Sedangkan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah membolehkan jenazah tidak diletakkan di atas tanah. Misalnya di atas unta, atau keranda atau kendaraan.
b. Harus Berjamaah
Berbeda dengan pendapat mazhab lainya, mahzab Al-Malikiyah secara menyendiri mensyaratkan bahwa jenazah harus dilakukan dalam berjamaah, agar shalat jenazah itu sah hukumnya.
Sedangkan pendapat semua mazhab selain Al-Malikiyah menyebutkan bahwa dibolehkan shalat jenazah dilakukan secara sendirian (munfarid).
c. Tanpa Kehadiran Jenazah
Mazhab Al-Hanafiyah berbeda dengan mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah dalam urusan kebolehan shalat jenazah tanpa kehadiran jenazah itu sendiri, atau yang sering disebut dengan istilah shalat ghaib.
Mazhab Al-Hanafiyah menjadikan kehadiran jenazah sebagai syarat sah dalam shalat jenazah. Dalam pandangan mazhab ini tanpa kehadiran jenazah tidak ada shalat jenazah. Artinya, mazhab Al-Hanafiyah memandang tidak ada shalat ghaib untuk jenazah.
Sedangkan mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah memandang bahwa shalat jenazah tanpa kehadiran jenazah itu sah-sah saja. Bahkan meski pun jenazah itu tidak terlalu jauh jaraknya dari lokasi shalat (kurang dari jarak qashar). Bahkan boleh juga bila posisi jenazah tidak di arah kiblat dari orang yang menshalatinya.
Bahkan mazhab ini juga membolehkan shalat jenazah secara ghaib meski pun waktunya sudah lewat dari sebulan.
Tulisan ini dikutip dari buku berjudul Fiqih Shalat Jenazah yang ditulis oleh Ahmad Sarwat, Lc. MA, terbitan Rumah Fiqih Publishing, 23 Agustus 2018.
Tentang RUMAH FIQIH
RUMAH FIQIH adalah sebuah institusi non-profit yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan dan pelayanan konsultasi hukum-hukum agama Islam. Didirikan dan bernaung di bawah Yayasan Daarul-Uluum Al-Islamiyah yang berkedudukan di Jakarta, Indonesia.
RUMAH FIQIH adalah ladang amal shalih untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Rumah Fiqih Indonesia bisa diakses di rumahfiqih.com. (TRIBUN-TIMUR.COM/ Sakinah Sudin)