Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Apa Penyebab Ustadz Maaher At-Thuwailibi Meninggal Dunia? Sakit? Jenazah Dibawa ke RS, Detail Kasus

Apa penyebab Ustadz Maaher At-Thuwailibi meninggal dunia? Sakit? Jenazah dibawa ke RS dan detail kasus.

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
Pendakwah Soni Eranata alias Ustadz Maaher At-Thuwailibi. Apa penyebab Ustadz Maaher At-Thuwailibi meninggal dunia? Sakit? Jenazah dibawa ke RS dan detail kasus. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Apa penyebab Ustadz Maaher At-Thuwailibi meninggal dunia? Sakit? Jenazah dibawa ke RS dan detail kasus.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun.

Pendakwah Ustadz Maaher At-Thuwailibi atau Soni Ernata meninggal dunia di usia 28 tahun.

Pria kelahiran 14 Juli 1992 itu menghembuskan nafas terakhir, Senin (8/2/2021), di Rumah Tahanan Mabes Polri, di Jakarta, Senin malam.

Hal tersebut dikonfirmasi kuasa hukum Ustadz Maaher At-Thuwailibi, Djudju Purwantoro dan kuasa hukum Front Pembela Islam atau FPI, Aziz Yanuar.

Jenazah Ustadz Maaher At-Thuwailibi kemudian dibawa ke RS Said Sukanto atau RS Polri, di Kramat Jati, Jakarta Timur untuk diotopsi.

Sebelumnya, Ustadz Maaher At Thuwailibi ditangkap polisi dari Bareskrim Polri pada Kamis (3/12/2020) dini hari, di rumahnya, di Bogor, Jawa Barat.

Diketahui, Ustadz Maaher At-Thuwailibi ditangkap karena diduga menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA.

Dia diduga melanggar Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ustadz Maaher At-Thuwailibi awalnya dilaporkan ke Bareskrim.

Laporan yang kemudian menjadi dasar penangkapan bernomor LP/B/0677/XI/2020/Bareskrim tanggal 27 November 2020.

Ustadz Maaher At-Thuwailibi diduga telah menghina tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Habib Luthfi bin Yahya, lewat cuitannya di akun Twitter.

"Karena di sini dipastikan postingannya: 'Iya tambah cantik pake jilbab kayak kyainya Banser ini ya’,” ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono membacakan unggahan Maaher di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (3/12/2020).

Kata "jilbab" dan "cantik" dalam unggahan Maaher itu yang menurut polisi menjadi kata kunci dalam kasus tersebut.

Sebab, Awi menuturkan, kedua kata itu digunakan untuk perempuan, sedangkan Habib Luthfi bin Yahya adalah laki-laki.

Apalagi, tambah Awi, seorang kiai adalah ulama yang ditokohkan dan diutamakan di agama Islam serta memiliki nilai religi yang tinggi.

Dalam kasus ini, polisi pun mengaku sudah melakukan verifikasi serta meminta keterangan ahli bahasa dan ahli ITE.

Ustadz Maaher At-Thuwailibi kemudian ditetapkan sebagai tersangka dugaan ujaran kebencian berdasarkan SARA.

"Kami duga terjadi penghinaan yang menjadikan delik yang kuat untuk menghasut dan menimbulkan perpecahan antargolongan dan kelompok masyarakat, inlah yang menjadi pertimbangan kepolisian," ungkap Awi.

Dalam kasus tersebut, Maheer diduga melanggar Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ia terancam hukuman di atas lima tahun penjara. "Dengan ancaman pidana penjara enam tahun dan/atau denda paling tinggi Rp 1 miliar," ungkap Awi.

Setelah ditangkap, Ustadz Maaher At-Thuwailibi dibawa ke Gedung Bareskrim untuk diperiksa lebih lanjut.

Kuasa hukum Maaher, Djudju Purwantoro, angkat bicara soal penangkapan kliennya tersebut yang dinilai telah melanggar prosedur dalam KUHAP.

Menurut Djudju, polisi belum pernah memanggil Ustadz Maaher At-Thuwailibi untuk dimintai keterangan sebelum ditangkap.

Saat penangkapan pun, Ustadz Maaher At-Thuwailibi disebutkan tak mengetahui kasus apa yang menjeratnya.

"Ustaz Maaher juga tidak tertangkap tangan dalam suatu tindak pidana, belum pernah ada panggilan pemeriksaan pendahuluan, juga tidak memahami tentang kasus apa dia ditangkap,” ungkap Djudju ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.

Menanggapi pernyataan kuasa hukum Ustadz Maaher At-Thuwailibi , polisi mengeklaim telah bekerja sesuai prosedur.

Polri pun mempersilakan pihak kuasa hukum mengajukan gugatan praperadilan apabila ingin menguji tindakan penyidik. "Kalau mau diuji, silakan diuji ke pengadilan,” ucap Awi.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved